7. Nambah urusan

5 2 0
                                    

7. Nambah urusan

Citra menutup mulutnya, tak menyangka siapa pemilik suara itu. Suaminya juga terpaku melihat orang itu.

"Mereka manjat ke pagar rumah saya untuk mengambil buah kiwi. Begitu ketahuan mereka dengan lincah turun dari pagar dan pergi membawa motornya. Saya memang mengejar anak-anak tapi menggunakan motor,"

"Diperempat jalan, dari berlawanan arah ada mobil lain menyerempet anak yang sekarang tak sadarkan diri." Pemilik rumah yang mereka menyelinap diam-diam menceritakan kronologi kejadian.

"Kenapa bapak baru muncul setelah Veron dalam keadaan kritis?" Citra bertanya sampai urat dilehernya terlihat.

"Iya, kenapa bapak tak ada bersama bapak ini?" Suami Citra sekilas melihat seorang bapak yang menggendong Veron tadi.

"Oh, rupanya anak itu buah hati kalian." Pria itu tertawa setelah ditanyai.

"Saya datang bukan untuk anak kalian. Tapi ingin meminta ganti rugi," ujarnya masih berwajah tenang. Sampai dimana tatapan itu benar-benar marah.

"Karena anak kamu dan teman-temannya, tanaman saya rusak! Pohon kiwi itu miring! Yang tadinya tegak sembilan puluh derajat menjadi lima puluh derajat!"

"Astaghfirullah! Saya kira kerusakan itu karena diinjak-injak mereka," bantah suami Citra.

"Nggak mau tau, pokoknya ganti rugi!" Pria itu tidak mau mendengarkan alasan apapun.

"Kamu dari dulu selalu perhitungan!" Citra masih menganggap pria itu sama seperti dahulu.

"Saya jadi penasaran dengan anaknya, apa dia bisa berkembang, mempunyai bapak perhitungan seperti dia." Citra melipat tangan di dada. Sesekali meremehkan pria itu agar tak jadi diminta ganti rugi.

"Ayah?"

Pria itu berbalik badan. Rupanya ia bertemu dengan anaknya disini, "Agha kamu disini?"

Inke menghampiri Citra, lalu meraih tangan Citra sambil bertanya, "Kak? Bagaimana kondisi Veron?"

Yoosi dan Berlin masih berjalan jauh dari mereka. Ketika sudah terlihat keluarga Berlin, barulah Yoosi menyadari kalau ada orang lain, "Ada ayahnya Agha?"

"Om kok ada disini?" Yoosi menyalami tangan pria itu. Barulah Belin akan melakukan yang sama.

"Berlin!" Suara tegas dari Citra membuat Berlin, Yoosi, Agha dan pria itu menoleh. Citra menghampiri Berlin lalu tangan menarik pelan tangan keponakannya.

"Turunkan tanganmu," cegah Citra.

Berlin mengangguk nurut, "Bi mereka kesini mau ngambil bahan presentasi,"

"Oh iya, Lin. Maaf bibi nggak sempat ke sekolah." Citra mengambil tote bag di kursi tunggu. Lalu memberikannya ke Berlin.

"Nih." Citra juga memberi ponsel milik Berlin, "Tadi ponsel kamu ada di tas."

"Kalian balik sana ke sekolah." Berlin memberikan tote bag itu ke Yoosi. Dia menatap dua temannya dan merasa bersalah, "Gue minta maaf bikin kalian repot sampai harus datang kesini,"

"Ogah," ketus Agha.

Yoosi menyikut pelan lengan Agha, "Gha, kenapa sih?"

"Iya, Lin. Gue paham lo lagi repot juga. Lo nggak masuk karena jaga bunda lo yang sakit kan? Terus juga disini lo jenguk saudara lo,"

Berlin tersenyum senang karena merasa dimengerti oleh Yoosi, "Sana kembali ke sekolah nanti kalian terlambat,"

"Udah dari tadi terlambat," ketus Agha. Lagi-lagi Yoosi menatapnya lalu mencubit lengan Agha.

Abang Mantan!Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu