Wolu

4.9K 276 10
                                    

Seorang laki-laki berpakaian rapi khas orang kantoran dengan tergesa-gesa keluar dari mobil dan berjalan dengan langkah lebar memasuki sebuah rumah megah nan mewah yang diisi sebuah keluarga yang tak lain keluarga Aira.

Brakk

Laki-laki itu membuka pintu utama rumah dengan kasar seperti dobrakan, untung saja pintu tersebut tak mudah rusak. Tanpa berdosa setelah membuka pintu dengan kasar, orang itu melanjutkan langkahnya menuju ruang tengah yang biasanya di sana ada anggota keluarga, minimal biasanya ada satu orang di sana.

Tapi saat melihat ruang tengah sepi, langkah laki-laki itu berbelok menuju undakan tangga yang mengarah ke lantai dua. Pakaian ala kantoran yang laki-laki itu pakai terlihat berantakan dengan lengan kemeja yang sudah digulung sampai siku, jangan lupakan keringat yang membanjiri dahinya, tapi itu malah membuat pesona laki-laki tersebut terpancar nyata. Ya, nyata tapi tak bisa digapai.

"Aya mana Pa?" Laki-laki tersebut menghentikan langkahnya di pertengahan anak tangga saat berpapasan dengan pria paruh baya yang tak lain Bagas, alias Papa darinya.

Ya, benar sekali, laki-laki tersebut adalah anak sulung dari pasangan Airin dan Bagas yang tak lain Alvaro, ketampanannya tak bisa dideskripsikan lagi saking fisiknya nyaris sempurna, bahkan sesuai dugaan Aira jika laki-laki tersebut lebih tampan beberapa kali lipat dari Airon.

"Baru inget pulang kamu?" sindir Bagas melirik putra sulungnya itu dengan raut wajah malas.

Alvaro yang sudah di penuhi keringat itu berdecak malas, dia hafal dengan tingkah Papanya yang sepertinya berniat mencari masalah dengannya atau mengajak dia berdebat. "Stop it, aku gak mau debat sama Papa, Aya dimana? Dia di kamar? Keadaanya sekarang gimana? Aya serius lupa sama kita semua Pa?"

Alvaro tahu dari mana tentang Aira? Tentu saja dari Mamanya yang tadi sore sempat menghubunginya tapi dia sedang sibuk dan tak bisa mengangkat telepon dari Mamanya, dan Alvaro baru membuka pesan dari Mamanya sehabis maghrib tadi. Jadi itulah penyebab dia tergesa-gesa pulang, dia sangat khawatir saat tahu kondisi Aira setelah gadis itu terkena lemparan bola saat di sekolah.

Bagaimana tidak khawatir, Mamanya mengatakan adik perempuan satu-satunya itu mengalami amnesia. Meskipun Alvaro memang akhir-akhir ini jarang bertemu dengan adiknya itu akibat banyaknya kerjaan dan meeting, Alvaro tentu saja tak ingin sampai dilupakan oleh Aira.

Bagas mendengus kasar mendengar pertanyaan beruntut dari putra sulungnya itu. "Aya di kamarnya lagi diperiksa." Setelah jawaban singkat tersebut, Alvaro dibuat berdecak kesal saat Papanya langsung berlalu pergi begitu saja melewatinya tanpa menjawab lengkap pertanyaannya.

"Sabar... sabar..." rapal terus Alvaro dengan suara pelan sembari melanjutkan langkahnya menuju ke kamar Aira.

Ceklek

Tanpa mengetuk pintu Alvaro masuk begitu saja dengan raut wajah khawatir yang terlihat sangat kentara. Walaupun dia cuek dan sering memasang wajah datar seperti Papanya saat bersama Aira, tetap saja Alvaro sangat menyayangi gadis itu melebihi Airon.

"Dengan berat hati saya membenarkan dugaan Nyonya bahwa nona Aira mengalami amnesia ringan akibat benturan bola yang terlalu keras, amnesia ini membuat nona Aira melupakan hampir seluruh memori di hidupnya dengan semua orang,tapi tenang saja karena jenis amnesia ringan ini mungkin hanya berlangsung selama beberapa hari saja dan saya pastikan nona Aira akan segera ingat dengan semua orang secara perlahan."

Alvaro masih bisa mendengar jelas penjelasan dari Dokter yang memeriksa Aira. Tanpa suara laki-laki tersebut memposisikan dirinya di samping Airon yang berdiri di samping Mama mereka yang duduk di tepi ranjang.

Awalnya Airon sedikit terkejut dengan kedatangan Alvaro yang persis seperti jailangkung. "Ngagetin bangke!" gumam Airon sangat lirih dan pelan.

Alvaro mendengar itu, tapi hanya diam mengabaikan, matanya terus fokus pada Aira yang melihat ke arah dokter dan sepertinya belum menyadari kehadirannya.

"Dokter serius amnesia ini cuma sementara?" tanya Airin memastikan.

Aira hanya diam memperhatikan Dokter sekaligus Mamanya secara bergantian. 'Semoga aja setelah ini si Aira ngasih tau gue soal semua orang yang dia kenal dan kehidupannya lewat mimpi, biar gue kesannya emang amnesia sementara' batin Aira yang sejak tadi sibuk dengan pikirannya sendiri tapi sambil menyimak apa yang dikatakan dokter.

"Iya, saya pastikan hanya sementara Nyonya, untuk resep obatnya saya akan kasih resepnya ke Tuan Bagas, sekian saya permisi." Dokter itu mengangguk sebelum pamit pergi dari sana karena tugasnya telah selesai.

Selepas kepergian Dokternya dari kamar, Aira mengalihkan tatapannya ke arah Mamanya sepenuhnya, kali ini dia dibuat salah fokus dengan orang yang berdiri di samping Airon. 'Banyak banget sih cogan di sini! Ini siapa lagi coba?' batin Aira berdecak kagum dan menerka-nerka siapakah laki-laki tampan tersebut. Dia masih belum ingat jika dia masih mempunyai satu Abang lagi.

"Kepalanya masih pusing gak cil?" tanya Airon bersuara, berbeda dengan laki-laki di sampingnya yang masih diam tak mengeluarkan suara seakan ragu hanya untuk menyapa Aira yang menunjukkan tatapan padanya seolah dia adalah orang asing. Melihat tatapan tersebut rasanya Alvaro tak nyaman.

"Gak bang," jawab Aira masih tak bisa mengalihkan tatapannya dari Alvaro dengan kening mengerut.

Mengerti kemana arah tatapan Aira membuat Airin menoleh ke belakang, dia lalu tersenyum melihat putra sulungnya ternyata sudah ada di sana, dan tadi wanita tersebut rupanya belum menyadari.

"Dia Abang kamu Alvaro sayang," ujar Airin sembari tersenyum lembut dan sedikit menyingkir memberi ruang pada Alvaro untuk mendekati Aira.

Sepasang bola mata Aira membulat. 'Huh! Gagal lagi gebet cogan deh!' batinnya yang terkejut lalu kecewa. Tapi Aira juga senang mempunyai Abang setampan Alvaro.

"Aya, Aya gak inget Abang?" Alvaro bertanya pelan sambil duduk di tempat yang tadi diduduki Mamanya, dan itu membuat jarak antara dia dan Aira dekat. Alvaro jadi lebih leluasa mengelus rambut Aira dengan lembut.

Airon yang melihat itu hanya diam, memutuskan duduk di sofa yang ada di sana sembari menonton drama secara live di depan matanya itu.

"Mama keluar dulu mau nyari Papa," pamit Airin beranjak dari ranjang.

"Iya Ma," balas Airon. Hanya dia yang membalas karena Aira terlalu fokus menatap ciptaan Tuhan yang amat indah tepat di depan matanya, gadis itu tak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. Sama halnya dengan Alvaro yang sibuk mengelus pipi Aira dan menunggu jawaban dari gadis itu.

"Maaf." Hanya itu yang keluar dari mulut Aira.

Selanjutnya gadis itu berakhir di dalam dekapan hangat Alvaro. "Kenapa bisa sampe kena bola basket sih hm? Kamu bikin abang khawatir," ujar laki-laki itu dengan sangat lembut. Bahkan tutur katanya saat berbicara dengan Aira jauh lebih lembut dari Airon.

'Dapet banyak gue!' jerit Aira dalam hati dengan girang, dia bisa merasakan dada keras milik Alvaro yang menjadi senderan kepalanya.

"Maaf udah buat Abang khawatir," balas Aira sebelum menjelaskan apa yang terjadi pada Aira si figuran sebelum berakhir di UKS. Untung saja Cika menceritakan kejadian saat di sekolah tadi padanya, jika tidak mungkin Aira akan berbohong lagi, entah untuk yang ke berapa kalinya.

AyataWhere stories live. Discover now