6. Palm Hills Kingdom

667 123 337
                                    

Ayo yang mau next update-nya cepat, komen dulu yang banyak!

♥️🖤♥️

Lucien mengerjap. Itu pemandangan biasa, tapi masih sulit membiasakan diri melihatnya.

Di mata Lucien sendiri, cara Kenzo selalu memperlakukan Quinzel seperti bentuk penjagaan dan pembelaan dari semua orang yang mungkin bisa menyakti Quinzel saat pada kenyataannya, Kenzo-lah yang paling menyakiti Quinzel.

"A father couldn't even say that his daughter looks beautiful?" tanya Lucien.

Tatapan Kenzo masih dingin. Ekspresinya sama tak bersahabatnya dengan intonasinya ketika berkata, "Not like she's your real daughter, Father."

Lucien tertawa saja. "I won't argue with you, Son." Telunjuk Lucien menunjuk Kenzo. "—because you're needed in this business." Dia melirik Quinzel. "We don't wanna piss him off, or I'll be damned if he refuses to go."

Quinzel hampir tertawa sumbang melihat ekspresi lucu Lucien dan caranya mengedipkan mata sebagai bentuk sindiran seolah Kenzo tidak ada di sini. Sering kali Quinzel tak percaya Lucien adalah ayah Kenzo. Kepribadian Lucien berbeda 180 derajat dengan Kenzo. Mungkin tak begitu di mata publik, tapi sejauh Quinzel mengenalnya, Lucien adalah pria yang cukup hangat di rumah.

Tatapan Kenzo turun pada Quinzel, melirik tidak suka. Quinzel langsung teringat dia tak boleh menerima segala bentuk pujian dari orang lain, bahkan meski dia tidak meminta. Jadi, Quinzel langsung menunduk dan bersembunyi di balik lengan Kenzo.

Lucien akhirnya menyerah. Dia memilih undur diri saja ketimbang Kenzo semakin menekan Quinzel.

"Baiklah, kita berangkat sekarang. The jet is ready. Kita nggak bisa terlambat sampai di Brussels untuk meeting karena kita harus transit di Doha dan ketemu mitra kerja dulu di sana," kata Lucien sambil menilik jam tangannya. "Nggak ada waktu istirahat," gumamnya, tapi terkesan seolah itu bukan masalah untuk Kenzo, padahal Kenzo masih terlalu muda untuk disibukkan dengan penerbangan terus-menerus dan dilibatkan dalam business meeting yang tampak tak ada hentinya.

Namun, Lucien tak bisa disalahkan juga. Bisnis harus tetap dia jalankan dan Kenzo sebagai keturunan terakhir sekaligus termuda di keluarga sampai saat ini adalah pemegang mutlak harta warisan. Berbagai perusahaan dan properti keluarga sudah diturunkan kepada Kenzo. Butuh nama dan tanda tangan Kenzo tiap kali Lucien ingin mengembangkan bisnis yang mengatasnamakan keluarga, menggunakan dana perusahaan yang sudah jadi hak milik Kenzo, atau menjual aset yang sudah dibaliknamakan atas nama Kenzo.

"Quinzel," panggil Lucien. "Biar Pak Bennu antar kamu ke sekolah." Pria itu tersenyum hangat. "Belajar yang baik, ya. Semoga kamu betah di sekolah itu. Saya berangkat dulu."

"Merci, Lucien," balas Quinzel tulus. "Bon vol."

Sepeninggal Lucien yang memilih menunggu di mobil, Kenzo melepaskan Quinzel hingga Quinzel kembali berdiri di sisinya.

"Kenzo juga safe flight, ya," kata Quinzel lembut.

Kenzo bergeming. Dia menerawang sejenak. "Apa gue nggak usah pergi aja?" Kenzo tatap Quinzel dengan lekat. "Aku sekolah aja bareng kamu."

Mata Quinzel melebar. "Kenzo, jangan main-main! Proyek ini nilainya milyaran, kan? Masa' kamu lepas cuma karena mau temenin aku sekolah?"

"Lo tau hari pertama sekolah itu nggak mudah? Dan ini Palm Hills Kingdom," kata Kenzo. "Masa orientasinya berat."

"Not worth million dollars though, right?"

Kenzo terhenyak.

"Aku bisa jaga diri, Kenzo. Percaya, deh. Kenzo tenang aja, ya? Cuma seminggu. Masa' aku nggak bisa bertahan seminggu di sekolah saat aku aja tahan bertahun-tahun kamu kurung di kastil?"

A Living Hell: Déville's ObsessionWhere stories live. Discover now