14. Dagger

406 86 133
                                    

Ramein comments for fast update, yaaa!

♥️🖤♥️

Tidak butuh waktu lama untuk memahami maksud ucapan Kenzo hari itu. Jika sebagian penggemar Senna mencoba berteman dengan Quinzel, semua penggemar Kenzo tak perlu dipertanyakan lagi menjadikan Quinzel musuh.

Tidak sedikit yang benci melihat anak baru mengalahkan kepopuleran mereka di kalangan senior biasa hingga Senna—si bintang sekolah, tapi perundungan sebelumnya masih sanggup Quinzel hadapi. Melihat Kenzo mengejar Quinzel sampai ke kelas di jam pelajaran, itu satu hal berbeda.

Cowok itu tidak mendekati siapa pun. Tidak berteman. Nyaris tidak bicara. Dia jenis populer yang tak bersahabat, juga tak pernah menunjukkan ketertarikan dalam hal apa pun. Apa pun.

Quinzel mengasumsikan kepopuleran Kenzo tak lain karena dia terjun di dunia hiburan kelas dunia. Dia selebriti. Itu satu-satunya alasan masuk akal yang membuatnya memiliki penggemar anarkis.

Barisan pecinta Kenzo itu barbar, kejam, brutal, tanpa perasaan. Mereka psikopat. Persis seperti yang mereka idolakan.

Sungguh tidak heran kenapa kasarnya Kenzo tidak dapat memukul mundur para siswi gila itu. Mental mereka keras. Jiwa mereka gelap. Sikap Kenzo justru membuat mereka semakin agresif mengejar Kenzo.

Quinzel tidak peduli. Sampai mereka melibatkan Quinzel dalam aksi anarkis mereka. Seanarkis itu sampai Quinzel mengerti kenapa Kenzo memberinya belati. Itu pegangan untuk Quinzel membela diri.

Rupanya itu tak berlebihan karena yang Quinzel hadapi ini sungguh bukan seperti manusia, apalagi mencerminkan murid terpelajar. Seakan sekolah hanya pelarian mereka, bukan tempat menempuh pendidikan. Mereka sengaja terus mencari ribut, baik di classroom, lobby, park, di mana pun Quinzel berada. Tak ada ketentraman untuk Quinzel.

Mereka lebih biadab dari para senior. Mereka akan menumpahkan minuman di baju Quinzel, menjatuhkan tas dan buku-buku yang dipegang Quinzel, merobek tugas Quinzel, menendang bangku Quinzel, bahkan menyiram Quinzel di kamar mandi. Tak terhitung berapa kali Quinzel berdarah karena perilaku kasar mereka yang berdalih ketidaksengajaan.

Quinzel melawan. Mereka bukan senior. Jadi, tidak ada keharusan untuk menghormati mereka agar sekolah Quinzel berjalan lancar.

Hasilnya? Mereka menjadi. Quinzel terang-terangan disakiti. Mulai dari diludahi, disandung sampai terjerembap, lalu tangannya diinjak ketika berusaha bangkit. Dia dimaki, didorong, dipukul.

Dan puncaknya adalah ketika Quinzel melawan dengan serangan balik seperti hari ini di koridor. Quinzel mendorong salah satu dari mereka sebagai bentuk perlawanan dan semua mendadak bekerja sama untuk menyerang Quinzel. Mengeroyok, lebih tepatnya.

Mereka menampar, menjambak, mencakar hingga menolak tubuh Quinzel sampai jatuh ke lantai. Tidak cukup sampai di situ, mereka bahkan menendangi Quinzel.

Tidak ada.... Tidak seorang pun yang menolong. Murid lain justru asyik menonton dan berseru heboh.

"All by yourself, huh?"

Kalimat itu terngiang lagi di telinga Quinzel saat menerima serangan demi serangan yang dilancarkan ke seluruh tubuhnya.

Tidak. Quinzel tidak sanggup menghadapi ini sendirian. Ini tidak pantas dia terima. Dia tidak berbuat salah. Dia hanya ingin bersekolah dengan tenang. Hanya ingin... bebas. Tapi, bukan hanya Kenzo yang tidak mengizinkannya bebas. Semua orang gila yang ditemuinya di sekolah ini juga demikian.

Quinzel tak percaya orang-orang kaya yang bersekolah di tempat sehebat ini ternyata punya penyakit mental. Atau mungkin itulah harga yang harus dibayar untuk kemewahan. Mereka harus menjual jiwa mereka untuk uang sehingga terbentuklah keturunan-keturunan setan seperti orang-orang yang menyerang Quinzel ini. Bahkan Quinzel yang sungguh gila masih lebih normal dari mereka yang terlihat normal.

A Living Hell: Déville's ObsessionWhere stories live. Discover now