1. G&W | Awal dari Perjalanan

931 47 0
                                    

Awal dari Perjalanan

"Alhamdulillah Biruuuu!" Tak terasa air mata menetes, mulut tidak bisa berkata-kata, badan menjadi gemetar dan lemas. Begitu tahu kalau dirinya lolos jalur undangan tahun ini dengan jurusan KEDOKTERAN.

Spontan Diana berteriak memanggil ibunya "Buu!! Buuu! Adek keterima buu!" Dengan secepat kilat ibunya menghampiri Diana yang sibuk memandangi layar laptopnya itu.

Ibunya pun khawatir dan bertanya "Wonten nopo toh nduk? Piye, kok nduk nangis? Hasil e nopo toh nduk?" Ada apa Nak? Kenapa, kok kamu nangis?

Ibunya Diana itu memang sangat tidak mengerti dengan tampilan laptop anaknya, karena ibunya itu tidak lulus SD dan tidak berpendidikan. Meskipun berasal dari keluarga sederhana Diana mempunyai laptop, laptop itu dibeli dengan dari uang beasiswa PIP yang diperoleh selama bersekolah, uang jajan yang selalu ditabung oleh Diana ia rela tidak jajan di sekolah dan selalu membawa bekal, uang hari raya, uang bantuan sosial, dan uang tambahan dari kakak laki-lakinya.

"Lihat bu, Diana bakal jadi Mahasiwa baru Fakultas Kedokteran di Universitas D bu!" Ucap Diana.

"Alhamdulillah Nak, berterimakasih lah pada Allah, Allah sing sampun memudahkan lan meng-Iyakan kamu nduk supoyo bisa diterima ing Universitas D dengan jurusan kedokteran. Sakwise niki nduk kudu semangat kuliah, rajin beribadah lan berdo'a, ndak boleh males nggih, ingat masih akeh anak ing luaran kana sing minim akan pendidikan. Lan setunggal sing kudu nduk inget, kabeh iki nembe awal dari perjalanan kamu nduk, aja sampe sombong terhadap apa sing sampun nduk capai. Sebaik-baiknya manusia, adalah mereka yang bermanfaat kangge wong lia." ucap bu Yati terhadap anaknya. -setelah ini kamu harus semangat kuliah, rajin beribadah dan berdo'a, gak boleh malas ya, ingat masih banyak anak di luaran sana yang minim akan pendidikan. Dan satu yang harus kamu ingat, semua ini baru asal dari perjalanan kamu, jangan sampai sombong terhadap apa yang sudah kamu capai.

"Diana akan selalu ingat pesan ibu, Diana sayang ibu." ucapnya lalu tersenyum.

Mengingat biaya kuliah kedokteran itu tidak murah, dan pekerjaan bu Yati dan ayah Diana yang hanya seorang petani, seakan ibu Yati menunjukkan muka sedihnya.

"Ibu kenapa? Kok kaya sedih gitu?" tanya Diana, yang sudah paham dengan ekspresi ibunya yang seketika berubah bingung.

"Eh ndak kenopo-nopo nduk." - gapapa nak.

"Ibu mikirin biaya ya? Atau khawatir jika Diana bakal merantau lan hidup adoh sing ibu," - Dan hidup jauh dari ibu

"Ibu mengkhawatirkan semua tentang kamu nak, semuanya!"

"Tenang bu, untuk masalah biaya kan udah ditanggung sama KIP-Kuliah, uang UKT juga akan otomatis dibayarkan, dan setiap bulannya Diana bakal dikirimin uang untuk biaya hidup, lumayan kan? Diana kuliah nya deket kok Bu, di Semarang, " ucap Diana berusaha untuk menyakinkan ibunya.

"Ibu lega mendengarnya nak, kamu sing ati-ati nang kana ya nak, kalau nduk butuh uang jangan sungkan kangge ngabari mas mu si Mas Tris lan Mas Ray. Ibu pasti bakal kangen karo kamu nak. Ibu bakal selalu nunggu nduk wangsul ing kampung halaman yaiku ing Brebes tercinta iki," ibu Yati berbicara sambil memeluk anak bungsunya itu, tak terasa air matanya menetes. - kamu hati-hati disana ya nak, kalau kamu butuh uang jangan sungkan buat kabari mas mu si mas Tris dan mas Ray. Ibu akan kangen sama kamu nak. Ibu akan selalu nunggu kamu pulang di kampung halaman yaitu Brebes tercinta ini.

"Diana juga bakal kangen ibu."

***

Timbul keinginan kuat bagi Diana untuk mengabari sahabat dekatnya itu, walaupun berbeda kelas tetapi mereka selalu kompak. Mereka sudah bersahabat sejak kelas 7 SMP, sampai sekarang mereka masih tetap bersahabat baik.

Diana mengabari sahabatnya lewat panggilan video call.

Diana Video Call

"Novii aku lolos! Biru Nov,"


"Serius? Kamu lagi gak bercanda kan?"

Benar, aku gak bercanda. Aku keterima di FK universitas D!

"MasyaAllah, Selamat mbak ku. Kau hebat. I'am so proud of you! (Saya sangat bangga padamu)"

***

Setelah pengumuman itu Diana mengumpulkan beberapa berkas dan persyaratan yang dibutuhkan. Ia juga diminta untuk mengabari pihak sekolah jika ia diterima jalur tanpa tes.

Begitu mengetahui salah satu anak didiknya itu diterima kuliah kedokteran membuat banyak guru mendokumentasikan untuk keperluan data sekolah. Banyak pertanyaan yang timbul entah itu dari guru, teman sekolah, tetangga, sepupu, teman di desanya dan masih banyak lagi.

Diana sangat ingat, ia ke sekolah karena hari ini adalah ujian sekolah di hari terakhir. Setelah sampai kelas pun, Diana langsung dikerumuni teman teman sekelas nya.

"Lo pake strategi apaan sih gila, kenapa Univ itu bisa tertarik sama Lo, apalagi dengan jurusan yang bergengsi itu, padahal kan sekolah kita gak begitu famous di univ itu" ucap si Yani, Yani adalah teman yang sama-sama pintar dikelasnya itu.

"Cieee bentar lagi jadi Bu dokter nih"
Ucap Ida.

"Nanti kalau udah jadi dokter jangan mahal-mahal yah tarif nya hehehe." ucap Lela disertai senyuman candaannya.

"Ingat, harus ramah sama pasien, gak boleh jutek loh. Harus kasih perhatian ke pasien," sahut Ida.

"Siapp laksanakan," jawab Diana.

"Beruntung banget si jadi kamu, harusnya dulu waktu sekolah aku ngikutin jejak kamu yang pinter, rajin dan sering ikut olimpiade. Pengen banget lolos di jalur undangan, tapi apalah daya, jadi siswa eligible ajah nggak," Salah satu teman Diana angkat bicara.

"Jangan patah semangat, masih banyak jalan disana untuk menuju PTN impian, pelan-pelan saja dijalanin, ingat Ada Allah," Diana berusaha untuk menyemangati.

"Ciee bentar lagi keinginannya jadi ibu Persit bakal kenyataan nihh yee,"
Dengan spontan Diana menutup mulut teman sebangku nya itu. Memang yang tahu tentang itu hanya sahabat dan teman dekatnya saja, Diana gak mau ada banyak orang yang tahu kalau ia pengin jadi istri tentara.

"Bisa diem gak?!" Peringatnya tepat ditelinga teman sebangkunya.

"Eh si Sifa anak IPS itu juga lolos jalur undangan di Universitas D dengan jurusan Akuntansi lhoo," ucap Yani. Seketika Diana langsung mendongakkan kepala.

"Benarkah?" tanyanya. Jujur Diana gak punya temen yang dikenal ketika nanti berkuliah di Universitas tersebut, Diana jadi takut. Meskipun begitu Diana harus pintar-pintar cari teman yang baik dan pastinya se frekuensi.

"Iya benar, kamu bakal punya teman kuliah dari SMA ini walaupun beda Fakultas."

Diana tersenyum dan berucap dalam hati

Alhamdulillah, Allah maha baik.

***

Bel pulang sekolah pun berbunyi, Begitu selesai melaksanakan sholat Ashar bersama temannya, Diana beranjak ke parkiran mengambil sepeda motornya dan pulang. Ketika sudah sampai di gerbang sekolah, Diana kaget melihat spanduk besar bertuliskan siapa saja yang lolos jalur undangan.

Terdapat beberapa anak dari Mipa maupun IPS yang lolos di berbagai universitas dengan jurusan nya masing-masing.

Tak henti-hentinya Diana berucap syukur karena foto dan namanya bisa berada di spanduk itu. Semua itu adalah hasil dari kerja cerdas nya selama bersekolah, dikenal guru membuat ia mudah untuk mengetahui berbagai informasi mengenai PTN.

Sepanjang perjalanan pulang, mulut Diana tak henti-hentinya untuk tersenyum. Ia bangga pada dirinya sendiri, gak sia-sia dia ambis belajar. Tapi meskipun begitu, dirinya tak mau besar hati. Dia tetap harus belajar, belajar, dan belajar. Diana harus kuliah yang bener, dia akan melaksanakan apa yang dipesankan ibunya.

Duh jadi gak sabar buat siapin baju dan perlengkapan yang akan dibawa. Ia juga ingin cepat-cepat belajar materi kedokteran.

"Ya Allah, mudahkanlah." Lirihnya.





Terimakasih yang sudah klik tanda star.

Green and WhiteWhere stories live. Discover now