7. 3 anak Adam

258 57 75
                                    

Aku ingin menjadi cintanya, mengapa malah jadi saudaranya?”

“Aku ingin menjadi cintanya, mengapa malah jadi saudaranya?”

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

7. 3 anak Adam

“My bro udah balik sekolah, kenapa gak istirahat dulu?” sapa Taro, ketika Qing turun dari mobil Aditya.

“Kamu tahu sendiri bagaimana Qing,” sahut Aditya yang ikut turun. Sejak semalam dia sudah meminta Qing untuk istirahat, tapi dasar anaknya keras kepala, tetap ingin sekolah.

Mereka tertawa. “Om tenang aja, di sekolah ada kita-kita! Kita gak akan biarin Qing kecapean!” kata Daiva.

“Ya sudah, om titip, ya!” Aditya menepuk pundak putranya, lalu kembali masuk kedalam mobilnya.

Daiva, Taro dan Kavi kompak menghormat pada mobil Aditya yang perlahan pergi meninggalkan pelataran sekolah. Tidak lama sebuah mobil putih kembali datang, kemudian terparkir di dekat mobil Kavi. Harjun, laki-laki itu turun dengan gayanya yang selalu menyihir setiap mata yang melihat.

“Gue yang cowok aja suka, pantesan cewek-cewek tergila-gila,” gumam Kavi, dia terkagum-kagum melihat ketampanan Harjun yang menguar kemana-mana.

“Gak heran sih, soalnya punya darah Korea.” Benar kata Daiva, Harjun ini blasteran Indo-korea. Ibunya yang asal Korea, tapi sayang meninggal dalam sebuah kecelakaan.

“Kira-kira dia bakal pilih jadi warga negara mana, kurang dari 1 tahun lagi dia kan udah 18?” Taro menerawang jauh tentang masa depan.

Mengingat sekarang Harjun masih memiliki 2 kewarganegaraan, tentu nanti akan diminta memilih bukan? Daiva mengetuk-ngetuk dagunya, dia tatap Harjun dari kaki hingga kepala. “Kalo lo jadi warga Korea, artinya lo bakal wamil dong?”

Harjun mengangguk. Namun sepertinya tidak akan, karena Harjun sudah memantapkan pilihannya. Dia akan tetap memilih sebagai warga negara Indonesia, dia lahir di tanah ini, keluarganya pun ada di sini, jadi dia tidak akan meninggalkannya.

Hani—ibu Harjun, menikah dengan ayahnya tanpa restu orang tua. Wanita itu sudah meninggalkan keluarganya yang ada di Korea dan Harjun tidak pernah mengenalnya, baginya, keluarganya hanya mereka yang kini tinggal dengannya.

Qing hanya bisa menyimak percakapan mereka. Dia tidak mengingat apapun, jadi hanya mengumpulkan informasi yang secara tidak langsung teman-temannya bagikan. Pun seperti Queen, bukan karena dia melupakan semuanya, tapi karena tidak akan ada yang mendengarnya selain Qing.

“Shafana!” panggil Kavi.

Perempuan yang sedang berjalanan beriringan dengan sahabatnya itu menoleh, dia mendekat dengan senyum mereka. “Kamu udah masuk Qing, kenapa gak istirahat aja dulu?”

“Gue emang gak pinter, setidaknya kehadiran gue bagus.” Qing sempat melihat perjalanan nilainya selama bersekolah dan dia simpulkan jika dirinya bukan anak yang pintar. Dengan nilai-nilai seperti itu, hanya kehadirannya yang bisa sedikit menolong.

CAKSUSRAWA Where stories live. Discover now