11. Bunda jahat!

4 2 0
                                    

11. Bunda jahat!

Berlin telah sampai di rumah. Dalam kamarnya, ia merapikan sisa-sisa sampah. Selama dua hari ia tak menempati kamar untuk menginap di rumah sakit. Kali ini Inke memutuskan istirahat dan kesana lagi hari Minggu.

Berlin menyapu lantai sembari memakai headphone, gadis itu tak malas beberes rumah ketika mendengar lagu.

Setelah semua sisa-sisa debu disapu ke pengki, barulah ia membuangnya ke tempat sampah. Mood-nya membaik itu tertunda saat dering ponsel menyamarkan lagu kesukaan.

"Tanggung jawab, nih baru gue mau nyanyi!"

Berlin menghampiri ponselnya yang tergeletak di kasur untuk menerima panggilan. Barulah ia lanjut membersihkan, "Ya halo, pret. Kenapa lagi?"

"Kok nanya, kan janji lo gue telepon lagi kalau lo udah pulang,"

"Iya kenapa, sambil beberes nih!" Berlin membersihkan foto-fotonya dengan kemoceng.

"Rajin banget, digaji berapa?"

Berlin berkacak pinggang, "Lo pikir gue babu di rumah sendiri?"

"Santai bro! Lin, gimana tuh kelanjutannya?"

"Bener dugaan gue, dia bilang pusing karena dikasih pertanyaan banyak. Tau nggak sih, pret,"

"Apa, apa?" Terdengar dari panggilan itu suara renyak. Di sana Veron merubah posisi berbaringnya jadi duduk.

"Gue baru tau Faula punya pacar. Padahal kemana-mana selalu sendiri,"

Zack mengerutkan alis, "Siapa pacarnya?"

"Zack,"

Zack. Veron lagi-lagi tak berkutik setelah mendengar nama tersebut. Berlin merapikan sedikit headphone agar bisa telepon itu didengar jelas.

"Halo?"

"I-iya?" ujar Veron mencoba fokus ke topik pembicaraan.

"Sinyalnya kurang bagus ya?" Berlin bertanya.

"Nggak, Lin. Gue emang lagi diem." Veron terkekeh.

"Lo denger jawaban gue?"

"Ya, denger. Lin, Minggu lo nggak usah bawa baju salin. Gue udah dibolehin pulang,"

"Syukurlah. Lo udah nggak merasa sakit lagi?"

Veron tertawa heboh, "Nggak, gue kan cowok kebal,"

"Kalah deh sama Hulk!" puji Berlin sambil tertawa.

"Bukan Hulk tapi superhero." Setelah berkata Veron lagi-lagi terdiam. Barulah tertawa pelan dari suaranya yang berat itu terdengar setelah bungkamnya.

"Lina! Udah dulu, lo besok harus ke museum kan?"

Berlin membulatkan mata, "Oh iya! Gue belum bilang ke bunda,"

"Kebiasaan, malah berangkat besok, buruan izin."

"Iya tutup teleponnya, dadah Kupret!" Berlin mengakhiri telepon. Gadis itu menyandarkan sapu di sudut kamar.

Berlin setengah berlari menuju ruang tamu. Bundanya, Inke sedang menonton acara komedi di televisi. Canda tawa dari siaran tersebut bisa Berlin dengar. Namun, bundanya ini cuma diam, tak ada yang lucu dari tontonannya.

"Bunda," panggil Berlin. Gadis itu duduk di sebelah bunda. "Besok Berlin sama teman-teman mau ke museum,"

Tanpa menatap anaknya, wanita itu bertanya, "Naik apa?"

Abang Mantan!Where stories live. Discover now