Padelikur

3K 143 0
                                    

Tittttt

Suara khas alat pendeteksi jantung terdengar memenuhi sebuah ruangan serba putih yang terdapat seorang gadis terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit.

Garis yang tadinya naik turun kini hanya berupa garis lurus dan itu terlihat jelas di layar alat pendeteksi jantung. Wanita paruh baya yang sejak tadi menunggu di sebuah sofa yang ada di sana seketika menyadari itu.

"Sayang! Aira!"

Ya, tak salah lagi, gadis yang terbujur kaku di atas ranjang itu adalah raga Aira, dan yang ada di ruangan saat ini hanyalah raga Aira bersama Bundanya.

Amina-Bunda Aira langsung keluar dari ruangan dengan tergesa-gesa, tak butuh waktu lama wanita paruh baya itu kembali bersama sang suami dan dokter di belakang mereka dengan Amina yang telah menangis tersedu-sedu.

"Yah A–Aira." Amina menatap suaminya penuh dengan air mata, begitupun dengan Wahyu yang menatap istrinya dengan mata berkaca-kaca siap menangis saat melihat putri semata wayang mereka tengah diperiksa oleh dokter.

"Sstt tenang, kita berdoa saja," balas Wahyu memeluk istrinya dengan erat sembari mengusap punggungnya  untuk menenangkan.

Wahyu tak dapat membendung air matanya lagi kala melihat layar pendeteksi denyut jantung terlihat tak ada harapan, pria itu semakin memeluk istrinya kuat sebelum dokter yang memeriksa kondisi Aira telah selesai memeriksa.

"Sebelumnya maaf."

"Saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi takdir berkata lain, pasien dinyatakan meninggal dunia sebelum saya sampai di sini, saya turut berduka cita, rumah sakit akan menyiapkan ambulans untuk membawa jenazah pulang, saya permisi."

"Terimakasih dok." Wahyu menjawab dengan suara bergetar.

Setelahnya dokter berlalu pergi meninggalkan ruangan, meninggalkan kedua orang tua Aira yang sama-sama menangis di dekat brankas yang ditempati jenazah Aira.

"Ayah, anak kita Yah, A–Aira." Suara Amina melemah diiringi isakan tangisnya membuat Wahyu mencoba menahan untuk tak semakin menangis demi menguatkan istrinya juga.

Namun Bunda Aira perlahan-lahan semakin melemah setelah melihat wajah Aira yang terpejam damai. "Aira sayang."

Setelah bisikan itu terdengar berasal dari Amina, wanita paruh baya itu hampir ambruk jika saja tak ditahan suaminya, Amina benar-benar kehilangan kesadarannya akibat terlalu shock.

                                                    ****

Seorang gadis baru saja turun dari angkutan umum di depan sebuah gang sempit yang berisi rumah-rumah sederhana, gang tersebut terdapat nama yang bertulisan gang anggrek.

Gadis itu berpakaian seragam lengkap putih abu-abu, tapi penampilannya terlihat cukup memprihatinkan. Rambut panjangnya yang terkepang dua basah kuyup dengan air yang mengeluarkan bau tak sedap, kepalanya menunduk yang mana membuat air dari rambutnya terus menetes ke jalanan.

Sungguh, setiap orang yang melihatnya akan menatapnya iba, tapi gadis SMA itu terus menunduk di sepanjang jalan sampai dia berhenti di depan sebuah rumah sederhana. Ada beberapa ibu-ibu yang menanyai tentang kondisinya tapi gadis itu hanya diam membisu.

Tok tok tok

Gadis itu sempat mengetuk pintu rumah yang sepertinya merupakan rumahnya. Tapi hanya sebentar sebelum dia memutuskan membuka sendiri kala tak ada respon sama sekali dari dalam rumah saat pintunya dia ketuk.

"Assalamu'alaikum." Salamnya sembari memasuli rumah sederhana yang terasa sepi dan hening, seolah tak ada penghuni di dalam rumah tersebut.

Gadis tersebut terus melangkah masuk sampai salamnya dijawab oleh seorang wanita paruh baya yang memakai daster rumahan ala ibu-ibu rumah tangga.

"Waalaikumsalam, gimana tadi di sekolah barunya nak?"

Awalnya wanita paruh baya tersebut tersenyum senang menyambut kepulangan putri nya, tapi senyumnya seketika langsung luntur kala melihat kondisi putrinya itu memprihatinkan.

"Rania, kamu kenapa? Kok basah kuyup begini? Ada apa nak?" tanya wanita paruh baya itu dengan raut khawatir sembari memegang tangan putrinya.

Ya, tidak salah lagi, gadis itu adalah Rani si pemeran utama. Sesuai dengan jalan ceritanya, gadis itu pulang dari sekolah dalam keadaan yang sangat memprihatinkan akibat pembullyan yang dia terima dari teman barunya sekelas yang tak punya hati.

Rania hanya diam, tak berani menjawab langsung dan berkata jujur tentang kejadian pembullyan yang dia alami saat akan pulang tadi.

Melihat itu Ibu Rania menghela nafas pelan. "Ya sudah kalo kamu belum mau cerita sama Ibu, gih sana mandi dan bersih-bersih dulu terus makan sore," katanya tersenyum lembut khas keibuan.

"Iya Bu," balas Rania mengangguk pelan sebelum pergi dari hadapan Ibu nya dengan kepala masih menunduk dalam.

Sesuai di cerita, peran utama perempuan di novel milik Nita itu bersifat lemah lembut dan baik hati, jadi tak heran melihat sikap Rania sekarang.

Farah-Ibu Rania menatap kepergian putrinya dengan tatapan dalam sebelum menggeleng pelan. "Anak itu, semoga saja Rania betah sekolah di sana dan bisa menyesuaikan diri setelah ini," gumamnya.

Sepertinya wanita itu sudah paham akan situasi yang putrinya hadapi, tapi Farah tak bisa melakukan apapun karena menurutnya ini adalah jalan terbaik untuk Rania agar putrinya itu mempunyai peluang lebih banyak untuk meraih kesuksesan di masa depan dengan memasuki sekolah terfavorit di kota Jakarta.


________

Sebelumnya maaf ya aku revisi karena bab nya ada yg acak🙏

AyataWhere stories live. Discover now