20. Hari istimewa

3 3 0
                                    

20. Hari istimewa

Keesokan pagi, Berlin menggenakan dress bewarna hitam. Gadis itu tersenyum seri yang tertampang di pantulan cermin hingga Inke bahagia bisa melihat senyuman putrinya dan berpikir itu yang terakhir.

Semua orang yang Berlin undang ke acara ulangtahun ayahnya wajib memakai pakaian serba hitam juga membawa bunga. Tak hanya keluarga dan kerabat, tetangganya pun ikut berdatangan. Membantu memasak sebagai persembahan untuk tamu yang datang.

Berlin bahagia, acara ulangtahun ayahnya meriah dirayakan. Gadis itu melihat kardus pipih, bundanya bilang itu adalah foto sang ayah. Namun belum boleh diperlihatkan.

Seketika terdengar suara sandal yang melangkah cepat ke arahnya.

"Berlin!" Tessa mengagetkannya. Gadis itu memakai dress panjang berwarna hitam. Ia sebelah tangannya memeluk buket bunga.

Berlin menengok sambil mengelus dada, barulah ia membulatkan mata, "Tessa? Lo datang juga akhirnya!"

Berlin dan Tessa saling berpelukan sebagai cipiki mereka. Tak hanya dihadiri Tessa, ada juga Moosi, Yoosi, Geneva dan Erif.

"Kami juga, Lin!" Berlin dan Tessa melepas pelukannya barulah Berlin menghampiri mereka. Merekapun sama, mengenakan pakaian serba hitam dan membawa bunga.

Berlin bergantian memeluk Moosi dan Yoosi. Dan berjabat tangan dengan Erif dan Geneva.

"Lin lauk udah jadi belum? Gue belum sarapan," jujur Erif tidak tanggung-tanggung untuk jujur.

"Niat lo apa datang kesini?" Moosi mengomentari.

"Makan gratis," enteng Erif, tampangnya biasa saja. Berlin tertawa dan mempersilahkan Erif untuk makan siang terlebih dahulu. Teman-temannya berjalan masuk ke dalam.

Sementara Berlin berdiri di lobby, menerima tamu secara formal. Seperti yang diajarkan bundanya.

Tak lama Agha datang bersama ayahnya. Ayah Agha turun duluan karena Agha harus memarkir motor di halaman rumah. Berlin tersenyum ramah ketika Ayah Agha sumringah melihat gadis itu.

Berlin menyalami Ayah Agha, "Apa kabarnya om?"

"Kabar saya baik, nak Berlin. Kamu sendiri? Apakah sudah membaik?"

"Sangat baik, om. Karena hari ini untu pertamakali Berlin akan bertemu dengan ayah," ungkap Berlin terkekeh pelan karena ditanya soal kabar.

"Baiklah, apapun yang terjadi jangan membuat kebahagiaanmu menghilang," ujar Ayah Agha penuh kasih sayang. Sempat, gadis itu menerima elus kepala dari beliau sebelum masuk ke dalam rumah.

Barulah Berlin menyambut kedatangan Agha secara formal, "Terimakasih sudah datang, Agha,"

"Ya," jawab Agha seadanya.

Pria itu mengenakan pakaian hitam, dengan bunga yang membuat Berlin tercengang melihat keindahan dari tumbuhan itu. Perpaduan mawar maroon dan aster putih dalam satu buket.

Berlin masih memerhatikan buket bunga yang dibawa Agha, "Bagus banget, bunganya! Beli dimana?"

"Ayah yang beli."  Berlin menatapnya sinis, disebelahnya pria itu pun melangkah masuk. Lagi-lagi Berlin jengkel menerima respon ogah-ogahan Agha.

***

Hari menjelang petang, rumah Berlin yang tadinya ramai menjadi sepi. Hanya tersisa teman-teman dan keluarga besar. Berlin tak melihat ada acara apapun, melainkan lantunan ayat-ayat dan doa.

Berlin duduk di sofa terdiam menyaksikan orang-orang yang pergi melewati pintu. Inke menghampirinya dan duduk tenang disebelahnya.

"Ayo kita bertemu ayahmu, nak." Hanya itu yang ingin dikatakan Inke, wanita itu kembali bangkit dari duduknya. Mempersiapkan keberangkatan mereka untuk pergi.

Abang Mantan!Where stories live. Discover now