Prolog

1.8K 145 97
                                    

Suara bambu diseret menyita perhatian 2 orang laki-laki yang ada di sebuah bangunan bekas bengkel

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara bambu diseret menyita perhatian 2 orang laki-laki yang ada di sebuah bangunan bekas bengkel. Terlihat 3 orang laki-laki yang menyeret bambu kuning, lengkap dengan daun-daunnya. Kira-kira panjangnya sekitar 10 meter.

Qing Caksusrawa menepuk jidatnya, teman-temannya memang tidak ada yang benar. Sebelumnya dia meminta semangkuk kecil garam, dibawakan 1 baskom. Dia minta 3 siung bawang putih, dibawakan 1 kilogram.

“Nih!” Mereka menjatuhkan bambu yang mereka bawa tepat dihadapan Qing.

“Guntingnya?” tanya Qing.

“Oh, tunggu!” seru salah-satu dari ketiganya. Daiva kembali berlari keluar, dan tidak lama kembali lagi.

Lagi-lagi Qing menggelengkan kepalanya, yang dia minta hanya gunting kecil mengapa dibawakan gunting rumput? Perintah terakhir, jangan sampai salah juga. “Peniti?”

“Bentar!” Kevi merogoh saku celananya, membuat Qing bernapas lega. Namun kelegaannya tidak berlangsung lama, setelah Kevi memberikannya 1 bungkus peniti.

“Woy, elah!” geram Qing, “gue minta 5 cm, kenapa lo bawa saleunjeur! Gunting kecil tai, dan peniti. 1 aja, lo mau gue pakein di mulut lo pada!?”

Daiva, Kevi dan Taro, kompak berjalan mundur 1 langkah. Mereka sudah berusaha memenuhi tugas dari Qing, tapi tidak bisa. Mereka takut salah seperti sebelumnya.

“Ya gak apa-apa atuh Qing, kan bisa kita buat bangku sisanya!” debat Daiva yang tidak terima disalahkan karena membawa 1 pohon bambu.

Kevi berujar, “gue udah keliling banyak warung nanyain gunting kecil, tapi gak ada.”

Qing berkacak pinggang kemudian bertanya, “terus itu gunting rumput dari mana?”

“Punya Pak Wawan,” jawab Kevi pelan.

Qing mengepalkan kedua tangannya. Dia berusaha bersikap ramah, dengan mengangkat kedua sudut bibirnya. “Lo gak kapok maling barang-barangnya Pak Wawan?”

Ini bukan kali pertama Kevi melakukan pencurian di rumah Pak Wawan. Pak Wawan adalah seorang pria paruh baya, mantan narapidana yang tinggal seorang diri tidak jauh dari tempat mereka.

Kevi pernah ketahuan mencuri di sana, dan sempat mendapatkan hukuman. Namun sepertinya laki-laki itu belum juga kapok.

“Serius Qing, kali ini gue gak maling!” Kevi bersimpuh di hadapan Qing.

Benar. Kali ini Kevi mengambilnya dengan meminta izin terlebih dahulu, walau tidak tahu apa Pak Wawan mengizinkannya atau tidak. Kevi hanya berucap pelan saat meminta izin.

Tidak ingin mati penasaran, Taro memberanikan diri untuk bertanya, “lagian lo mau apa, sampe minta kita bawa ini semua?”

“Jangan bilang, lo mau ngusir setan?” duga Daiva.

Sebelum menjawab, Qing menatap mereka bergantian. Setelahnya dia menatap ke tengah-tengah ruangan dimana ada seorang perempuan yang berdiri di sana, dan hanya dirinya saja yang bisa melihatnya. 

Mereka semua kompak mengikuti arah pandang Qing. Taro tiba-tiba memegangi belakang lehernya, ketika merasakan adanya hawa dingin. Kevi juga merapat pada Daiva, saat merasakan bulu-bulu tangannya berdiri. Daiva sendiri berusaha mengendalikan diri.

Harjun yang semula diam saja, kini ikut bergabung bersama teman-temannya. Mereka memperhatikan Qing, yang sedang membuat sebuah lingkaran di tempat yang dia pandangi sedari tadi.

Bukan hanya lingkaran dari garam, Qing juga mengisi lingkaran itu dengan bawah putih, peniti, lalu gunting rumput dan beberapa ruas bambu kuning. Dia letakkan semuanya di tengah-tengah.

“Lo pikir ini mempan?”

Qing mendongak, saat perempuan itu melontarkan pertanyaan. Qing juga tidak tahu, dia hanya berusaha melakukan apa yang dia tahu.

Qing beralih menoleh pada teman-temannya. “Ada yang hapal surah Yaseen, doa-doa pengusir jin, atau setan?”

Daiva mengangkat tangannya. Di hapal, tapi apa dia sanggup melakukannya? Sedangkan dia tidak tahu sedang berurusan dengan makhluk apa.

Setelah mendapat perintah dari Qing, Daiva maju untuk memberanikan diri. Qing menatap perempuan itu seksama, dia berharap pengusiran kali ini berhasil. Dia lelah diikuti perempuan itu terus.

Daiva sudah membaca banyak doa, tapi perempuan itu nampak biasa saja. Dia malah terlihat menikmati setiap lantunan ayat suci dari mulut Daiva.

“Udah pergi?” tanya Daiva.

Qing menggeleng, membuat Daiva kembali berlari menuju teman-temannya. Sepertinya makhluk yang berhadapan dengan Qing, bukan sembarang makhluk.

“Apa yang bisa bikin lo pergi dari hidup gue?”

“Kematian lo!”

Gimana, lanjut gak?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gimana, lanjut gak?

Note:

Takutnya ada yang salah paham.

Daiva : cowok

Kevi : cowok

CAKSUSRAWA Where stories live. Discover now