Page thirty three - Judgement

19 2 2
                                    

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

"Kita sepertinya terlambat Pak. Saya yakin mereka sudah tiba di sini lebih dahulu, sepertinya mereka memiliki jaringan koneksi yang benar-benar luas sehingga mereka tidak pernah melewatkan satu informasi apa pun. Apa Anda sudah memutuskannya Pak?"

Seorang pria dengan pakaian rapinya meratap ke arah pria lain yang jauh lebih senior dibanding dirinya tersebut. Si pria yang lebih muda menutup mata perlahan ketika melihat beberapa mayat yang berserakan di lantai dengan keadaan yang mengenaskan. Sementara para pelayan di rumah tersebut tidak terlihat satu juga batang hidungnya, seolah memang meninggalkan rumah tanpa jejak dan tanpa suara. Ada beberapa langkah kaki bekas darah di sana, dan jika diperhatikan dengan baik langkah kaki tersebut bukan hanya dimiliki satu orang, melainkan dua orang atau mungkin lebih. Si pria yang lebih muda masih diam, pengalamannya tentang hal seperti ini benar-benar masih sangat ringan dan rendah. Ia tidak akan berani mengambil kesimpulan begitu saja, la juga tidak akan bicara lebih dahulu seolah mengetahui semuanya. Di sampingnya berdiri, seorang Detektif ternama yang namanya tidak lagi terdengar asing untuk urusan Paranormal dan hal tidak biasa yang terjadi di sekitarnya, Detektif yang sangat terbiasa mengurus tindak kriminal yang terdengar tidak masuk akal dan tidak masuk logika manusia mana pun.

Detektif yang digolongkan dalam kebaikan dan terkenal dengan kebajikannya selama ini: Anderson Foree. Pria yang lebih senior itu masih diam, masih menatapi situasi, masih memerhatikan jasad yang tidak lagi bernyawa di hadapannya. Pria yang lebih senior itu belum menjawab pertanyaan junior yang selalu ia bawa ke lokasi kejadian, pria muda yang selalu mengikutinya tanpa lelah dan tidak pernah mempertanyakan keputusannya. Pria muda yang tidak pernah ragu untuk membantunya dan tidak pernah terlihat takut atau pun hilang kepercayaan padanya, apa pun yang Si pria lebih senior ini lakukan. Anderson perlahan menoleh pada juniornya, diam menatap pria muda dengan perawakan rapi dan kaku di sampingnya tersebut. Yang diam dan menunggu jawabannya dengan begitu sabar. Anderson mengeluarkan bungkusan rokok miliknya, menyalakannya satu batang sebelum meraih kepala Si junior dan mengacak rambutnya singkat

"Tidak apa. Kita terlambat karena sudah digariskan seperti itu, kita sudah berusaha sekuat kita, kita berlari dan tidak lagi berjalan. Kita juga melakukan apa-apa yang terbaik untuk mereka, tetapi garis kematian tetap tidak akan mudah untuk kita kalahkan. Garis kematian mereka telah menemui mereka lebih dahulu, meski lewat cara yang sangat mengerikan. Garis kematian tidak akan bisa dilewatkan dan didahului begitu saja. Mereka telah diterima di sisi-Nya, mereka telah berada di tempat yang jauh lebih baik dari saat ini, mereka tidak lagi harus berjuang di tengah-tengah busuknya dunia manusia yang dikendalikan oleh para makhluk hitam yang berkeliaran." Anderson perlahan duduk setengah berlutut di samping para mayat, ia menggenggam kalungnya erat, dan dengan sebelah tangan lainnya ia menutup mata para jasad yang ada di sana dan mulai mendoakan mereka satu per satu.

"Semoga Tuhan menyertai jiwamu, semoga jiwamu kini telah tenang dan kembali pada tempat yang seharusnya. Amen." Anderson bergumam perlahan dengan matanya yang terpejam, keduanya tampak menundukkan kepala dan membiarkan hening menyelimuti keadaan sekitar seolah mereka tengah memberikan penghormatan terakhir bagi para korban. Perlahan Anderson berdiri, menghisap rokok yang sudah ia nyalakan dan menatap junior yang ada di dekatnta tersebut. "Apa kau sudah hubungi yang lain? Kita butuh banyak tangan untuk membereskan semua kekacauan ini. Dan aku yakin mereka tidak akan datang secepat itu, mereka pasti cukup kesal karena aku memutuskan untuk datang ke lokasi kejadian dibanding menemui atasan mereka lebih dahulu. Aku selalu berdoa utuk kelanjutan umat manusia agar terlepas dari rasa angkuh yang dapat menggerogoti jiwa suci yang manusia miliki." Anderson menggelengkan kepalanya perlahan. Hari ini adalah hari pertama kedatangannya ke Bukares setelah kepolisian Bukares meminta bantuannya secara resmi. Anderson tidak pernah merasa ia sehebat itu untuk dipanggil secara resmi oleh Negara lain, hanya saja jika bantuannya benar-benar dibutuhkan maka ia tidak akan pernah ragu untuk mengulurkan tangan.

Terutama setelah ia membaca kejanggalan-kejanggalan yang terjadi pada kasus yang menyeret nama Hex di dalamnya, Anderson tidak pernah mendengar nama Hex sebelumnya, ia sempat tidak percaya jika organisasi atau para warga Bukares biasa menyebutnya dengan bisnis jasa yang menawarkan mewujudkan segala macam bentuk permintaan dengan bayaran tertentu. Anderson bahkan sempat mengira jika Hex hanyalah cerita dongeng atau legenda belaka yang disebarkan secara luas di masyarakat untuk tujuan tertentu. Namun, semakin ke sini, semakin banyak deretan kasus aneh yang berkaitan dengan nama Hex. Karenanya Anderson pada akhirnya setuju untuk terbang jauh dari Inggris menuju Bukares hanya untuk membantu kepolisian Bukares yang berkata hampir lepas tangan mengenai kasus Hex.

"Sudah, Pak. Mereka berkata akan datang dalam waktu lima belas menit. Juga seperti biasanya, tidak ada bukti yang dapat mengarahkan jika pelaku utama pembunuhan sadis keluarga ini adalah organisasi bernama Hex itu, meski beberapa orang jelas mengatakan mereka melihat sekelompok pria asing dengan pakalan nyentrik datang bertamu beberapa hari lalu bersama seorang gadis kecil. Dan berdasarkan penelitian, ada tiga orang anak yang tidak ditemukan di sini. Tidak ditemukan jasadnya dan juga tidak ditemukan tanda-tanda mereka masih hidup di sekitar sini. Kami menyimpulan jika anak-anak itu sengaja dibawa lari dan dibunuh di tempat lain, atau mereka dijual pada sindikat hitam yang menerima dan menyalurkan organ dalam ilegal. Untuk hal itu, kami masih melakukan penyelidikan Pak." Si junior menatap pasti Anderson, pandangannya tegas dan tidak terlihat ragu sedikit pun. Si junior yang tidak pernah goyah ketika melihat berbagai kematian dan jasad yang mereka temukan, atau tidak pernah merasa aneh ketika harus berhadapan dengan sosok yang tidak bisa disebut sebagai manusia

Anderson mengangguk perlahan ketika mendengarkan penjelasan dari juniornya. Langkahnya gontai, terasa begitu berat dengan embusan napas yang juga tidak terasa biasa. Anderson mendongak, menatap pada langit yang tak lagi terlihat biru dan cerah. Warnanya kelabu, tertutup banyak awan dan menyembunyikan sinar Matahari yang hangat dan ramah. Anderson menghisap rokoknya lagi, membiarkan gumulan asap memenuhi rongga dada dan tenggorokannya, membiarkan racun-racun itu kembali memenuhi tubuhnya yang ia rasa dingin dan mulai dipenuhi rasa amarah. Anderson paham betul jika emosi tidak akan membantunya sama sekali, terlihat marah atas kematian atau pun atas apa yang Hex lakukan tidak akan membantunya menyelesaikan apa-apa. Maka sebaliknya, itu hanya akan membuatnya menerima kegagalan dan membiarkan hatinya menjadi hitam. Anderson tidak akan pernah membiarkan jurang kegelapan itu juga menelannya, ia tidak akan biarkan makhluk bersayap gelap dan lebar itu mencolek jiwa dan kewarasannya. Anderson memejamkan mata perlahan, menarik napas dalam dan mengembuskannya lagi.

"Apakah semua dokumen yang menyangkut tentang Hex sudah ada di atas mejaku? Aku akan kembali ke kantor dan membaca tentang mereka lagi."

Si junior mengangguk cepat. Langkahnya setengah berlari menyesuaikan dengan langkah kaki Anderson "Ya Pak. Semuanya sudah disiapkan di atas meja, dan ruangan khusus untuk Anda juga sudah disiapkan oleh mereka. Kita bisa pulang lebih dulu dan membiarkan tim forensik yang mengurus jasad-jasad ini."
Anderson mengangguk, ia menurut pada ucapan juniornya. Kembali menyeret langkah kakinya menuju mobil yang sudah terparkir si bagian depan bangunan.

"Hex ya, hm. Tunggulah aku, aku datang untuk menghabisi kalian."

°°°

Hex [ Book One/ Complete ]Where stories live. Discover now