11. Love At First Sight

455 100 150
                                    

SPAM COMMENTS for FAST UPDATE!

♥️🖤♥️

Dia tampan. Jenis tampan berkelas yang terlihat seperti keturunan bangsawan Inggris. Garis rahangnya tegas, tapi ada bagian-bagian di wajahnya yang entah bagaimana membuatnya terlihat imut.

Wajahnya terkesan dingin dengan alis panjang yang sedikit melengkung tinggi, tapi sorot matanya lembut. Iris matanya berwarna cokelat, agak lebih terang dari warna rambutnya. Bagian bawah dagunya sedikit berbelah. Jenis yang berbeda dengan Quinzel dan Kenzo.

Belahan pada dagu Quinzel mirip seperti milik Kenzo. Garis panjang di tengah dagu dimulai dari bawah bibir sampai ke bawah dagu dan tipis. Belahan dagu milik Senna hanya di ujung bawah dagu, tapi terpahat lebih dalam dan jelas. Dari jauh pun mungkin sudah kelihatan.

Tingginya sekitar 185 cm. Tubuhnya atletis dan ideal. Kulitnya cerah dengan sentuhan warna kemerahan yang natural di pipi dan bibirnya. Dia lebih tampan dilihat langsung dibandingkan di foto.

Quinzel... menyukainya. Sangat... menyukainya.

Padahal, Quinzel tidak percaya cinta itu ada. Tapi, saat menatap ke dalam mata Senna, saat itu juga Quinzel memahami definisi  cinta. Ini sesuatu berbeda yang rasa-rasanya tak pernah sungguh Quinzel rasakan seumur hidup. Tidak sampai hari ini.

Gila, bukan? Satu pertemuan dengan orang yang tak pernah pernah dijumpainya sebelumnya bisa menimbulkan rasa sehebat ini? Cukup besar hingga detik itu juga Quinzel memimpikan dirinya berakhir bersama Senna.

"Ada lagi?" tanya Senna.

'Kamu. Aku mau kamu.' Itulah yang terletak di ujung lidah Quinzel untuk diucapkan, tapi dia tahan sekuat mungkin.

Pada akhirnya, Quinzel tak mampu tersenyum, padahal tahu kemampuan senyumannya. Dia malah kembali menunduk dengan canggung. "Sekali lagi, makasih, Kak. Aku bersyukur ketemu Kak Senna."

Senna mengangguk sekali. "Oke."

Dan dia berlalu. Meninggalkan Quinzel. Tapi, bukan dalam kesunyian, melainkan dengan harapan baru. Juga hari yang baru.

Ya, keesokan harinya adalah hari baru untuk Quinzel menguji teori Senna. Hari ini, Quinzel mengikat rambutnya. Struktur wajahnya terlihat lebih jelas daripada saat dia menggerai rambutnya.

Meski begitu, Quinzel masih membatasi tampilannya agar tidak mencolok. Quinzel bukan ingin jadi perhatian. Dia cukup tunjukkan dia tidak takut saja. Dia bahkan masih mengenakan kacamata besar yang menutupi sampai ke tulang pipinya. Setidaknya, itu membantu menyembunyikan warna matanya saat berjalan dengan wajah terangkat.

Jadi, begini rasanya. Jangkauan Quinzel luas. Matanya menikmati pemandangan sekolah yang hijau dan segar. Baginya, ke sekolah seperti cuci mata. Quinzel menyesali hari-hari sebelumnya yang dia lewatkan tanpa menikmati pemandangan indah sekolahnya.

Tampaknya Senna ada benarnya. Sampai jam istirahat, tak ada yang mengganggu Quinzel. Tentu, Quinzel masih menjalankan beberapa tugas orientasi. Dia mengejutkan beberapa senior dengan tanda tangan Senna di bukunya.

"Tunggu. Ini... bener tanda tangan kak Senna?" tanya Yosie, senior kelas sebelas yang pagi itu Quinzel mintai tanda tangannya di tea lounge sekolah.

 bener tanda tangan kak Senna?" tanya Yosie, senior kelas sebelas yang pagi itu Quinzel mintai tanda tangannya di tea lounge sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
A Living Hell: Déville's ObsessionWhere stories live. Discover now