Page twenty four : The Fearful Man

7 2 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


°°°

Rosevalt menyalakan instrumen klasik yang ada di dalam ruangan Thromp, memejamkan mata perlahan sebelum mulai menari mengikuti alur irama.

Rosevalt tertawa, perlahan ia mendongak menatap ke arah Thromp yang tergantung dengan wajah dan kondisi yang mengenaskan. Matanya melotot dan lidahnya terjulur keluar, Thromp telah menerima kematiannya, jiwanya telah dibawa oleh malaikat maut menuju jurang penghabisan. Rosevalt berhenti bergerak, lalu ia menatap lagi pada Thromp yang mendapatkan kesempatan meninggalkan dunia lebih dulu tersebut, dalam benak, Rosevalt mengumpat: kalau saja aku juga bisa menyapa kematian dan benar-benar meninggalkan dunia busuk ini. Kalau saja aku yang ada di posisinya, ah betapa beruntung, betapa beruntung orang-orang yang dapat bertemu maut. Rosevalt tersenyum, ia berbalik dan berjalan meninggalkan ruangan tersebut. Perlahan ia kembali menutup pintunya dan membiarkannya tanpa dikunci, para pelayan harus segera tahu tentang kematian Thromp, sehingga rencananya dapat kembali berlanjut ke sesi selanjutnya. Dan Rosevalt begitu tidak sabar untuk menyaksikan akhir dari panggung drama yang manusia ciptakan kali ini, Rosevalt sungguh tidak sabar untuk tertawa lepas dan keluar dari bosannya.



Belum jauh Rosevalt melangkah, ia telah mendengar suara teriakan pelayan karena apa yang mereka lihat. Tidak ada manusia yang tidak akan berteriak ketika saling sapa pada maut, insting seorang manusia akan segera muncul untuk menyelamatkan diri mereka dari kejaran makhluk hitam dengan sabitnya itu. Padahal, bagi Rosevalt itu adalah keajaiban. Satu keajaiban yang tidak dapat ia terima, satu keajaiban yang selalu Rosevalt tunggu dan impikan.

Sayangnya keajaiban yang seperti berwarna merah jambu itu bahkan tidak pernah sedikit pun tampak batang hidungnya. Rosevalt mengembuskan napas perlahan, dalam hening, dalam diam, dalam bisu ia menunggu. Tatapan matanya meluas dan memerhatikan tiap-tiap langkah manusia yang bergerak mendekat pada ruangan tersebut, hingga satu langkah, satu bayangan yang mendekat ke sana dan membuatnya menyeringai lebar. Rosevalt mendapati Yoanne dan Rakesh juga ikut memeriksa ruangan tersebut, dalam jarak yang cukup, Rosevalt dapat melihat air muka Yoanne yang tidak dapat dijelaskan: penuh rasa bersalah, penyesalan, bingung hingga kesedihan yang luar biasa besar. Air muka yang indah dan sungguh sedap dipandang mata, sementara Rakesh tengah mempertaruhkan dirinya dengan kemampuan akting dan pura-pura ketidaktahuan atas apa yang terjadi. Rakesh memeluk tubuh Yoanne dengan kedua tangannya dan perlahan membawa istrinya keluar dari sana, Rosevalt tahu betul jika Rakesh sudah sangat tidak sabar untuk naik ke jenjang selanjutnya. Rakesh sudah sangat tidak sabar untuk segera melihat istrinya digeret ke rumah sakit jiwa. Seperti dirinya yang sangat tidak sabar untuk menonton pertunjukkan selanjutnya.


Kini jasad Thromp sudah dibereskan, para pelayan sibuk menyiapkan pemakaman sementara sebagian lainnya tengah sibuk membereskan ruangan yang Thromp pakai, juga ada beberapa dari mereka yang mencoba memberitahu keluarga Yoanne lainnya karena kejadian ini. Rosevalt menatap sekitarnya, otaknya tengah berpikir, akan ke mana langkah selanjutnya. Apakah pada Anna atau pada Yoanne. Bola mata Rosevalt melirik liar hingga ia berfokus pada Yoanne yang ditinggalkan Rakesh sendirian, Rosevalt menyeringai, ia melangkah mendekati Yoanne dengan hening tanpa ada suara sedikit pun.

"Halo." Rosevalt menatap Yoanne lurus, nada suaranya pelan, tidak mengejutkan dan tidak juga dapat didengar orang lain. Seolah Rosevalt saat ini sengaja tengah berbisik pada Yoanne. Yoanne menatap kaget Rosevalt, pada wajah asing yang tidak pernah ia lihat dan pada senyum mengerikan yang terpatri di wajahnya. Yoanne menggerakkan kursi rodanya menjauh dari Rosevalt, sebaliknya, pria asing yang baru saja menghabisi Thromp itu terkekeh karena apa yang Yoanne coba lakukan. Rosevalt menahan pegangan kursi roda tersebut, berdiri di belakang Yoanne dan mendorong Nyonya rumah keluarga Longbotton itu menjauh dari ruang utama.

"Nyonya, saya Rosevalt. Senang bertemu Anda, apa Anda tidak tahu siapa saya? Sayang sekali, karena suami Anda sangat mengenal saya." Rosevalt melirik ke arah Yoanne singkat, setelah memastikan tidak ada siapa-siapa lagi di sana, Rosevalt melangkah maju agar dapat menatap wajah Yoanne dengan jelas. "Anda pasti sangat terkejut dengan apa yang terjadi, benar? Nyonya, janganlah takut, janganlah khawatir. Semua ini telah direncanakan oleh suami tercinta Anda, semua hal ini telah ia susun dengan sangat rapi. Karenanya Nyonya, tunggulah, tunggulah dengan sabar giliran Nyonya. Tidak lama setelah suami Anda menghabisi Thromp, beliau akan segera mengulurkan tangannya pada Anda. Ah, Anda kaget dan tidak percaya jika Thromp sebenarnya tewas terbunuh? Ya Nyonya, iya benar. Thromp tewas oleh tangan suami Anda, pria malang yang Anda minta untuk melindungi diri Anda dan suami Anda malah berakhir mati di tangan orang yang ia lindungi. Sungguh kisah hidup yang tragis, dan apakah Nyonya tahu jika saat ini Istri Thromp tengah hamil anak pertama mereka? Namun, sayang sekali, sungguh sayang sekali. Dia akan segera menerima kabar kematian suaminya, anak yang dikandung tidak akan memiliki Ayah dan mereka akan jadi keluarga berantakan. Ah, Nyonya, jangan menyesali semuanya, jangan seperti ini. Ya benar, semua ini karena salah Anda, kematian Thromp adalah kesalahan Anda, penderitaan yang akan ditanggung Istri dan anaknya nanti adalah kesalahan Anda. Dapatkah Nyonya bertanggung jawab?" Rosevalt menutup mulutnya erat, agar ia tidak tertawa karena melihat air muka wanita lembut yang sampai akhir begitu mencintai suaminya ini.

Hex [ Book One/ Complete ]Where stories live. Discover now