11. Jadi-jadian dan gentayangan

244 47 65
                                    

Yang lo perlu tahu bukan namanya, tapi kenangannya.”

_Harjun Vijendra_

𝚅𝚘𝚝𝚎 + 𝚔𝚘𝚖𝚎𝚗 𝚍𝚞𝚕𝚞 𝚢𝚊!シ︎

Happy reading

11. Jadi-jadian dan gentayangan

Sudah 2 hari berlalu, sejak Qing pulang dari Bandung. Sejak saat itu pula, dia belum bertemu dengan Queen. Qing yang bahkan tidak tahu nama Queen, kebingungan harus mencarinya kemana. Setiap saat, dia hanya bisa menunggu kedatangan perempuan itu.

Bukankah Qing seharusnya senang? Kini hantu yang mengganggunya sudah tidak ada. Namun entah mengapa, dia justru merasa khawatir. Qing selalu terbayang wajah Queen yang ketakutan, perempuan itu tidak meninggal, kan?

Selain itu. Qing juga masih penasaran, siapa hantu laki-laki yang saat itu membawa Queen pergi? Benar, kala itu bukan Qing yang membawa Queen pergi, melainkan hantu laki-laki itu.

“Lo kenapa?” Taro bertanya, ketika menyadari Qing hanya diam.

Tidak hanya Taro. Mereka yang saat ini sedang berteduh di bawah pohon rindang pun bertanya-tanya, sejak pulang dari kampung halaman Daiva, ada yang berbeda dengan Qing. Mereka juga tidak mengerti, mengapa Qing tiba-tiba ingin pulang di keesokan harinya?

“Kenapa?” Qing malah balik bertanya.

Kavi yang semula rebahan, kini bangkit. “Lo beda sejak pulang dari Bandung.”

“Perasaan biasa aja.” Qing enggan mengakui, jika dalam kepalanya sedang bergelut banyak pertanyaan.

“Jun, Qing beda, kan?” Tak puas dengan jawaban Qing, Daiva bertanya pada Harjun. Hanya laki-laki itu yang bisa mengetahui Qing berbohong atau tidak.

Harjun yang semula asik membaca buku sambil bersandar pada pohon, menoleh sekilas dengan kepala mengangguk. Walaupun tanpa diutarakan, dia juga bisa merasakan apa yang teman-temannya rasakan.

“Tuh kan!” seru Daiva.

“Apa ada orang, yang manggil gue dengan sebutan Rawa?”

Mereka semua diam. Panggilan itu identik hanya dengan satu orang dan dia adalah orang yang Qing lupakan, serta orang yang berusaha mereka sembunyikan.

“Gue rasa gak ada.”

Qing bisa melihat ada kebohongan di sana. Kavi jika berbohong selalu kentara, dia akan selalu menghindari kontak mata. “Gue tau lo bohong!”

Ingin melindungi sahabatnya, Taro tertawa garing. “Itu panggilan lo waktu kecil, kita selalu iseng manggil Lo begitu.”

Taro tidak sepenuhnya berbohong. Saat masih kecil, itu memang panggilan mereka untuk Qing. Namun ketika beranjak dewasa, mereka perlahan merubah kebiasaannya.

“Gue rasa bukan cuma itu?” Qing akan berusaha mengulik informasi sebanyak mungkin. Dia tidak bisa lagi hidup dalam kebohongan. Dia pantas tahu, apa yang terjadi dimasa lalu. “Ada perempuan yang dateng ke mimpi gue, dia sering manggil gue dengan sebutan itu.” 

Perempuan? Mereka tentu bisa langsung menebaknya. Setelah meninggal pun, ternyata perempuan itu masih mengkontaminasi kehidupan Qing. Walaupun tahu Queen belum meninggal, bagi mereka kenyataannya memang seperti itu.

“Itu mungkin cuma delusi lo aja, lo kan baru bangun dari koma.” Daiva bangkit, tidak ingin percakapan itu terus berlanjut.

Ketika Qing akan kembali mengatakan sangkalannya, Kavi lantas memotong, “udah bel, setelah ini pelajaran Bu Tari.”

CAKSUSRAWA Where stories live. Discover now