Nembelas

4.4K 215 1
                                    

Di dunia lain, tepatnya di dunia asli Aira, raga gadis itu masih terbujur kaku di atas brankas rumah sakit dengan alat bantu pernafasan yang terpasang di hidung dan mulutnya.

Di kedua sisi ranjang yang ditempati Aira ada sepasang paruh baya yang menatapnya dengan tatapan sendu. Wanita paruh baya yang ada di sisi kanan Aira terlihat bercucuran air mata sesekali bergumam.

"Aira, kenapa kamu bisa begini sih nak, ayo bangun Bunda kangen sama kamu," ujar wanita itu sembari menggenggam tangan Aira yang bebas dari infus.

"Udah sehari lebih kamu tidur, masa kamu gak kangen Bunda sih?" lanjut wanita paruh baya itu membuat pria paruh baya yang ada di sisi kiri Aira tak kuasa menahan air matanya.

Keduanya tak lain adalah asli orang tua Aira, rupanya Aira di dunia asli memang tengah koma dengan bantuan alat pernafasan. Dan sudah satu hari lebih kedua orang tua Aira berada di rumah sakit menemani gadis itu yang tak kunjung sadar.

"Udah Bun, Aira gak suka kalo Bunda nangis terus dari kemarin," ujar Ayah Aira yang bernama Wahyu Pradipta.

Sedangkan Bundanya yang bernama Amina Rahayu menoleh menatap sang suami dengan mata berair lalu menggeleng. "Pokoknya Bunda gak mau tau Ayah harus selidiki siapa yang udah berani ngeracunin Aira!" balasnya dengan topik yang melenceng ke arah lain.

Wahyu mengangguk patuh setelah mengusap kasar sudut matanya yang terasa sedikit berair. "Iya, Ayah bakalan cari siapa pelakunya."

"Tapi sekarang Bunda makan dulu ya, dari kemarin kan Bunda belum makan nasi," lanjut Wahyu membujuk sang istri dengan lembut.

"Gak nafsu Yah."

"Dipaksain biar gak sakit, nanti kalo Aira tau makin sedih lihat Bunda kayak gini," balas Wahyu membuat Amina terdiam tak menjawab dengan tatapan terus tertuju pada putri semata wayang mereka yang seolah sudah tak bernyawa.

Pada akhirnya Amina setuju membuat Wahyu bernafas lega dan izin pergi dari ruangan untuk pergi ke kantin rumah sakit membeli makanan.

Tak berlangsung lama setelah kepergian Wahyu, dari luar ruangan muncul Nita yang akan masuk ke ruangan Aira seorang diri, gadis itulah langsung pergi menjenguk Aira setelah pulang sekolah. Namun langkah gadis itu berhenti di depan pintu ruangan, menatap ke dalam ruangan lewat jendela.

Mata gadis itu seketika berkaca-kaca dan siap tumpah saat melihat Amina yang terlihat berbicara pelan pada Aira yang belum sadar dengan wajah terlihat jelas sehabis menangis.

"Aira, lo tega liat Bunda lo kayak gitu? Gue mohon lo cepetan sadar biar bisa bales orang yang udah buat lo kayak gini, kita cari sama-sama siapa pelakunya," lirih Nita lemas, dia merasa bersalah pada Aira karena merasa tak berguna sebagai sahabat Aira dan tak bisa mencegah takdir buruk yang terjadi pada gadis itu.

Cukup lama Nita hanya berdiri di depan jendela ruangan Aira sampai air matanya sempat keluar sebelum dia usap dengan kasar lalu memutuskan untuk masuk.

"Assalamu'alaikum Tante."

                                                    ****

Masih di dunia yang sama, seorang remaja SMA yang masih lengkap dengan seragam putih abu-abu mengendarai motor sport ugal-ugalan sampai tiba-tiba berhenti di pinggir jalanan yang lumayan sepi. Untung saja nyawanya kali ini masih terselamatkan.

"Shit!" Umpatan kasar itu keluar begitu saja dari mulut remaja tersebut.

Dia Rian, ya laki-laki yang telah tega meracuni Aira dengan tujuan membunuh gadis itu agar dia tak lagi mempunyai saingan seberat gadis itu, karena Rian akui Aira sangatlah pintar dan susah dia kalahkan. Itulah alasan mengapa Rian memilih cara yang kotor agar bisa selalu juara kelas. Sangat tidak patut dicontoh bukan.

Rian terlihat berbeda, kelihatannya dia tengah dilanda frustasi terlihat dari cara dia mengacak rambut asal setelah melepas helm full face yang sebelumnya dia pakai.

"Kenapa dia gak mati sekalian aja sih!" gerutunya kesal, dia kesal karena mendengar kabar bawah Aira koma di rumah sakit. Rian merasa rencananya yang telah dia matangkan itu berujung gagal.

"Ck! Gue keknya kurang banyak ngasih racunnya!" lanjutnya berdecak.

Di lain sisi Rian sebenarnya merasa takut jika rencana pembunuhannya diketahui orang lain, meskipun dia menjalankan rencananya seorang diri tanpa memberitahu teman atau orang terdekatnya. Sangat nekat memang.

Sampai sini bisa disimpulkan bahwa Rian frustasi karena dia hal, antara takut rencananya berakhir gagal dan takut kejahatannya ketahuan orang lain. Jika ketakutan keduanya itu benar-benar terjadi, maka berakhir sudah Rian di dalam jeruji besi, dan laki-laki itu tak bisa membayangkan.

Dari pada itu terjadi lebih baik Rian tobat saja bukan? Tapi sepertinya laki-laki itu masih berusaha untuk tetap melanjutkan rencananya jika rencana pertamanya gagal.

Lihat saja, baru diterka-terka senyum licik penuh misteri tercetak di wajah Rian seolah baru menemukan ide yang sangat cemerlang sebelum laki-laki itu kembali memakai helm dan melanjutkan perjalanan pulang.


AyataWhere stories live. Discover now