Part 32

3.5K 270 2
                                    

Keesokkan harinya....

"Dimmy udah berangkat?" tanya Zee kepada teman-temannya yang sedang menunggu di parkiran Achilleo Academy, bersiap menaiki mobil van sekolah. Yang lain mengangguk.

Beberapa saat kemudian, Mr. Henry bersama supir pribadinya datang menghampiri mereka. "Sudah siap semuanya?" tanya Mr. Henry. Yang lain mengangguk, mengiyakan. "Kalau begitu, mari kira berangkat sekarang!" Mr. Henry menaiki vannya, duduk di paling depan. Yang lain pun segera menaiki mobil itu, menuju kediaman Dimmy.


Mereka menuruni mobil van satu-persatu, menatap sebuah rumah berpagar tinggi yang terdapat bendera kuning di depannya. Pagarnya terbuka lebar. Ada tenda yang cukup besar berdiri di halamannya. Banyak kursi yang berada di sana. Ada beberapa orang yang tengah terduduk di luar, tetapi ada juga yang di dalam.

"Anjir ... ini rumah Dimmy?" Ray menceletuk. Yang lain hanya terdiam, masih menatap pemandangan sekitar. "Wow..." ucap Ray lagi. Padahal rumahnya sendiri lebih besar dari rumah Dimmy. Ya, kini di depan mereka adalah sebuah rumah bertingkat bercat putih dengan halaman luas dan pagar yang tinggi.

"Nah, ayo kita masuk!" Mr. Henry mengajak murid-muridnya untuk memasuki rumah itu. Nampak orang-orang yang ada di sana menatap mereka dengan bingung. Mungkin orang-orang itu bertanya-tanya, siapakah mereka?

"Selamat siang..." Mr. Henry mengucapkan salam. Orang-orang yang ada di dalam rumah menoleh, tersenyum hangat walaupun kesedihan terpancar jelas dari wajah mereka. Mungkin mereka semua saudara atau kerabat dekat Dimmy.

"Ah, Mr. Henry! Silakan masuk ... ayo, temen-temen Dimmy ya?" nampak Sofie, kakak perempuan Dimmy, dengan wajah sembab habis menangisnya mempersilakan mereka masuk. Kedelapan anak itu mengekori langkah Mr. Henry. "Duduk dulu, Mister. Papa ... papa lagi di kamar...."

"Kalo Dimmy?" Ray memotong ucapan Sofie. King langsung menyenggol lengan anak itu, geregetan dengan sikap tidak sopan dan tidak tahu situasinya. Ray hanya menampakkan wajah polos seakan tak berdosa.

Sofie tersenyum dipaksakan. Ia duduk lesehan di hadapan Mr. Henry dan anak-anak didiknya. "Ah, itu masalahnya. Papa sama Abris lagi nenangin Dimmy di kamar. Padahal jenazah mama belom dateng, tapi Dimmy baru masuk rumah aja udah kebawa emosi. Dia hampir ngelukain kerabat yang dateng dengan amukannya," Sofie berkata lirih. Anak-anak itu saling berpandangan. "Ahahah ... maaf ya, Dimmy bikin masalah terus ya? Dia ... dia emang begitu."

"Nggak kok, Kak. Kita maklumin," ucap Zee pelan. Sofie hanya tersenyum tipis. "Kak, kita boleh ngeliat keadaan Dimmy gak?" tanya Zee, yang lain mengangguk, menyetujui. Begitu pula dengan Mr. Henry.

"Ah, boleh kok! Silakan, itu kamar Dimmy. Ayo, aku anter," ujar Sofie. Mereka pun mengikuti langkah gadis berumur 17 tahunan itu ke kamar yang ia maksud.

Saat Sofie membuka pintu kamar Dimmy, nampak Dimmy dan ayahnya sedang terduduk di atas ranjang, membelakangi mereka. Tuan Dino—ayah Dimmy, nampak sedang merangkul anaknya, menasihatinya. Tuan Dino langsung menoleh kala menyadari ada yang datang, begitu pula Abris, kakak lelaki Dimmy yang kebetulan ada di sana. Dimmy menoleh sekilas, lalu mengalihkan wajahnya lagi.

"Mr. Henry, selamat datang di rumah kami. Bagaimana kabar Anda?" Tuan Dino langsung bersalaman dengan Mr. Henry, juga memeluknya sekilas.

Mr. Henry tersenyum. "Saya baik. Anda sendiri?"

"Ya ... beginilah, Mister," Tuan Dino menjawab lirih, memaksakan diri untuk tersenyum.

"Ah, maaf. Kami, perwakilan dari Achilleo Academy, turut berduka cita atas meninggalnya ibunda dari Dimmy, Nyonya Vera. Semoga amal ibadahnya selama di dunia diterima di sisi-Nya," Mr. Henry berkata pelan. Semua yang mendengar mengaminkan doanya. Tuan Dino pun berterima kasih padanya.

Achilleo AcademyOù les histoires vivent. Découvrez maintenant