1. Prologue

3.1K 219 597
                                    

A Living Hell (Déville's Obsession) - MV

P.S.
Play it at night and use HEADPHONE/TWS for a better experience.

♥️🖤♥️

"KUBUNUH KAU!" teriak anak laki-laki itu ketika tubuhnya dilerai paksa dengan anak laki-laki satunya lagi.

Suaranya menggelegar keras. Amukannya layaknya gemuruh badai. Wajahnya menunjukkan murka yang begitu besar. Matanya melotot penuh dendam. Tubuhnya memberontak, berusaha melepaskan diri dari dua pria dewasa yang menahannya.

Kalau saja dia lebih besar dan cukup tinggi, dia mungkin bisa menendang dua pria ini. Apa daya dia hanya bocah berusia 10 tahun?

"Cukup, Evan!" bentak wanita penanggung jawab Evan dan Ardan—anak laki-laki satunya lagi yang baru saja diseret menjauhi Evan.

"Tetap di sini dan diam!" perintah wanita itu. "Atau isolasi untukmu!" ancamnya sebelum kemudian berlalu mengikuti dua pria lain yang membawa Ardan pergi.

Susah payah Evan menahan tubuhnya agar berhenti memberontak. Usahanya menjadi sia-sia ketika Ardan menyempatkan diri memutar kepala hanya untuk memberinya senyuman penuh cemooh.

Evan sudah lama bertahan diam selama ini. Setelah dirundung berkali-kali, dijadikan sasaran pukulan brutal dan olokan menyakitkan setiap hari oleh anak itu, kini Evan sudah sampai pada batasnya. Hancur sudah pertahanan Evan.

"AKU BERSUMPAH, AKAN KUBUNUH KAU, ARDAN SETAN!" jeritnya histeris bersamaan dengan lontaran tawa mengejek dari Ardan. "MATI! MATI! KAU HARUS MATI! KUBUNUH KAU!" amuknya meski keberadaan Ardan telah lenyap seiring ditarik paksa untuk masuk ke dalam bangunan.

Tubuh Evan masih bergetar saat dua pria yang menahannya melepasnya. Mereka pergi tanpa berusaha menenangkan Evan yang begitu kalut sampai tak mendengar suara dari belakangnya.

Sepasang kaki dihiasi pantofel Mary Jane hitam, lengkap dengan kaus kaki putih renda berjalan di atas rumput yang sedikit basah oleh embun sisa hujan semalam. Langkahnya manis, tapi gesekan sepatunya dengan rumput menimbulkan bunyi gemerisik. Bunyi itu baru hilang ketika dia berhenti di samping Evan dengan kedua pantofel diam pada posisi rapat sejajar antara kanan dan kiri.

"Bagaimana?" tanya anak perempuan pemilik pantofel hitam itu. Suaranya berdenting seindah lonceng. Tata bahasanya baku. Tampaknya bahasa itu bukan bahasa utama yang dia gunakan sehari-hari.

Meski dada Evan masih naik-turun, hasil dari napasnya yang memburu, Evan tetap menoleh saat mendengar suara halus di kirinya itu. "Apa?" tanya Evan tak mengerti.

Pandangan anak perempuan itu lurus ke pintu gedung dimana Ardan menghilang. "Bagaimana kamu akan membunuhnya?" tanya anak perempuan itu lebih jelas.

Evan bergeming. Amarahnya berubah menjadi kebingungan yang menghasilkan ucapan gugup ketika dia berkata, "Aku... aku akan cari cara."

Tanpa menatap Evan, anak perempuan itu berkata, "Bagaimana kamu bisa bunuh orang yang lebih besar dari kamu, lebih kuat dari kamu, lebih hebat dari kamu tanpa rencana yang disusun dengan baik?"

Evan tentu tak berpikir sampai ke situ karena dia pun baru punya pikiran untuk membunuh hari ini, bahkan tak sampai lima menit yang lalu.

"Jadi, apa rencana kamu?" tanya anak perempuan itu.

A Living Hell: Déville's ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang