4. Plus one

6 3 0
                                    

4. Plus one

Berlin berjalan kaki ke depan gang, ia sengaja berangkat sekolah sendiri agar bisa berpikir lama selama perjalanan. Gadis itu duduk dipinggir jalan, menunggu angkutan umum lewat.

Sepuluh menit menunggu, angkutan umum baru lewat sekarang. Ia melambaikan tangan hingga mobil itu terhenti didepannya. Berlin memasuki mobil.

"Berlin lo nggak dijemput Tessa?" Dalam angkot Berlin bertemu dengan teman satu sekolah, Faula.

Kebetulan Berlin kenal dengan Faula dan akhirnya ia duduk disampingnya. Kebetulan tempatnya kosong. "Hari ini doang,"

"Pasti lo baru nemu angkot sekarang ya?" Faula menebak.

"Iya, kok tau?"

Faula tertawa pelan. "Soalnya sampai keringatan gitu muka lo,"

Berlin hanya tersenyum, "Lo bawa tissue?"

Faula mengambil satu pack tissue
dari tasnya untuk Berlin. "Nih,"

"Kebanyakan, Faula."

"Udah biarin, gue bawa banyak! Lo masa lupa kalau ayah gue kerja di perusahaan tissue,"

"Baru ingat. Makasih, La." Berlin menerima 1 pack tissue.

Angkutan umum itu mengerem setelah portal rel kereta menghalangi jalannya. Kereta akan segera melewati stasiun disini. Seketika kendaraan yang berhenti memadati jalan.

Berlin memerhatikan rel kereta sampai gerbong kereta itu melewati. Ia bisa mendengar suara klakson dari masinis. Kepala masinis nongol di jendela kemudi untuk memberi sapaan kepada penjaga stasiun. Berlin merasa tak asing dengan seragam yang dikenakan oleh masinis itu.

Mirip seragam ayah yang dipake mengukur baju, pikir Berlin matanya sampai sipit melihat seragam yang dikenakan masinis.

Jarak tempuh gerbong kereta cepat melaju. Masinis itu hanya sekilas dilihat.

Faula melihat keseriusan Berlin yang memerhatikan si masinis, "Masinis itu lebih ganteng dari Agha kan?"

"Faula!"

***

Pukul 07.15, Berlin baru sampai di sekolah. Untung satpam yang berjaga di gerbang sekolah sedang tidak ada di posko. Jadi, ia dan Faula bisa masuk tanpa diinterogasi bermenit-menit oleh satpam.

Kelas Faula lebih dekat daripada Berlin. Jadilah Berlin pergi sendiri
ke kelasnya.

Untuk ke kelas, ia harus melewati ruang guru. Berlin mengendap-endap sampai jauh dari sana. Gadis itu amat takut mendapat hukuman dari guru. Ia baru bisa bernapas lega setelah ruang guru jauh dari jangkauannya.

Berlin tersenyum dengan langkah kakinya yang santai. Bahkan merasa bangga bisa lolos dari hukuman terlambat masuk sekolah.

"Eh Tessa, kemana Berlin? Biasanya bareng kan." Moosi duduk disamping Tessa yang sebenarnya juga khawatir pada Berlin.

Tessa cuma bisa menjawab, "Kamu nanyak?"

"Jangan-jangan lo ninggalin dia ditengah jalan." Yoosi yang duduk dibelakang itu menuduh Tessa.

"Kalau gue ninggalin, kenapa pake ngajak dia buat bareng? Biar sekalian aja berangkat sendiri," jawab Tessa.

"Bilang aja lo mager kerumahnya," nyinyir Moosi.

"Lo sebenarnya nanyain Berlin atau mau nyinyir?" Tessa mulai terusik dengan gaya bicara Moosi.

"Tapi benar, ya nggak?" Moosi menebak.

Abang Mantan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang