Part 2

10.7K 719 2
                                    

Zee memakan makan malamnya dengan malas. Ia hanya mengaduk-aduk spagettinya dengan garpu.

Suasana ruang makan sangat ramai dan dipenuhi oleh murid-murid kelas 10 sampai 12. Ada yang bergerombol, ada juga yang sendiri-sendiri. Zee duduk bersama Joy dan Elle, kedua teman barunya sekaligus teman sekamar plus sahabat barunya (mungkin).

Joy yang sedang sibuk mengunyah makan malam bagiannya menatap Zee. "Zee, dimakan dong spagettinya, jangan diaduk-aduk sama diliatin doang. Nggak suka sama makan malamnya ya?" tukas Joy setelah ia menelan spagettinya. Zee melirik sekilas, lalu tersenyum dipaksakan. Ia mulai menyuapkan segulung spagetti di garpunya dan melahapnya. "Nah ... gitu dong!" ujar Joy. Zee diam tak menanggapi. Suasana hatinya sedang kacau gara-gara Vallen. Entah anak itu sedang makan malam bersama siapa di ruangan sebesar ini. Masa bodoh, ia tidak peduli.

"Sumpah ya, kenapa sih kita harus sekamar sama tu anak? Ngeselin," gerutu Zee. Joy hanya mengangkat bahunya.

"Ga tau. Dia emang rada nyebelin sih—"

"Bukan rada lagi, emang nyebelin!" Zee memotong ucapan Joy. Elle tergelak seketika.

"Ternyata bener ya, lo sama Vallen bakal rebutan kasur," celetuk Elle. Zee sedikit tersedak. Tiba-tiba, ia teringat percakapan pertamanya dengan Elle tadi sore di koridor asrama.

"Kok lo bisa tau sih gue sama tu anak bakal rebutan kasur? Lo bilang, 'nanti jangan berebutan kasur sama temen kita yang lain ya'. Gitu kan? Kok bisa..." Zee tak habis pikir. Ia menatap Elle dengan penuh tanda tanya.

Elle mengangkat kedua alisnya, lalu tersenyum. "Gue punya kemampuan ngeliat masa depan, gak masa depan juga sih. Maksud gue ... apa yang akan terjadi setelah ini, tapi tergantung mood, situasi, dan kondisi. Biasanya sih jangka pendek, tapi untuk jangka panjang ... susah! Jarang gue asah soalnya," akhirnya Elle menguak tentang kepribadiannya. Zee dan Joy menatap Elle dengan takjub. Mereka sama-sama terbelalak kagum. "Apa sih? Haha."

"A-apa? Jadi ... lo indigo?" Zee sedikit terbata.

Elle tertawa renyah sambil mengibaskan tangannya. "Bukan! Yah, mungkin termasuk sih, tapi intinya, gue nggak mau dibilang indigo," jawab Elle. Zee hanya mengangguk mengerti.

"Jadi karena kemampuan kamu itu yang bikin kamu bisa masuk Achilleo?" tanya Joy. Elle mengangguk. Joy memperlihatkan wajah sumringahnya. "Jadi ... Elle tau dong aku bakal jadi apa nanti? Bakal dapat suami kayak gimana? Anak berapa? Bahagia atau nggak? Tau kan? Ramal aku dong!" Joy berisik seperti biasa, sampai anak-anak lain menoleh ke arah meja mereka bertiga.

Elle meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya. "Jangan berisik ah! Nggaklah, gue nggak mau ngeramal. Gue bukan peramal. Lagian penglihatan gue kadang-kadang nggak akurat, tergantung diri lo sendiri. Kalo lo bisa ngubah diri lo, mungkin masa depan lo alias takdir lo juga bisa berubah dengan sendirinya. Jadi itu semua tergantung diri masing-masing," jelas Elle. Joy hanya mengangguk mengerti, walaupun jelas terlihat di wajahnya bahwa ia sedikit kecewa. Zee hanya memperhatikan sambil meneruskan makan malamnya.

"Eh, gue mau ambil apel dulu di sana. Kalian mau?" tawar Zee sembari menunjuk sebuah meja makan bundar yang penuh dengan buah-buahan. Joy mengangguk, sementara Elle menggeleng. "Oke, gue aja yang ambilin. Tunggu sebentar ya."

***

Zee menghampiri meja bundar itu dan memilah-milah apel yang kelihatan paling enak dan besar. Ketika ia sudah mengambil dua buah apel pilihannya, ia segera berbalik untuk kembali ke tempat duduknya. Akan tetapi...

"RAAAYYY LIAT KE DEPAAAN!!!" teriak seseorang. Zee menoleh. Terlambat. Anak lelaki yang berlari kencang tanpa melihat ke depan itu sudah keburu menabraknya dan menyebabkan apel-apel yang dipegangnya terjatuh ke lantai. Zee menatap apel-apelnya dengan miris, lalu gantian menatap lelaki di hadapannya yang tak kalah terkejutnya melihat apel-apel yang kini sudah bonyok itu.

Achilleo AcademyΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα