5. Rules

797 133 379
                                    

FOLLOW sebelum membaca!

♥️🖤♥️

Quinzel terbatuk nyaris tersedak cherry. Dia menutup mulutnya sambil menenangkan batuk sebelum memberanikan diri menatap wajah Kenzo yang mendadak terkesan berbahaya.

It wasn't a dark joke. Tidak, jika Quinzel mengenal Kenzo hampir seluruh hidupnya.

Tatapan Kenzo gelap meski bicaranya tenang. Jarinya membuka satu kancing baju Quinzel dan menyingkapkan baju itu sedikit ke samping. Ujung jari telunjuknya menyentuh dada Quinzel, tepat di atas garis tengah bra.

"Dari area ini...." Jari Kenzo bergerak naik menyusuri kulit dada Quinzel. "gue tarik pisaunya sampe ke...." Jari Kenzo terus bergerak naik ke atas. Sentuhannya lembut dan tipis-tipis, tapi efek yang dihasilkan sentuhan itu seolah mampu memindahkan jantung Quinzel ke perut. "sini." Jari itu berhenti sejenak di leher Quinzel. "Aku robek kulitnya terus ke sini."

Quinzel nyaris kehilangan napas ketika jari Kenzo tiba di tenggorokannya.

"And ended here," ucap Kenzo.

Dalam diam, Kenzo menatap leher Quinzel, mengamati kelembutan dan warna kulit Quinzel yang cerah. Untuk sesaat, Quinzel merasa tatapan Kenzo dapat menembus kulitnya dan melihat denyut nadi di lehernya. Ibu jari Kenzo bahkan mengusap halus tenggorokan Quinzel, membuat Quinzel mendadak punya keinginan untuk batuk.

"This tempts me to do more," kata Kenzo, memberi sedikit tekanan di tenggorokan Quinzel dengan jarinya.

Quinzel terbatuk pelan. "Ken... zo," lirihnya susah payah.

"Pengen potong bagian ini. Penasaran suaranya bakal jadi kayak apa. Masih bisa berisik, nggak, dia kalo isinya gue keluarin," kata Kenzo sambil mengelus tenggorokan Quinzel. "Tapi, karena gue punya hati, gue jadi sedikit kasihan waktu dia mohon-mohon."

Iblis gila! Punya hati dari mana?!

Dan bukan! Dia tidak kasihan! Quinzel tahu Kenzo tidak kasihan. Sedikit pun tidak. Dia hanya menikmati rintihan kesakitan seseorang dan senang menganggap dirinya sebagai penyelamat ketika orang itu memohon dan dia memberikan pengampunan. Kenzo puas melihat orang itu berterima kasih dengan mencium kakinya.

Kenzo setan! Dia suka korbannya hidup dalam ketakutan. Baginya, mati terlalu mudah.

"So, I stopped here," kata Kenzo, sekali lagi menekan tenggorokan Quinzel. Lebih kuat sampai Quinzel harus menggenggam tangan Kenzo dengan kedua tangan, menahan sambil menatap Kenzo dengan memohon.

Kenzo lepaskan leher Quinzel sambil tersenyum miring seperti setan. "Jadi, cuma gue kulitin aja," jawab Kenzo santai. "Dan tau apa?" tanyanya. "Dia model pakaian dalam pria."

Quinzel menelan ludah setelah memahami maksud Kenzo. "Artinya, dia nggak bisa kerja lagi?" bisik Quinzel.

Kenzo mengangkat bahu. "Whatever. He's a dork anyway. Any brand would thank me for getting rid of that douchebag."

Cukup lama keheningan menyertai mereka. Kenzo tampak asyik memilah cherries di kanannya, sementara Quinzel berkutat dengan pikirannya sendiri.

"But, was it... necessary... you know? To... s-s... s-sk... s-skin...."

Kenzo melahap satu buah cherry. "Skin him alive?" ucapnya begitu santai seolah mereka sedang membicarakan santapan apa yang lezat untuk makan malam nanti.

Quinzel bahkan tak berani menatap mata Kenzo. Dia hanya menatap nanar jakun Kenzo yang bergerak saat mengunyah.

"That happens when someone's doing things I don't like," ujar Kenzo.

A Living Hell: Déville's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang