10. Hidup terus berjalan!

3 2 0
                                    

10. Hidup terus berjalan!

Sesampainya di sekolah, mereka melambai tangan ketika sudah berbeda arah menuju kelas. Berlin lanjut berjalan tanpa terburu-buru seperti sebelumnya.

Ketika hendak masuk ke kelas, tangannya ditarik oleh Tessa. Berlin amat terkejut, ia memejamkan mata setelah tangannya ditarik.

"Lin? Ini Tessa," sahut Tessa, tampak kebingungan melihat Berlin memejamkan mata.

Berlin membuka mata perlahan. Sekarang ia bisa bernapas lega, "Gue kira bukan lo,"

"Kenapa? Lo ngira gue Luvi?"

Sebutan Luvi terngiang-ngiang di kepala Berlin. Sebenarnya ia agak takut dengan Luvi, semenjak mencari  gara-gara dengan anak kelas sebelah itu.

Tessa memulai jabat tangan, "Maafin gue, Lin. Gue emang bego membiarkan lo disalahin Luvi kemarin,"

"Gue nggak mempermasalahkan," enteng Berlin.

"Tapi lo sekarang jadi punya masalah sama dia," timpal Tessa, mencerahkan pemikiran Berlin yang kalut memahami kejadian kemarin.

Berlin tertawa, "Nggak mungkin, dia udah numpahin soto ke gue."

"Bakal gue pantau terus tuh anak. Biar gak cari gara-gara sama lo." Karena Tessa mencemaskan Berlin, ia hampir berburuk sangka.

"Itu pilihan lo. Tapi jangan sampai suuzon." Berlin menghargai kecemasannya

***

Berlin membuka kotak bekalnya. Sementara Faula menyeruput es jeruk. Keduanya duduk dipinggir lapangan sambil melihat kelas lain yang jadwalnya olahraga, mereka sedang praktek senam.

Faula berdehem lama. Berlin memerhatikan setelah mendengar.

"Pulang sekolah lo free?" Faula bertanya

Berlin terlebih dahulu berpikir. Rupanya jadwal pulang sekolahnya hari ini sedang kosong, "Iya, kenapa?"

"Ke bioskop yuk, Lin! Gue ada dua tiket, lo boleh ajak satu teman,"

"Nanti, gue cari dulu," ujar Berlin. Faula mengangguk saja.

"Berlin!" Tessa berjalan cepat ke arah mereka. Disusul Yoosi dan Moosi. Barulah setelah mereka kumpul, empat teman Berlin ini duduk disebelahnya.

"Lin! Besok hari sabtu kan?" tanya Moosi.

"Iya," jawab Berlin.

"Besok yuk ke museum," ajak Yoosi. Berlin masih bingung dengan ajakannya.

Tessa mengangguk setuju. Gadis itu memperjelas, "Naik kereta, Lin. Kita berempat sama Geneva dan Erif,"

"Tugas sejarah ya?" Faula gabung mengobrol dengan mereka

Moosi menatapnya ramah, "Iya La. Mau ikut besok?"

"Boleh tuh!" Faula menerima ajakan Moosi. Setelah mereka kembali bicara, sempatnya Faula menyikut lengan Berlin.

"Gimana, Lin?" Yoosi memberi keputusan untuk Berlin.

"Pasti ikutlah! Faula aja ikut," kekeh Tessa.

"Nanti lo bakal ketemu kok sama masinis ganteng itu," bisik Faula pada Berlin. Ia menyeruput kembali minumannya, sesampainya habis barulah gelas plastik itu dibuang ke tempat sampah.

"La, belum selesai juga?" Berlin malas membahas tentang pria. Faula tersenyum kecil dan kembali duduk disebelahnya.

Tessa tertarik mendengar percakapan, "Emang ada masinis yang ganteng?"

"Ada woi!" Faula bersemangat menjawab.

"Ketemu dimana?" Yoosi bertanya.

"Di rel kereta. Ceritanya angkot yang gue tumpangi dan Berlin berhenti. Nggak lama kereta lewat, serius ganteng. Berlin sampai bengong lihat dia," cerita Faula agak heboh.

Abang Mantan!Where stories live. Discover now