Part 29

3.4K 285 3
                                    

Zee menatap miris ke arah Dimmy, Celmo, Ray, dan King. Tampak di kedua matanya mereka duduk saling berjauhan. Dimmy bersama King, dan Celmo bersama Ray. Persahabatan mereka benar-benar hancur. Kini Zee hanya bisa berharap pada Ray dan King, semoga dua anak itu bisa kembali membuat Dimmy dan Celmo akur. Tetapi sepertinya tidak mungkin, buktinya mereka malah duduk berjauhan seperti itu. Ya, Zee tidak mengetahui rencana King dan Ray yang sebenarnya ingin menyatukan Dimmy dan Celmo kembali.

'Gue harus apa ... gue harus apa...' Zee menelungkupkan seluruh wajahnya di antara tangan-tangannya di atas meja. Pikirannya benar-benar kacau! Sejak pagi tadi ia pun tidak konsentrasi terhadap pelajaran.

"Oke, Anak-anak! Bagaimana latihannya? Apa sudah selesai?" Mrs. Erin, sang guru IPA kelas 10 yang sekarang juga mengajar di kelas 11 memasuki kelas 11-G dan langsung bertanya.

"Sudah, Ma'am!!!" koor anak-anak serempak. Mrs. Erin mengangguk puas.

"Baiklah, silakan kumpulkan tugas kalian di depan! Tuan Pallas, nanti tolong kamu bawa buku-buku ini ke kantor guru, letakkan di meja saya," Mrs. Erin segera berbalik, kembali pergi dari kelas 11-G.

Ray yang diperintahkan seperti itu nampak bersungut-sungut. "Kenapa harus gue?!" teriaknya.

"Takdir itu, haha."

"Jalanin aja semua yang ada, Raynald ... kelak kamu akan menemukan kebahagiaan di dalamnya. Ingat, setelah kesusahan, pasti ada kemudahan!" Ernest menceramahi Ray, mirip benar dengan ustadz-ustadz yang suka ceramah di bulan puasa. Ray hanya mendelik kesal.

Zee tidak peduli terhadap candaan teman-teman sekelasnya yang rada-rada itu. Ia langsung bangkit, berjalan ke meja guru untuk mengumpulkan buku latihannya. Saat ia ingin meletakkan buku itu....

"Eh, maaf," Zee segera mengambil buku seseorang yang terjatuh karenanya. Ia berjongkok, dan sedikit terkesiap membaca nama yang tertera di sampul buku tersebut. Celmo R. Crown kelas 11-G. Zee buru-buru bangkit, menatap Celmo dengan canggung dan menyodorkan buku itu. Celmo menerimanya dengan ragu. Ia sama canggungnya.

"Makasih," ucap Celmo pelan. Ia segera meletakkan buku latihannya di atas meja guru. Zee hanya mengangguk pelan, kemudian segera berbalik badan dan kembali ke tempat duduknya. Tiba-tiba Celmo teringat sesuatu. Perkataan Zee! 'Cel, gue juga...' kata-kata Zee yang itu terus berputar-putar di otaknya. Apa maksud Zee berkata demikian? Celmo tidak tahu apa yang akan Zee katakan setelah itu karena ia keburu mencium Zee duluan. 'Ah elah, gue harus ngomong sama dia sebelum ngurusin masalah gue sama Dimmy!' Celmo bertekad dalam hati.

Sementara di tempat duduknya, Zee tengah mendengarkan musik lewat headset miliknya, sementara pikirannya melayang ke mana-mana. Ia sempat menatap wajah Celmo sekilas tadi sebelum akhirnya kembali ke tempat duduknya. Wajahnya terlihat amat lesu dan lelah, dan ada luka memar seperti bekas pukulan di sudut bibir kirinya. 'Apa Celmo sama Dimmy berantem ya? Aduh, gue pusing...' Zee tak habis pikir. Ia mencengkeram erat kepalanya kala ponselnya bergetar. Ada pesan Line yang masuk rupanya. Zee langsung mengeceknya. 'Celmo? Ngapain?' jujur, Zee masih agak canggung dengan Celmo. Dengan segera, gadis itu membaca pesannya.

Celmo: Gue tunggu di taman sekarang. Cepet, gue mau ngomong. Jangan sampe yang lain tau.

Deg. Jantung Zee berdebar seketika. Ia melirik ke arah Celmo yang memasukkan ponselnya ke saku dan berjalan pelan keluar kelas.


Zee menatap ke arah punggung seorang siswa yang sedang terduduk di bangku taman, membelakanginya. Zee meyakinkan dirinya sendiri, lalu melanjutkan langkahnya menuju lelaki itu. "Ehm," Zee sedikit berdeham, perlahan duduk di sebelahnya. Lelaki itu menoleh dengan tatapan tajamnya. "M-mau ngomong apa?" tanya Zee terbata.

Achilleo AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang