Loro

6.6K 320 2
                                    

"Gimana dok?" tanya Nita yang kini berdiri di samping ranjang UKS dengan ditemani Satria yang dipaksa gadis itu untuk tetap di sana.

Dokter yang memeriksa kondisi Aira menghela nafas gusar. "Maaf sebelumnya, temen kamu kondisinya kritis, saya duga dia keracunan makanan, tapi untuk lebih lanjut saya sarankan dibawa ke rumah sakit langsung supaya bisa diperiksa karena peralatan di sini tidak lengkap," ujar dokter tersebut membuat Nita menahan nafas sebelum matanya berkaca-kaca.

"Dokter serius dia keracunan makanan?" tanya Nita memastikan.

"Ini baru dugaan, lebih baik kalian cepat membawa dia ke rumah sakit, untuk izin biar saya bicara pada guru," balas dokter tersebut baik hati.

Satria mendengar itu dengan sigap mengangkat Aira kembali. "Ayok Nit, udah jangan nangis, sekarang kita harus cepet-cepet bawa Aira ke rumah sakit, pake mobil gue aja biar cepet," ujar laki-laki itu membuat Nita mengusap air matanya kasar sebelum mengangguk.

"Ayok Sat, gue takut Aira makin kenapa-napa nanti, dokter makasih ya, kami permisi," balas Nita beralih menatap sang dokter sebelum melenggang pergi dari UKS bersama Satria yang membawa Aira dalam kondisi masih pingsan.

"Iya sama-samaa."

Setelah melihat kepergian ketiganya, sang dokter terlihat diam merenung. "Bisa-bisa ada racun yang terkandung dalam makanan di kantin," gumamnya sebelum keluar dari UKS dan menepati ucapannya yang akan membicarakan masalah ini kepada guru atau kepala sekolah.

'Saya harus berterus terang kalo anak tadi keracunan makanan, ini nanti bisa ditindak lanjuti agar tidak terulang lagi kejadian seperti ini' batin Dokternya.

***

"Gimana kondisi temen saya Dok?" tanya Cika setelah sang Dokter selesai memeriksa kondisi Aira yang sekarang tak sadarkan diri lagi.

"Baik, hanya ada memar di kepala nya yang menjadikan temen kamu pusing, tapi jika pusingnya terus berkelanjutan lebih baik dibawa ke rumah sakit saja, saya permisi," balas Dokter yang memeriksa kondisi Aira.

Cika mengangguk sebelum Dokter tersebut berlalu pergi dari UKS meninggalkan Cika yang masih dilanda kekhawatiran melihat kondisi sahabatnya yang yang masih terbaring tak sadarkan diri di atas ranjang.

"Sumpah Ai, lu lemah banget anjir! Tapi salah cowo tadi juga yang lempar bolanya gak ngotak sampe kenceng banget kena kepala lo, meskipun itu gak sengaja tetep aja tuh cowo harus gue kasih pelajaran dan gue bakalan minta tanggung jawab sama dia kalo sampe otak lo gak balik lagi kayak semula, gak mungkin lo amnesia cuma gara-gara kelempar bola kan Ai?"

"Orang tadi Dokternya juga cuma bilang lo bakal pusing doang," lanjut Cika terus mengoceh pada Aira yang belum sadar, gadis itu seolah menganggap dia berbicara pada orang yang telah sadar.

Krekk

Dengan kasar Cika duduk di kursi yang tersedia, setia menunggu Aira sampai bangun kembali, dia tak terlalu memusingkan pelajaran pada jam ini karena pelajaran yang sedang berlangsung adalah mata pelajaran yang tak dia sukai, yaitu matematika. Cika bersyukur bisa izin ke UKS tanpa di alfa maupun dicurigai jika dia memang berniat menghindari pelajaran sekaligus guru nya yang teramat killer.

"Btw, gue makasih banget sama lo Ai, berkat lo gue jadi gak perlu susah-susah nyari alasan buat izin gak ikut pelajarannya Bu Wati," ujar Cika lagi, tapi kali ini suaranya dipelankan sambil melihat ke sekitar UKS, takut jika ada orang lain yang mendengar ucapannya. Bisa-bisa nanti Cika pasrah jika orang itu mengadu pada guru matematika tersebut.

Baru saja Cika akan memejamkan matanya yang terasa memberat, dia kembali menegakkan tubuhnya saat tak sengaja menangkap jemari Aira yang bergerak seolah gadis itu akan bangun.

"Eh Ai."

Cika menunggu respon Aira selanjutnya, betapa leganya dia setelah melihat sepasang netra coklat milik sahabatnya itu terbuka. Awalnya Aira terlihat mengerutkan kening sambil mengerjapkan mata seolah menyesuaikan cahaya yang ada di sana sebelum sepasang matanya terbuka sempurna.

"Huffh! Akhirnya lo sadar juga Ai."

Aira yang baru sadar langsung mengalihkan atensinya pada Cika yang terlihat asing di matanya. Beberapa detik dia diam seperti mencerna sebentar apa yang terjadi padanya. "Anjir! Ternyata sekarang gue gak mimpi dan masih di sini sama cewe sksd ini," umpat Aira lirih yang tak dapat didengar oleh Cika.

'Gue harus mastiin mimpi yang gue rasain tadi beneran atau emang gue sekarang lagi dikerjain sama Nita' lanjut Aira dalam hati sebelum mencoba untuk bangkit dari ranjang dengan perlahan.

Cika yang peka dengan cekatan membantu gadis itu untuk bangkit. "Nih minum dulu, lo pasti haus," ujarnya memberikan segelas air putih yang memang biasa tersedia di UKS.

"Makasih," balas Aira membuat Cika tersenyum lega.

"Kayaknya lo tadi emang mau ngeprank gue pake segala bilang gak kenal kan? Jangan bikin panik dah lo Ai, sumpah itu gak lucu si," ujar Cika tiba-tiba membuat Aira mengerutkan keningnya tak suka.

Masih ingat dengan tujuannya, Aira mencoba abai dengan apa yang dikatakan Cika. "Serah lo dah, gue boleh pinjem cermin atau HP lo gak?"

Awalnya Cika mengerutkan keningnya sedikit heran dengan tingkah Aira yang tak seperti biasanya, karena biasanya sahabatnya itu tak pernah meminta izin seperti itu. Tapi pada akhirnya Cika mengangguk dan mengambil HP nya di saku karena dia tak membawa cermin. "Aelah Ai kek siapa aja lo pake izin, biasanya juga lo kalo pinjem langsung bilang."

"Tenang aja Ai lo masih cantik kok dengan kondisi rambut lo yang acak-acakan gitu," lanjut Cika tertawa pelan. Tapi dihiraukan oleh Aira yang sekarang kerasa deg-degan saat detik-detik dia melihat wajahnya sendiri lewat pantulan ponsel Cika.

"Mending lo diem dulu," ujar Aira sebelum mengarahkan ponsel Cika ke depan wajahnya.

Deg!

Mati-matian Aira menahan agar tak berteriak saat itu juga di depan Cika saat melihat wajahnya di pantulan ponsel milik Cika. 'Anjir! Ini bukan muka gue bangsat! Huaaa! Ini gue beneran pindah tubuh kek di novel-novel? Trans-transmigrasi? Ya tapi kenapa gue juga ikut transmigrasi ke novel juga sih? Mana novelnya Nita lagi! Punya dosa apa gue sama dia!' batin gadis itu menjerit tak terima dan tak percaya dengan apa yang telah terjadi padanya. Perubahan raut wajahnya saat ini terlihat sangat kentara membuat Cika yang sejak tadi memperhatikan nya seperti bertanya-tanya dalam hati.

"Huaaaa gue gak mau!" Sudah tak bisa ditahan lagi, Aira tanpa memikirkan gadis asing di sampingnya lagi dia mengeluarkan air matanya, menangis histeris seperti kehilangan sesuatu. Memang benar, Aira kehilangan kehidupannya yang asli.

"Lhoh lhoh kok nangis sih, gak mau apa Ai?" panik Cika yang bingung sendiri bagaimana menenangkan sahabatnya itu.

'Eh eh tapi kan muka nih cewe jauh lebih cantik dari pada gue, tapi tetep aja gue gak mau di sini! Mana endingnya gue bakalan mati lagi! Bunda! Ayah! Tolong!' batin Aira semakin mengeraskan tangisnya kala mengingat mimpinya tadi saat pingsan.

'Nita anak monyet! Lo harus tanggung jawab! Sekarang gue harus gimana coba!' lanjut Aira dalam hati.

Sedangkan Cika sendiri semakin dibuat panik dengan tangis Aira yang semakin kencang seperti anak kecil. "Eh eh udah dong Ai, lo kenapa sih? Gak mau apa? Sini cerita sama gue siapa tau gue bisa bantu lo," bujuknya.

"Lo gak tau!" Tapi respon Aira tanpa pikir panjang seperti itu, terdengar ketus dan sinis pula.

AyataWhere stories live. Discover now