16. Menemukan

7 3 0
                                    

Pukul 22.00 WIB. Veron menyetir mobil, disebelahnya adalah Faula. Sementara Berlin duduk di belakang, gadis itu sudah tertidur pulas.

"Ula, lo berangkat sekolah diantar?"

"Gue naik angkot, Ero," jawab Faula.

"Nggak capek, La?" Veron bertanya.

"Kenapa capek? Fi dalam angkot gue sebagai penumpang bukan supir," logis Faula menjawabnya.

"Salah tapi benar sih." Veron tertawa.

"Kenapa, Ero?" Faula penasaran ditanyai Veron tentang berangkat sekolah.

"Gue boleh nganterin lo ke sekolah besok?" Veron meminta izin.

"Jangan dulu ya, kemarahan orang tua gue lagi mencak-mencak," tolak Faula, mencemaskan orang-orang dirumah.

"Karena Zack?" Veron menebak.

"Iya, mereka tau Zack ngumpetin suplemen. Yang gue minum rutin ternyata vitamin. Gue bego ya, Ro? Baru sadar salah minum." Faula menyalahkan diri sendiri disela obrolan.

"Sut, jangan bilang bego," tegur Veron.

"Emang gue bego tolol. Mau aja dibohongi Zacki." Faula terus menghakimi diri sendiri.

"Gue nggak tega dengar orang nyalahin dirinya sendiri. Padahal semua manusia tidak luput dari kesalahan," jujur Veron, dia tidak nyaman mendengar Faula menyalakan diri sendiri.

"Evaluasi diri bagus tapi jangan sampai membuat kamu rendah diri," ujar Veron.

"Makasih ya nasehatnya, jadi sayang." Faula mengulum senyum. Dan senyuman itu bisa dilihat Veron dari pantulan kaca setir.

"Really? Lo manggil gue sayang?" Veron masih tak percaya dengan perkataan Faula.

"Gue bilangnya jadi sayang," lugu Faula menjawab.

Veron terkekeh pelan, "Gue nggak fokus. Maaf ya, sayangnya Ero,"

Setalah mendengar perkataan Veron. Seketika  Faula memiringkan wajahnya,  membelakangi Veron. Veron tertawa pelan. Dan suara tertawanya membuat Faula ingin mendengar lagi.

Lampu merah berhenti. Veron melepas setir mobil. Lalu wajahnya mendekatkan ke telinga Faula, "Good night dear Ero."

Setelah itu Veron ke posisi semula, kembali fokus memperhatikan jalanan. Ditengah fokusnya Veron, Faula benar-benar harus mengontrol degup jantungnya. Faula berpura-pura sedang tidur untuk menyembunyikan salah tingkahnya.

***

Berlin masih tertidur sementara matahari sudah terik. Kemarin malam pukul 22.50 WIB gadis itu sampai rumah. Inke mengetuk pelan pintu kamar anaknya, ketika Berlin tidak menyahut wanita itu segera masuk ke dalam kamar.

Inke menarik selimut, "Berlin, kamu nggak sekolah?"

"Hey, Berlin?" Inke duduk disampingnya lalu menepuk-nepuk pipi Berlin. Berlin mulai menjauhkan wajahnya dari Inke, gadis itu menguap terlebih dahulu dan membuka matanya.

"Bunda, ini jam berapa?"

"Jam setengah tujuh. Kamu masih mengantuk?" Inke menjawab.

"Iya bunda," jawab Berlin malah melanjutkan tidurnya.

"BANGUN BERLIN BUKAN TIDUR LAGI!" Inke amat tipis kesabarannya. Wanita itu tidak lepas dari rutinitas membangunkan anaknya seperti biasa.

Berlin bangun dan duduk, "I-iya bunda, aku kaget lho,"

"Seharusnya kamu tau waktu lah! Sekarang hari sekolah bukan liburan," tegur Inke. Tidak habis pikir melihat tingkah aneh anaknya.

Berlin memanyunkan bibir, "Aku mau mandi kok bunda, jangan marah lagi ya."

Abang Mantan!Where stories live. Discover now