24. Kegaduhan

3 2 0
                                    

"Kenapa lo bilang gitu?"

Agha masih diam, ia menatap Berlin. Gadis ini tidak percaya sama apa yang dikatakannya.

Berlin menunduk, "Lo tau Faula, Gha?"

Agha mengangguk, "Temannya Luvi,"

Berlin memainkan kuku, "Sebenarnya dia amnesia,"

Agha sedikit terkejut mendengarnya, "Serius lo? Yang gue tau dari Luvi, dia orangnya pandai merangkai kata,"

Berlin memetik jari, "Sependapat. Tapi aslinya dia susah mengingat kejadian dulu,"

"Bahkan amnesia bukan kemauannya sendiri," ujar Berlin. "Gue sering lihat dia di rumah sakit,"

Agha menyela ucapannya, "Lo sakit?"

Berlin mengerut alis lalu menggeleng cepat, "Waktu itu tepat Veron dirawat inap,"

"Di rumah sakit yang sama?" Berlin mengangguk.

"Dia nggak pernah cerita ke gue tentang penyakitnya, cuma gue tau dari Veron. Kebetulan saudara gue adalah teman SMP nya,"

"Lo mengerti kan, Gha? Semisalnya lo punya sosok berkesan kemudian hilang dari ingatan lo gitu aja,"

"Pasti dia bingung mencari jejak ingatannya," jawab Agha.

"Sesulit itu, dia nggak ingat siapa-siapa. Bahkan lupa sama orang terdekatnya,"

"Itu alasannya, Lin. Gue ingatkan ke lo, seberat apapun masalah jangan lukai diri sendiri. Apalagi sumber dari ingatan lo," ujar Agha meraih puncak kepala gadis itu.

Berlin mendongak, barulah Agha menurunkan tangan, "Karena kalau sudah terjadi, lo harus mulai dari awal tanpa punya arah."

***

Berlin kembali ke kelas sebelum bunyi bel masuk, dari istirahat ke dua. Saat selangkah dari pintu, ia mendapati Tessa, Faula, Moosi dan Yoosi saling berhadapan itu berdampingan. Posisinya Berlin berada ditengah-tengah mereka.

Barulah kehadiran Berlin mereka kewalahan bertanya-tanya lalu menenangkan Berlin.

Moosi memegang lengan Berlin sambil was-was, "Lo masih hidup kan?" Tangannya meraba-raba pipi Berlin.

"Gue dapat pesan gambar dari Ero. Ini tulis tangan lo kan?" Faula menyodorkan ponselnya agar Berlin bisa melihat. Berlin melihatnya sambil tersenyum kecil.

"Kami udah cari lo dimana-mana, Berlin." Tessa meraih lengan Berlin.

"Lengan lo masih bersih kah?" Tessa memastikan kondisi lengan Berlin.

"Jangan bertindak tanpa sepengetahuan kami, ada banyak pendengar yang pingin menyelesaikan masalah lo, Berlina," ujar Faula. Berlin tak bicara hanya diam, mengangguk saja.

Erif membawa kertas-kertas beserta alat tulis yang habis dipakai untuk tugas kelompok baru. "Mohon perhatiannya nona-nona,"

"Dikabarkan dua jam seorang pitik kabur dari kandangnya, harus menyelesaikan tugas-tugas ini," ujar Erif menaruh tumpukan itu di meja guru disebelah mereka berdiri.

Dengan tujuan mengingatkan Berlin, bahwa statusnya masih seorang siswi yang dimabuk tugas-tugas.

"Beri Berlin waktu lah! Dia manusia bukan pitik yang bisa lo gubah gitu aja," bela Faula agar temannya bisa diberi keringanan dari beban-beban yang diserahkan Erif.

Erif memicing mata saat melihat objek baru berada di dalam kelas, "Lo pitik baru di kelas ini?"

"Dia anak kelas sebelah," jawab Agha. Kedatangannya membuat mereka kompak menengok.

Abang Mantan!Où les histoires vivent. Découvrez maintenant