18. Psycho Squad

421 80 116
                                    

🎶 F.W.T.B 🎶
▶️ Kenzo and Quinzel are walking with the men across the school watched by students.
                                       
—————————————————————
SPAM COMMENTS for fast update!

♥️🖤♥️

"Yang bener aja, Kenzo!" seru Quinzel panik.

Kenzo mengedikkan bahu santai. "Gue nggak liat dimana cons-nya. Kita sama-sama legal nanti. Gue punya duit, kerjaan, warisan. Mesti banget nunggu 25?" tanya Kenzo.

Well, Quinzel jelas tak bisa mendebat dengan argumen jaminan hidup bersama Kenzo. Cowok itu benar. Dia punya uang. Sangat banyak. Dia juga bekerja. Praktis menunjukkan bahwa dia tahu caranya mencari duit. Belum menyebut warisan yang jumlahnya takkan habis tujuh turunan.

Hidup Quinzel bersama Kenzo terjamin dari segi finansial. Tapi, bukan hanya itu yang dibutuhkan dalam pernikahan, kan? Kesiapan mental dan kedewasaan adalah yang utama.

Dan bukan saja Kenzo. Quinzel pun tak memiliki keduanya.

"Ya, tapi, kan, Kenzo, nggak gitu perjanjiannya," protes Quinzel. "Kamu emangnya nggak mau kuliah? Trus, apa kamu nggak mau nikmatin masa muda dulu? Umur legal itu bukan berarti udah mencapai titik kedewasaan pikiran, mental, dan...."

Sejujurnya, Kenzo tidak lagi mendengarkan kelanjutan ocehan Quinzel yang tampak tak ada ujungnya itu. Cowok itu terlanjur fokus pada bibir sensual Quinzel yang terlihat sangat menggoda saat tengah mengomel panjang-lebar.

Bentuk bibir gadis itu sangat cantik dan menawan. Ada belahan halus di bagian tengah bibir bawah Quinzel yang membuat bibir montoknya terlihat begitu menggoda, bahkan saat hanya terbuka sedikit.

Bagi Kenzo, Quinzel punya jenis bibir terindah di dunia. Manis, seksi, dan imut di waktu bersamaan.

"Diem, Quin," kata Kenzo.

Quinzel tak mengindahkan. Gadis itu terus saja menyerocos, tak sadar ke mana mata Kenzo sejak tadi tertuju.

"Atau mau gue diemin?"

Seketika itu juga Quinzel mengatupkan mulut. Dalam sekejap, dia sudah melipat bibirnya sangat rapat seolah itu caranya mengunci mulut.

Senyum miring tersungging di bibir Kenzo. "Takut banget gue cium?"

Quinzel menunduk, menyembunyikan bibirnya dari tatapan pemburu Kenzo. Melihatnya, Kenzo menggeleng kecil seraya mengambil gelas berisi wine.

Kenzo baru minum sedikit ketika ucapan Quinzel membuat Kenzo nyaris terbatuk, "Nanti nggak suci lagi."

Kenzo menatap Quinzel seolah gadis itu sedang bercanda. Tapi, ketika Quinzel malah terlihat polos saja seolah tak merasa ada yang aneh dengan ucapannya, Kenzo menggeleng lagi. 'Dari abad berapa, sih, nih cewek?' gumam Kenzo.

Ah, tapi Kenzo tidak perlu heran. Ini Quinzel. Gadis itu sudah aneh sejak awal dan keanehan itulah yang memikat Kenzo padanya seperti magnet.

Setelah tingkat kematangan daging dirasa pas, Kenzo mengangkat daging dan meletakkannya di atas piring yang sudah dihias layaknya sajian bernilai jutaan rupiah di hotel-hotel bintang lima. Kenzo membawa piring itu ke meja bar, lalu meletakkannya di atas tatakan piring di depan Quinzel.

"Medium rare as you requested, My Quin."

Quinzel memandang steak yang kelihatan sangat lezat dan menggiurkan itu. Dia mengangkat wajah dan tersenyum lebar.

Lihatlah. Betapa manisnya pangeran di depan Quinzel ini. Setelah meluangkan waktu mengunjungi Quinzel untuk membersihkan luka Quinzel, membalut dan mengobati dengan tangannya sendiri, kini dia juga masak untuk Quinzel. Lagi, dengan tangannya sendiri. Kenzo memang bisa semanis itu hingga terkadang sulit mengingat bahwa Kenzo juga bisa sesadis itu.

A Living Hell: Déville's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang