Page thirty two - Judgement

2 2 0
                                    

°°°

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

°°°

"Masuk ke kamar sekarang." Suara langkah kaki yang berasal dari luar kamar terdengar dengan jelas, bersautan dengan suara seorang wanita paruh baya yang terdengar gemetar dan penuh dengan ketakutan. Tatapan mata wanita itu nanar, la menatap pada anak semata wayangnya yang selalu ia harapkan akan tetap selamat hingga akhir hayat. Anak lelaki miliknya baru menginjak usia sembilan, belum tergolong besar dan tidak lagi bisa dikatakan terlalu kecil. Namun, karena beberapa alasan, wanita paruh baya ini tidak bisa membiarkan anaknya menikmati hidup seperti anak-anak lainnya. Dan karena itu, Si wanita merasa begitu bersalah, ia merasa tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena telah membuat putranya harus hidup dengan cara yang seperti ini.

"Tapi Bu, aku baru saja keluar kamar. Ibu bilang aku boleh main hari ini." Anak lelaki itu memasang raut wajah kecewanya, benar adanya, ia baru saja keluar dari kamar empat puluh menit yang lalu tepat setelah Ibunya pulang dari bekerja. Karena ketika Ibunya pergi bekerja, ia harus masuk ke kamar dan mendengarkan rekaman-rekaman pelajaran yang didapat dari teman kerja Ibunya. Ibunya selalu bilang, jika kamar adalah tempat paling aman dadi seluruh bagian rumah, dan anak lelaki tentu selalu percaya pada Ibunya.

"Masuk!" Suaranya meninggi, Si wanita merasa ia tidak punya cukup waktu untuk membujuk anak lelakinya agar mengerti dan mau masuk ke dalam kamar. Pria jahat dan menjijikkan ada di dalam rumah, dan pria itu berbahaya. la bisa saja menyakiti anak lelaki kesayangannya seperti pria itu menyakitinya. Si wanita harus berusaha lebih keras agar pria menjijikkan itu tidak dapat menyentuh anak lelakinya. Si wanita menajamkan pandangan, ia menatap tegas pada anak lelaki yang wajahnya baru saja terlihat senang. Dalam relung hati yang paling dalam, tentu saja Si wanita tidak pernah merasa tega harus terus menerus mengurung anak lelakinya di dalam kamar dan jarang sekali membiarkannya bermain di luar rumah. Melihat wajah sedih dan kecewa anak lelakinya adalah hal yang membuat hatinya hancur.

Anak lelaki menundukkan kepala, perlahan ia beranjak dari tempatnya berdiri dan berlari kecil meninggalkan sosok wanita paruh baya itu sendirian.

Sejujurnya anak lelaki tahu kenapa ia disuruh lekas masuk ke dalam kamar oleh Sang Ibu, tidak lain dan tidak bukan larena laki-laki yang ia dan Ibunya benci itu datang, Ibunya selalu meminta anak lelaki untuk masuk kamar dengan alasan keamanan. Anak lelaki juga mengingat saat Ibu memarahinya karena anak lelaki tidak memanggil pria tua itu dengan panggilan Ayah sebagaimana mestinya, tapi menurut anak lelaki, pria itu terlalu jahat untuk jadi seorang Ayah. Anak lelaki segera menutup pintu rapat-rapat, pintu kamarnya sudah sangat lapuk dan terlihat seperti akan roboh sebentar lagi. Anak lelaki yakin pintu kamarnya jadi semakin rusak karena pria jahat yang harusnya ia panggil dengan sebutan Ayah itu sering menendangnya, meski keesokan hari Sang Ibu akan berkata jika pintu kamar anak lelaki akan segera diperbaiki.

Anak lelaki berbaring di atas tempat tidur perlahan, tubuhnya selalu merasa sakit saat harus berbaring di sana. Kasur yang anak lelaki miliki terlalu keras sehingga ia selalu saja kesulitan tidur, dan lagi ada deretan boneka berukuran besar seperti Ibunya yang tertumpuk di atas lemari besar yang ada di dalam kamarnya itu tampak hidup dan menatap lurus ke arah anak lelaki. Anak lelaki selalu merasa ketakutan ketika harus menatap balik mata yang terbuat dari kaca tersebut, anak lelaki buru-buru memejamkan matanya untuk tidak lagi memandang, boneka koleksi milik pria jahat itu selalu terlihat mengerikan. Dengan mata yang terpejam, anak lelaki berpikir, ia tidak tahu kenapa pria jahat itu senang bermain dengan boneka besar yang mirip seperti manusia nyata, apalagi semua boneka koleksinya adalah boneka perempuan. Anak lelaki tidak habis pikir, akan diapakan boneka-boneka itu sebearnya, bagaimanapun anak lelaki berpikir ia tidak dapat menemukan alasan dibalik pria jahat itu mengoleksi boneka yang mirip dengan perempuan sungguhan itu.

Hex [ Book One/ Complete ]Where stories live. Discover now