17. Flesh and Knife

420 85 128
                                    

Sepi banget lapak ini kayak kuburan. Coba ramein, dong, pakai komen biar rajin UP. Deal?

♥️🖤♥️

Dengan kepala masih terangkat, Brody menurunkan pandangannya. Dia menatap Quinzel penuh permohonan. "Please, Quinzel."

Tatapan Quinzel terasa mematikan. Baru kali ini Brody melihat Quinzel sebagai gadis kejam alih-alih lugu, terlebih saat Quinzel berkata dingin, "Let him live... with fear."

Ya. Tepat seperti yang murid lainnya khawatirkan begitu tahu Quinzel adalah milik Kenzo. Hidup dalam ketakutan. Namun, bagi Brody sendiri, itu lebih baik daripada mati saat ini juga.

Maka, ketika beberapa detik berlalu, tapi Kenzo masih tak melepaskan rambut Brody dan menarik pisau dari leher Brody, Brody beranikan diri untuk bersuara, "Kenzo...?"

Hening sesaat sebelum Kenzo akhirnya melepaskan Brody dengan cara menyentak. Brody terdorong sampai jatuh. Tidak mau buang-buang waktu, Brody cepat-cepat merangkak mundur ke kumpulannya yang segera membantunya berdiri dan menjauh dari hadapan Kenzo.

Sementara itu, Kenzo mengalihkan tatapan pada Quinzel. Cowok itu berjalan mendekati Quinzel dan setibanya di hadapan Quinzel, dia membuka blazer sekolahnya. Kenzo berlutut dengan satu kaki di depan Quinzel seraya menyampirkan blazernya di bahu Quinzel dengan cara protektif. Setiap pasang mata memandang mereka dengan terperangah tanpa berani mengeluarkan suara.

"You know I'll kill for you, right?" kata Kenzo. Lembut. Suara yang tak seorang pernah dengar keluar dari bibir Kenzo sampai hari ini.

Quinzel menarik senyum lemah di wajahnya. Dia tahu dan tak sekali pun dia ragukan itu. Kenzo memang malaikat Quinzel. Dia sudah mengambil peran itu sejak menjemput Quinzel di neraka dulu.

Kenzo membantu Quinzel berdiri, lalu memeluk gadis itu sembari membawanya berjalan meninggalkan food court yang kacau dan didera syok hari itu. Kepergian mereka diikuti delapan pengikut Kenzo.

🥀🩸🥀

Ruang kepala sekolah diwarnai keributan hari itu. Lima keluarga berdebat sengit dengan kepala sekolah. Para wanita setengah mengamuk dan tak memberi waktu untuk kepala sekolah bicara, bahkan setelah Brody memberikan pernyataan. Hanya ibu Brody dan ayah Baron yang lebih bisa menguasai diri setelah mendengarkan kesaksian putra mereka. Sisanya sudah seperti singa mau melahirkan.

Keributan itu baru teredam ketika pintu ruangan dibuka. Sosok laki-laki tinggi berambut fawn—yang warnanya sudah mulai pudar sehingga rambutnya terlihat semakin terang—muncul di ruangan. Hadirnya seolah membawa kabut pekat. Hawa ruangan terasa lebih dingin saat dia berdiri di depan semua orang yang menoleh menatapnya.

"Mana Quinzel, Kenzo?" tanya Profesor Guzman yang berdiri di belakang meja kepala sekolah.

Ah, pria dengan bobot tubuh sedikit berlebih dan berkacamata itu bahkan sampai berdiri demi menenangkan amukan para orangtua di depannya. Dia tampak kewalahan sampai-sampai raut wajahnya tampak gusar ketika menegur Kenzo.

"Istirahat di rumah," jawab Kenzo sekenanya.

"Oh, jadi kamu?" cecar seorang wanita dengan setelan kuning muda. Dia berjalan ke dekat Kenzo diikuti suaminya dari belakang.

Tampaknya alih-alih mau menyerang Kenzo, suaminya lebih khawatir akan Kenzo yang menyerang istrinya melihat tatapan dingin Kenzo yang tak bersahabat dan tubuh Kenzo yang sangat tinggi mengalahkan semua orang di ruangan ini. Satu tamparan dari siswa itu untuk sang istri bisa membuat sang istri pingsan. Suaminya berniat menjaga istrinya dari anak remaja di depannya ini yang baru saja memukul anak perempuan mereka dengan nampan.

A Living Hell: Déville's ObsessionWhere stories live. Discover now