2. Agha belum terbiasa

9 4 0
                                    

2. Agha belum terbiasa

Usai jauh dari teman-teman Berlin memelankan langkah kaki. Tak lama Berlin berbelok ke arah kelasnya yang paling ujung . Baru saja ingin masuk ke kelas ia mematung saat melihat apa yang didepannya.

"Mana senyumnya anak papah?" Seorang bapak itu menyuruh putrinya tersenyum.

"Pah, jangan begini, ada Agha." Pemilik suara itu adalah Luvi. Dia adalah kekasih baru Agha.

Agha hanya tertawa melihat Luvi menatapnya dengan malu.

"Kenapa mesti malu." Bapak itu mengelus kepala Luvi. "Senyum dulu, jangan manyun gitu. Biar nggak males sekolah nya,"

"Iya nih, Luvi senyum." Luvi mengulum senyuman tanpa ragu, bahkan matanya ikut tersenyum.

"Aduh manisnya anak papah. Kalau begitu kan keliatan semangat!" Bapak itu memuji putrinya.

"Nak, pulang sekolah papah ada waktu senggang. Bagaimana kalau kita ke festival yang ada di alun-alun kota?"

Luvi bertepuk tangan gembira, "Wah boleh tuh, pah! Agha boleh ikut ya?"

"Pasti dong, Agha ikut. Dia kan pacarmu." Bapak itu melirik kearah Agha, mencoba menggodanya.

"Tenang Vi. Meski nanti dapet jok paling belakang, Agha tetap ikut," jawab bapak itu pada Luvi.

Ketiganya tertawa mendengar lelucon sang bapak.

Berlin cuma bisa diam. Setidaknya
ia bisa melihat itu semua. Dalam hatinya merasa senang melihat gambaran itu. Berlin bersikap optimis, kalau ayahnya pulang nanti ia akan mendapat kasih sayang yang sama seperti Luvi.

Disela tertawa, Agha mulai menyadari Berlin yang memerhatikan. Bibir Agha langsung terkatup. Luvi yang masih tertawa melirik ke Agha yang terdiam tiba-tiba. Gadis itu juga menyadari Berlin disana.

"Pah, sebentar lagi bel," ujar Luvi menyalami tangan sang bapak. Setelahnya, Agha mengikuti.

"Oh iya. Semangat belajarnya ya!"

"Iya pah," jawab Luvi.

Barulah sang bapak pergi meninggalkan mereka. Berlin melirik bapak itu saat melewatinya.

Berlin lanjut berjalan ke kelasnya sampai melewati Agha dan Luvi.

Agha masih memerhatikan Berlin bahkan sampai berbalik badan ketika Berlin sudah melewatinya. Luvi yang terusik itu mendecak pelan, ia menyikut lengan Agha sampai pria itu menoleh.

"Siapa cewek kamu yang sekarang, Gha?"

Agha hanya tersenyum kecil, "Luvi. Agha masuk ke kelas ya? Atau mau di anter?"

"Nggak perlu, Gha. Luvi masih punya kaki," kekeh Luvi pergi menuju kelasnya yang ada di tengah.

Agha hanya melihat Luvi sekilas, buru-buru ia masuk ke kelas. Meski tahu kebiasaan Luvi sebelum masuk kedalam kelasnya, gadis itu terlebih dahulu melihat ada atau tidaknya Agha di luar.

"Berlina," kekeh Luvi, barulah ia masuk ke dalam kelas.

***

Tessa membawa tumpukan buku catatan. Ia berjalan sambil menahan keseimbangan berat tumpukan buku, "Oi yang piket mohon kepekaannya!"

Kebetulan Berlin kebagian jadwal piket hari ini. Ia berjalan menuju meja ke siswi itu.

"Nih Lin bagi dua," ujar Tessa.

"Jangan dia. Gue aja." Cegah seorang.

Tessa melirik sebal, "Lo bisa ga? Sehari aja jangan ngerepotin gue?"

Abang Mantan!Where stories live. Discover now