Selawe(25)

3.3K 194 7
                                    

Di dinginnya malam ini ada seorang remaja laki-laki yang tengah duduk sendirian di kursi taman yang ada di belakang bangunan rumah yang megah nan mewah. Bisa dibilang tempat itu adalah taman kecil yang sengaja dibuat di belakang rumah oleh si pemilik rumah.

Laki-laki itu terlihat diam merenung sembari menatap indahnya langit di malam hari yang dihiasi bintang-bintang. Laki-laki tersebut merenung ditemani gitar di pangkuannya yang tak jarang dia petik asal.

Mulutnya sedari tadi sama sekali tak mengeluarkan suara dan hanya tangannya saja yang bergerak, tatapan matanya pun terlihat kosong.

"Bego banget gue galauin cewe yang udah punya cowo." Kalimat itu lah yang baru keluar dari mulut laki-laki tersebut setelah beberapa menit hanya diam membisu.

Dan detik selanjutnya laki-laki itu tiba-tiba saja terkekeh hambar, sungguh menakutkan tapi dia tidaklah kemasukan makhluk halus. Dia hanya menertawakan hidupnya.

"Giliran suka sama cewe malah gini," lanjut laki-laki itu mengeluh sebelum dia mengacak kasar rambut tebalnya.

Dipastikan laki-laki itu merupakan seorang jomblo yang tak pernah menjalin hubungan dengan perempuan manapun, sekalinya dia suka dengan salah satu perempuan, sayangnya takdir seolah gak berpihak padanya. Jadi itu memang sudah nasib atau bagaimana?

Terkadang laki-laki itu mengusap wajahnya kasar, terkadang juga dia memejamkan matanya menikmati angin malam yang menerpa rambut tebalnya. Tapi walau matanya terpejam, tetap saja pikiran laki-laki itu tak bisa tenang, pikirannya terus dipenuhi oleh nama dan wajah seseorang yang akhir-akhir ini terlihat menarik baginya.

Sebelumnya laki-laki itu rasa dia tak pernah tertarik seperti sekarang pada seorang perempuan yang tak terlalu dekat dengannya.

"Gian! Makan dulu nak, Mama udah masakin ayam kecap kesukaan kamu nih!"

Suara teriakan dari arah dalam rumah menyadarkan lamunan remaja laki-laki yang tengah duduk di taman itu. Ya, tak salah lagi dia adalah Gian, salah satu teman Rendra yang katanya dingin dan cuek.

"Iya Ma!" balas Gian tak kalah kencang. Laki-laki itu segera bangkit dari kursi dan meninggalkan taman belakang rumahnya sambil membawa gitarnya masuk ke dalam melewati area dapur.

Ceritanya tadi, laki-laki dingin dan cuek seperti Gian tengah galau masalah perasaannya untuk pertama kalinya seumur hidup. Sulit dipercaya? Memang.

****

Sudah terhitung beberapa jam Aira di apartemen Sarga, selama itu dia hanya duduk-duduk di sofa ruang tengah sembari menonton televisi diselingi bermain ponsel. Dan selama itu juga Aira dicueki seorang Sarga yang sebelumnya tak pernah tahan untuk mendiami nya.

Dan penyebab Sarga marah dan mendiami Aira tak lain karena kejadian sore tadi saat laki-laki itu menjemput Aira ke sekolah. Aira yang sudah tahu dan peka akan penyebab marahnya Sarga mencoba menemui laki-laki itu dan membujuknya, sayangnya sedari sore tadi Sarga terus mengunci dirinya di dalam kamar, entah apa yang sedang laki-laki itu lakukan.

Ingin rasanya Aira pulang dan meminta abangnya untuk menjemput dirinya, tapi dia tak bisa melakukan itu dan meninggalkan Sarga disaat laki-laki itu marah padanya.

Meskipun Aira belum merasakan perasaan cinta pada laki-laki itu, Aira tetap merasa tak nyaman jika Sarga terus mendiami nya. Mungkin yang Aira rasakan dia mulai sayang pada laki-laki itu, mungkin saja begitu.

"Huffh, laper." Aira menghela nafas kasar sembari mengeluh lapar, tangannya reflek mengelus perutnya yang terasa lapar.

Gadis itu melirik ke arah kamar yang ditempati Sarga, beberapa saat menatap pintu yang tertutup itu Aira pun memutuskan bangkit dari sofa dan meletakkan ponselnya di atas meja. Aira berniat mencoba membuat Sarga keluar dari kamar.

"Marahnya kek bocil anjir," gumam Aira mengulang kalimat yang tadi sudah sempat beberapa kali dia katakan. Dia kesal dengan marahnya Sarga, tapi disisi lain dia juga tak ingin pergi begitu saja dari apartemen laki-laki itu.

Tok tok tok

"Ataa! Buka pintunya dong!" teriak Aira dari luar pintu sembari mengetuk beberapa kali pintu tersebut dengan sekuat tenaga yang mana menimbulkan suara cukup keras.

Tapi sayangnya itu sudah Aira lakukan sedari tadi tapi Sarga tak kunjung keluar dari kamar.

'Apa jangan-jangan nih kamar kedap suara?' batin Aira dengan kecurigaannya.

"Kalo beneran kedap suara sia-sia dong dari tadinya gue teriak-teriak," lanjut Aira bergumam pelan, menghentikan gerakan tangannya yang tadinya mengetuk pintu.

Gadis itu menghela nafas kasar, kemungkinan saja memang iya kamar tersebut kedap suara, karena sedari tadi juga Aira sama sekali tak mendengar suara apapun dari dalam luar. Dan jika dipikir-pikir kenapa Sarga tega sekali mengacuhkannya walau dia sudah lelah teriak-teriak, menurut Aira Sarga tak setega itu.

"Tau dah!" pasrah Aira kembali melangkah gontai menjauh dari kamar Sarga, tapi bukan ke sofa lagi melainkan dia menuju ke arah dapur untuk mencari makanan yang bisa mengisi perutnya.

"Mending ngisi perut dulu," gumam Aira sebelum dia membuka lemari es yang ada di apartemen Sarga.

Betapa beruntungnya dia saat menemukan bahan-bahan di dalam apartemen tersebut begitu lengkap, dari daging atau bahan makanan berat lainnya sampai buah-buahan. Aira curiga di bagian lain ada cemilan banyak yang bisa di makan.

Saat itu juga wajah Aira berbinar cerah, seolah dia baru mendapatkan secerca harapan untuk hidup. "Lengkap banget gila! Coba nyari-nyari cemilan ah, siapa tau ada juga di sini," gumamnya dengan semangat kembali menutup lemari es dan berganti membuka lemari yang ada di samping lemari es.

"Anjay! Udah kek alfamart aja nih apartemen, lengkap banget weh!" takjub Aira melihat banyaknya cemilan di sana. Jika tahu begini sedari tadi Aira menggeledah isi apartemen tunangannya.

"Oke Ai, lo jangan serakah, sekarang mending ngisi perut pake makanan berat dulu, ntar baru nyemil," ujar gadis itu pada dirinya sendiri.

Seolah melupakan Sarga yang masih marah dengannya, Aira dengan semangat 45 mulai mengambil bahan makanan dan mulai memasak makanan yang dia bisa saja, yaitu nasi goreng dengan campuran seafood.

"Ngapain kamu?"

Srettt

"Aw! Ssstt." Reflek Aira tak sengaja membuat jari tangannya terluka karena pisau saat tengah memotong bawang, dia terkejut mendengar suara Sarga dari belakang yang terdengar dingin dan tak seperti biasanya.

Berbeda dengan Sarga yang dengan sigap mendekati Aira saat mendengar ringisan reflek dari gadisnya itu. "Kenapa?"

Tatapan Sarga semakin dingin saat melihat jemari gadisnya berdarah. Tanpa basa-basi dia memasukkan jemari telunjuk yang berdarah itu ke dalam mulutnya tanpa rasa jijik.

Deg!

Aira mengerjapkan matanya beberapa kali, semburat merah mulai muncul di kedua pipinya dan jantungnya mulai berdetak tak normal. Dia semakin dibuat baper dengan perlakuan Sarga padanya. Siapa coba yang tidak baper jika diperlakukan seperti Aira?

Dirasa darah yang ada di jari Aira telah berhenti, Sarga mengeluarkannya dari mulutnya sebelum dia mengeluarkan darah dari mulutnya ke wastafel dapur. Laki-laki itu dengan sigap membawa Aira duduk di pantry dan membawakan kotak P3K.

"Ck! Ngapain kamu masak hm?" Sarga bertanya berdecak kesal lalu bertanya dengan nada dingin, tatapannya pun juga dingin tapi tetap tersirat akan kekhawatiran.

Sembari mengobati luka Aira, Sarga mulai mengintrogasi tunangannya.

Aira yang tak kuat menatap mata tajam Sarga yang menatapnya dalam sembari meringis. 'Apa gue udah jatuh cinta sama nih cowo? Apa gue cuma baper doang abis itu udah gak? Bingung anjir!' di sela-sela rasa takutnya menjawab pertanyaan Sarga, Aira justru malah memikirkan tentang perasaannya.

________

Btw, bab nya kalo masi ada yg acak tolong komen yg😭🙏





AyataWhere stories live. Discover now