Rolas

4.6K 246 1
                                    

Akhirnya setelah bermenit-menit mengelilingi AHS yang luas dan besarnya sungguh membuat Aira pusing setengah mati, Aira kini berhasil sampai di kelasnya berkat sahabatnya. Ya, siapa lagi yang mengaku sahabatnya jika bukan Cika.

Awalnya Aira terkejut, rupanya Aira novel berada di kelas IPS satu, Aira kira Nita menuliskan sama sepertinya yang masuk di kelas MIPA, Aira sedikit takut jika tidak bisa menyesuaikan pelajaran di jurusan tersebut.

Namun, rasa takutnya itu berganti lega saat mengetahui jika Cika satu kelas dengannya, jadi Aira tak perlu susah-susah menjelaskan pada teman sekelasnya tentang kondisinya karena ada Cika. Aira pikir, semua bisa teratasi jika ada sahabatnya itu.

Memang dasarnya Aira anak yang pintar, gadis itu ternyata bisa langsung paham setelah mendengar satu kali penjelasan dari guru di depan yang menerangkan tentang pelajaran geografi. Bahkan sekarang dia dengan tenang mengerjakan sepuluh soal yang sudah tercantum di depan papan tulis.

Cika yang melihatnya pun sampai terheran-heran, tapi itu awalnya sebelum dia berpikir bahwa orang amnesia tidak melupakan juga memori tentang pelajaran apapun atau keahliannya, Aira yang memang pintar tak berubah menjadi bodoh hanya karena amnesia. Tak tahu saja bahwa Aira bukanlah Aira sahabatnya.

Baik sekali Nita menuliskan Aira di novel sama pintarnya dengan Aira asli, walau wajah mereka lebih cantikan Aira di novel.

"Pssstt, Ai Ai!"

Aira mengerutkan keningnya sebelum menoleh ke sumber suara mendengar ada yang memanggilnya. Rupanya teman belakangnya yang memanggil, dia bernama Rey.

Sekedar memberitahu, teman Aira yang baru gadis itu kenal tersebut mengingatkan Aira pada Rian yang telah memberikannya racun. Jadi bisa dilihat dari wajah Aira dia kini terkesan sinis pada Rey, padahal laki-laki itu tak melakukan apapun. Salahkan saja Rey yang memiliki wajah mirip dengan Rian.

"Apaan?" Suara Aira yang menjawab itu pun juga terdengar ketus tak bersahabat membuat Rey bingung sendiri.

'Apa orang amnesia juga bisa ngerubah sifat orang? Nih anak kok kek gak suka sama gue ya, salah gue apaan?' pikir Rey yang serba bingung.

"Em itu," ujar Rey yang ragu mengatakan tujuannya, matanya sesekali melirik ke arah depan, tepatnya di meja guru.

Aira mendengus jengah lalu berdecak kesal, dia bukanlah orang yang sabaran. "Ck! Apaan sih! Cepetan!"

'Nah bener kan, beda banget kek bukan Aira njir!' batin Rey yang masih bisa membatin seperti itu kala Aira menunggu jawabannya.

Merasa tak ada respon, Aira pun membalikkan badannya. Melihat itu Rey melotot, dia belum selesai mengatakan tujuannya memanggil gadis itu. "Eh Ai! Aira!"

"Aira!" panggil Rey sekali lagi dengan suara berbisik sambil menusuk pelan punggung Aira dengan pulpen. Panggilan laki-laki itu sampai membuat Cika yang duduk di samping Aira jadi menoleh, sedangkan sang empu yang awalnya diam saja cuek tapi setelah merasakan punggungnya di tusuk-tusuk kecil dia langsung menoleh dengan wajah menahan amarah.

"Apaan sih lo!" reflek Aira menyentak Rey dengan emosi, salahkan laki-laki itu yang terus mengganggunya saat dia tengah berpikir serius. Tatapan nya menghunus tajam pada Rey yang meringis dengan perasaan tak enak.

Sontak sentakan Aira mengundang atensi seluruh teman sekelasnya termasuk guru di depan, panggil saja guru tersebut Bu Risma-guru lumayan killer yang mengajar pelajaran geografi.

"Ada apa Aira?" Suara lantang yang berasal dari depan itu membuat Aira menoleh, Bu Risma lah yang bertanya.

"Ini Bu, Rey ganggu saya terus!" jawab Aira langsung tanpa ragu, dengan suara lantang pula.

"Mampus!" maki Rey pelan pada dirinya sendiri. Sudah dikatakan bukan, perasaannya sudah merasa tak enak tadi.

"Makin makin dah nih anak, amnesia ngerubah sifat orang ini mah," gumam Cika geleng-geleng kepala melihat Aira dan Rey yang menunjukkan raut wajah melas itu bergantian.

Sungguh, Cika masih tak menyangka sifat Aira yang ikut berubah kala gadis itu dipercaya mengalami amnesia. Aira sekarang jauh berbeda dari dulu secara sifatnya, Aira dulu orangnya kalem dan tenang sekaligus sangat baik hati sekali sampai Cika berusaha menjaga sahabatnya itu agar tak dimanfaatkan orang lain, sedangkan Aira sekarang terlihat bertolak belakang dari itu, tapi Cika jujur saja sedikit lega merasa senang juga dengan perubahan sahabatnya itu.

Seperti sekarang, Aira dulu pasti tak akan mengadukan pada guru tentang kelakuan Rey, tapi sekarang semuanya berbeda.

"Rey! Ada masalah apa kamu sama Aira?" tanya Bu Risma yang kini sudah berada di samping meja yang ditempati Rey. Tatapan guru tersebut yang mengintimidasi membuat Rey meneguk ludahnya susah payah.

Memang, semua murid akan takut jika sudah dihadapkan dengan para guru killer, tapi itu tak berlaku untuk para siswa famous yang menjadi tokoh penting di novel buatan Nita ini.

"Em gak ada Bu, saya...saya.."

"Saya apa!" potong Bu Risma sedikit menyentak. Benar-benar menakutkan sampai satu kelas langsung kembali fokus mengerjakan.

Berbeda dengan Rey yang beberapa kali meringis, menatap Aira meminta pertolongan tapi gadis itu dengan santai melengos dan kembali menghadap depan. "Maaf Bu, saya cuma iseng aja Bu." Karena bingung menjawab apa, Rey dengan asal mengatakan seperti itu.

"Jika tidak niat mengerjakan soal dari saya silahkan keluar! Sekali lagi kamu membuat keributan dan menganggu Aira atau yang lain, langsung keluar dari kelas!" Setelah berkata tegas Bu Risma kemudian melenggang pergi kembali duduk di bangku guru yang ada di depan, meninggalkan Rey dengan wajah nelangsa dan kondisi jantung yang tak aman.

"Huffh! Lo tega banget sama gue Ai," bisik Rey pelan. Aira hanya diam menganggap bisikan laki-laki itu hanya angin lalu.

"Padahal kan gue cuma mau minta contekan sama lo," lanjut Rey berbisik semakin pelan, sengaja ajar Aira tak mendengar karena takut gadis di depannya itu mengadu lagi.

'Anjirlah! Gak lagi gue manggil dia!' batin Rey kapok.

                                                    ****

Kembali lagi ke kediaman Wijaya. Istri si pemilik rumah yang tak lain Mama Aira kini baru saja keluar dari kamar mandi setelah beberapa menit membuang air besar.

Ceklek!

"Eh Bibi, ngagetin aja." Baru saja membuka pintu kamar, Airin langsung dikejutkan dengan adanya asisten rumah tangga di kediaman Wijaya yang terlihat sudah berumur, sekitar sudah berkepala lima.

Panggil saja asisten tersebut Bi Sarah, wanita itu telah bekerja di kediaman Wijaya bertahun-tahun lamanya dari semenjak awal pernikahan Airin dan Bagas sampai mereka mempunyai tiga anak yang telah besar.

Bi Sarah sekilas sedikit membungkukkan badannya. "Maaf nyonya, di bawah ada tuan Sarga yang sudah menunggu sedari tadi, saya tadi sudah mencoba menekan bel nya tapi nyonya seperti tidak mendengarnya," jelas wanita itu menunduk merasa bersalah.

Sekedar informasi, kamar yang ditempati kedua orang tua Aira merupakan kamar yang dipasang kedap suara yang membuat kamar tersebut dilengkapi dengan bel untuk menggantikan ketukan pintu yang tak berguna untuk kamar yang kedap suara.

"Hah? Sargata Bi?" Respon Airin seperti dugaan Bi Sarah, terkejut saat mendengar nama tersebut.

Bi Sarah mengangguk, itu membuat Airin berubah heboh. "Ayo Bi kita turun, lama banget ya Bi tadi? Duh ini salah saya yang tadi di kamar mandi sampe gak denger bel," ujarnya terburu-buru melangkah menuju tangga untuk turun ke lantai bawah.

"Lumayan nyonya, tenang aja nyonya, saya sudah berikan suguhan untuk tuan Sarga," balas Bi Sarah.

"Tetap saja Bi, saya gak enak sendiri buat dia nungguin lama, pasti dia udah tau soal kondisi Aira." Setelah mengatakan itu Bi Sarah tertinggal karena kecepatan Airin menuruni anak tangga tak main-main, seukuran anak muda yang tengah buru-buru.

         

AyataWhere stories live. Discover now