part 28

1.7K 160 4
                                    

Hanya berbekal kenekatan dan tidak punya pengalaman sama sekali dalam menaiki MRT, akhirnya disinilah Laras dan Manda berada. Entah di mana, mereka tidak mengenali tempat ini. Sudah sekitar tiga puluh menit berlalu, dan mereka tetap saja tidak mengetahui daerah ini.

Niat awal yang tadinya ingin mempercepat pekerjaan malah berakhir dengan naas. Ingin meminta bantuan pada Papa Manda pun malah akan mendatangkan bahaya bagi keduanya. Mengingat Manda dan Laras tidak ada izin sama sekali untuk pergi ke Jakarta. Manda menatap Laras dengan tatapan bingungnya. Mereka sudah persis seperti anak yang hilang ditengah keramaian kota.

"Ras, kita harus gimana?" Manda menjadi semakin panik, dia takut jika nanti mereka akan tersesat sampai malam. Manda tentu saja tidak mau tidur di pinggir jalan seperti orang terlantar.

Belum lagi jika orang tuanya sampai tau, akan panjang urusannya nanti. Manda yakin tidak akan lepas dari omelan Papanya kali ini.

"Manda tenang, kita gak boleh panik, Ok." Laras berusaha menenangkan Manda yang saat ini terlihat sudah sangat panik.

Tidak dipungkiri bahwa di dalamnya Laras juga tidak kalah panik, tapi dia berusaha tetap tenang karena rasa panik hanya akan membuat otak mereka berjalan dengan lamban. Laras kembali mendial nomor saudaranya yang tinggal di Jakarta, tapi nihil sudah beberapa kali panggilan tetap saja tidak mendapatkan jawaban dari sebrang sana.

"Gue udah telepon saudara gue yang ada di Jakarta, tapi dia gak angkat kayaknya lagi sibuk deh. Lo punya sepupu juga kan di Jakarta? Lo telepon dia aja."

"Kalau dia ngadu ke Papa gimana? Bisa mati kita di marahin Ras. Lagian dia juga lagi hamil, kasihan lah kalau suruh jemput kita kesini."

"Ya terus kita harus gimana Manda?" Laras sudah terlihat frustasi.

Dia menyesal selama hidupnya belum pernah mencoba belajar menaiki kendaraan umum seperti MRT ini, jika dia sudah berpengalaman kan pastinya hal seperti ini tidak akan terjadi. Manda menggeleng pelan, tidak tau harus memberi saran apalagi.

"Mending kita cari cafe terdekat aja dulu, dari pada capek-capek disini." Otak Laras membutuhkan istirahat sejenak. Dengan pergi ke cafe setidaknya mereka masih memiliki tempat untuk berteduh yang aman.

Laras menarik tangan Manda untuk mengikutinya. Hanya berjalan sekitar lima menit dari tempat sebelumnya, kini mereka bisa menemukan salah satu cafe yang mengusung tema garden.

Laras menghela nafas, setidaknya pemandangan tanaman yang hijau bisa sedikit menjernihkan pikirannya. Laras memesan dua minuman dan juga cemilan untuk mereka. Dia pun membawa Manda ke salah satu meja yang berada di ujung.

"Laras, gue takut." Mata Manda terlihat berkaca-kaca saat mengatakannya. Dan tidak membutuhkan waktu yang lama, air mata kini sudah mulai menetes dari pelupuknya.

"Jangan nangis hey, nanti dikiranya gue apa-apain Lo lagi." Laras mengusap-usap baju Manda. Beberapa pengunjung cafe yang tidak terlalu ramai sudah memandang dengan aneh ke arah keduanya.

Laras merasa maklum pada sikap Manda. Ini pertama kalinya mungkin Manda mengalami tersesat, mana di kawasan orang pula. Selama ini Manda kemana-mana pasti dengan orang tuanya, jika tidak pun pasti masih dalam pengawasan orang tua.

Tapi kali ini tidak, mungkin ini karma juga untuk mereka karena telah berani-berani kabur ke kota orang tanpa meminta izin pada siapapun.

"Manda jangan nangis, gue malu diliatin orang-orang." Laras mencicit. Dia terus berusaha menenangkan Manda.

Pelayan cafe pun datang dan meletakkan pesanan keduanya. Dengan segera Laras mendorong milkshake ke arah Manda dan menyuruh Manda untuk meminumnya.

"Minum dulu." Manda menyeruput milkshake itu hanya sedikit. Dia menghapus sisa-sisa air mata yang masih menggenang di pipinya.

Matanya yang sembab kini menatap ke arah Laras. Laras meraih minuman miliknya dan otaknya masih berjalan untuk memikirkan cara agar mereka bisa pulang dengan selamat.

Beberapa menit di habiskan Laras untuk berpikir. Hingga akhirnya suatu ide muncul di otak cantiknya. Laras pun menatap Manda dengan mata yang berbinar. Sepertinya ini adalah cara yang paling bagus dan ampuh agar mereka tidak mendapatkan omelan dari siapapun. Dan pastinya cara ini juga aman dan berpotensi untuk cepat selesai.

"Telepon Mas Arhan aja Manda, minta jemput sama dia. Dia pasti bisa diajak kerjasama." Laras menjelaskan dengan cara yang menggebu-gebu.

"Lo yakin?" Manda tampak terlihat kurang yakin dengan cara yang dimiliki Laras. Laras menjentikkan jarinya, dan mengangguk tanpa ragu.

"Seratus persen yakin. Lo mau urusan kita cepat selesai kan? Please Manda percaya sama gue, ini cara terkahir yang kita miliki." Laras mendramatisir, dia menyatukan telapak tangannya di depan dada. Seolah sedang memohon pada Manda.

"Gue coba." Manda akhirnya mengambil handphone dalam tas selempangnya. Dengan ragu dia mendial nomor Arhan.

Manda ragu jika panggilan ini akan diterima oleh Arhan, dan benar saja setelah beberapa kali berdering panggilan itu berkahir dengan tidak terjawab.

"Coba lagi Manda." Manda menghela nafas pasrah dan dia mencoba untuk menelepon Arhan kembali. Meksipun yakin jika panggilan tidak akan terjawab lagi.

"Halo." Namun suara dari sebrang sana mematahkan asumsi Manda.

Manda menatap Laras yang saat ini telah mengembangkan senyumannya. Laras mengisyaratkan pada Manda agar berbicara dengan Arhan mengenai masalah yang sedang dialami keduanya. Dengan ragu-ragu dan sedikit gugup akhirnya Manda menjelaskan kondisi mereka ke Arhan dan meminta tolong pada laki-laki itu.

"Kenapa bisa? Kalian ada dimana sekarang?" Nada suara Arhan terdengar lebih keras dari biasanya.

"Gak tau, aku gak kenal tempatnya Mas." Saking paniknya, Manda sampai tidak sadar telah memanggil Arhan dengan sebutan itu.

"Share Lock, sekarang saya kesana."

Bisa Manda dengar suara langkah kaki yang sangat cepat terdengar sebelum Arhan mematikan sambung telepon antara mereka. Manda dengan cepat membagikan lokasi tempatnya berada saat ini. Langsung terpampang centang berwarna biru disana.

"Gimana?" Laras bertanya dengan tidak sabaran.

"Mas Arhan otw kesini." Laras menghembuskan nafas lega. Dia pun mengucapkan rasa syukurnya berulangkali pada sang pencipta.

"Apa gue bilang, pasti cara ini gak akan sia-sia."

"Ya emang gak sia-sia, tapi gak enak lah sama Mas Arhan, dia pasti lagi sibuk kerja."

"Ya mau gimana lagi, Manda. Cuma ini cara satu-satunya." Manda mengangguk pelan. Dia lalu menyimpan handphonenya kembali ke dalam tas.

"Eh, wait, sejak kapan Lo manggil Mas ke Arhan?" Laras mantap Manda penuh curiga. Sedangkan Manda sendiri terlihat sedikit kaget dengan pernyataan Laras.

"Masa sih? Lo salah denger kali."

"Demi apapun gue gak salah dengar Manda." Laras masih menatap Manda dengan rasa curiganya.

"Gak tau, Mas Arhan yang minta sendiri." Jawab Manda akhirnya, memilih main aman saja.

"Tuh kan Lo panggil Mas lagi." Todong Laras, sambil menunjuk ke arah wajah Manda.

Manda yang ditodong seperti itu merasa sangat malu. Entah sejak kapan masalah cara memanggil saja bisa membuat pipi Manda memerah.


To be continued

Update kemalaman, ada yang masih online kah?

Meet a MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang