Pitulikur

3K 151 8
                                    

Mobil yang dikendarai Sarga bersama Aira telah sampai di pekarangan rumah Aira. Gadis itu diantarkan pulang oleh Sarga pada pukul delapan lebih tiga puluh menit. Itu saja karena rengekan Aira yang meminta pulang, jika dia tak berani merengek sudah dipastikan gadis itu masih ada di apartemen Sarga dan dikurung laki-laki itu di sana.

"Eh kamu mau ngapain?" tanya Aira langsung kala melihat Sarga yang akan ikut keluar dari mobil saat dia baru saja akan membuka pintu mobil.

"Mau mampir," jawab Sarga dengan polos dan jujur.

"Jangan!" seru Aira reflek membuat gadis itu meringis saat menyadari raut wajah Sarga yang seketika berubah.

"Eh m–maksud aku buat sekarang jangan mampir dulu, bukannya gak boleh tapi ini udah malem Ata, gak enak sama tetangga, takutnya nanti aku dighibahin terus semua dosa aku jadi ke transfer ke mereka, iya jadi jangan ya, aku kan orangnya baik hati jadi gak mau bagi-bagi dosa." Awalnya Aira sedikit gagap dalam mengucapkan alasannya itu, tapi dia pintar sekali mencari alasan diluar kepala seperti itu. Dia cepat-cepat menjelaskan agar Sarga tak marah lagi.

Padahal aslinya Aira tak ingin berlama-lama lagi dengan Sarga. Jujur saja Aira tak sekuat itu. Entah mengapa hati Aira terasa mudah baper saat bersama Sarga.

Melihat Sarga yang hanya diam membuat Aira ketar-ketir dalam hati, tapi itu tak berlangsung lama sebelum Sarga mengangguk sekilas dan tersenyum tipis. Tapi ada yang berbeda, Aira melihat senyuman itu terlihat sedikit aneh dan mencurigakan.

"Oke, tapi ada syaratnya."

Oke, sepertinya sekarang Aira sudah mulai paham dengan arti senyuman aneh yang Sarga keluarkan.

'Njir! Apa banget sih ni orang!' batin Aira dalam hati merasa kesal.

"Apa?" tanya Aira mencoba sabar.

Sarga tersenyum miring. "Peluk, peluk aku dulu buat perpisahan malam ini," jawabnya dengan enteng. Saking entengnya sampai membuat Aira ingin mengangkat tangan untuk menggeplak kepala laki-laki itu. Hm, seperti berani saja Aira melakukan itu.

"Kan tadi di apartemen udah, itu juga lama loh," balas Aira tentu saja mencoba terlebih dulu untuk membuat Sarga berubah pikiran. Sekali lagi, Aira tak sekuat itu terus berada di dekat Sarga, apalagi berada di pelukan laki-laki itu.

"Oh gak mau? Ya udah aku mampir aja," ujar Sarga lagi-lagi bersiap akan keluar dari mobil, dan Aira langsung mencegahnya dengan mengiyakan syarat dari laki-laki itu.

"Eh jangan! Iya iya aku mau peluk, tapi bentar aja ya?"  Tentu saja Aira sangat terpaksa mengiyakan syarat dari Sarga.

Sarga mengangguk dengan senyuman manis tercetak di wajah tampannya. "Hm." 'gak janji' lanjut laki-laki itu dalam hati.

Aira hanya bisa menghela nafas pasrah sebelum dirinya berakhir di dekapan Sarga. Lumayan erat pelukan Sarga sampai membuat Aira memejamkan matanya, dia sedikit cemas mengingat jantungnya akhir-akhir ini tak pernah aman jika berada di dekat Sarga. Aira hanya takut suara detak jantungnya sampai terdengar di telinga Sarga.

"Masih pengen kayak gini," bisik Sarga lirih dengan posisi wajah dia tenggelamkan di ceruk leher gadisnya.

Aira mengelus rambut Sarga, dia harus tetap sabar menghadapi sikap Sarga yang sangat berbeda saat di depan publik dengan di depan dirinya.

"Besok lagi kan bisa hm."

Bukannya melepaskan pelukan mereka, Sarga justru semakin nyaman berada di pelukan Aira, apalagi setelah Aira mengelus rambut nya sambil berkata lembut.

"Besok kan kamu sekolah," balas Sarga.

"Pulangnya Ata, kamu bisa jemput aku di sekolah, tapi kamu harus anterin aku pulang sebelum malem, jangan kayak hari ini lagi," bujuk Aira tak membuat Sarga puas.

Sarga menggeleng di ceruk leher Aira. "Gak, sama aja gak bisa kayak gini lagi kalo gitu," balasnya.

"Bisa, udah ya, kamu gak pengen istirahat gitu? Udah malem juga ini." Dalam hati Aira menghela nafas kasar, kesabarannya hampir habis hanya menghadapi tingkah Sarga yang hari ini sedikit manja.

Dengan sangat amat terpaksa Sarga melepaskan pelukannya. Raut wajah laki-laki itu bahkan terlihat lesu. "Pengen nikahin kamu secepatnya," ujarnya dengan enteng.

Aira mendelik tajam, sedikit terkejut dengan ucapan spontan dari Sarga. "Hah?"

Dengan sedikit gugup gadis itu keluar dari mobil. "Aku masuk dulu ya, bye bye Ata," ujarnya setelah diluar mobil, Aira lalu berjalan cepat menuju pintu rumahnya meninggalkan Sarga yang menatap kepergiannya dengan tatapan lekat dan senyum geli.

"Gemes, aku jadi makin gak sabar buat nikahin kamu Aya," gumam Sarga dengan tatapan terus tertuju pada pintu rumah Aira yang sudah tertutup rapat.

                                                    ****

"Eh monyet!"

Pagi ini Aira baru saja memasuki gerbang AHS, dan dia langsung dikejutkan dengan panggilan kurang ajar dari seseorang yang berada di belakangnya.

"Monyet-monyet, muka lo tuh kek babi!" sungut Aira yang tak terima.

Panggilan itu berasal dari sahabat baru Aira di dunia barunya ini, siapa lagi jika bukan Cika. Gadis itu tertawa setelah mendengar ucapan penuh kesal dari Aira.

"Canda kali Ai, sekarang lo baperan amat dah, gak mungkin lah cewe secantik gue gini kek babi," balas Cika dengan amat percaya diri, dia mengatakan itu sambil mengibaskan rambut panjangnya yang tergerai ke belakang.

"Bodo!" ketus Aira tanpa memperdulikan Cika dan terus melanjutkan langkahnya.

Cika melirik jengah sebelum bersuara lagi. "Lo tega banget sumpah Ai, masa lo main rahasia-rahasiaan sih sama besti sendiri," ujarnya membuat Aira mengerutkan keningnya tak paham.

"Ngomong yang jelas! To the point! Rahasia apa maksud lo?"

Cika menghela nafas kasar, seharusnya di sini dia yang kesal, bukannya malah gadis di sampingnya.

"Cowo kemarin yang jemput lo sampe manggil sayang tuh siapa? Tega lo gak cerita sama gue,  sebenernya lo dah punya cowo kan?" ujar Cika reflek dengan suara lumayan keras disaat mereka tengah berjalan di pinggir lapangan dan akan menuju ke koridor kelas.

Aira mendelik tajam. "Pelan-pelan cok!" balasnya sedikit kasar. Cika sempat kaget dengan respon Aira yang ceplas-ceplos berkata kasar, tak seperti sebelumnya, tepatnya sebelum sahabatnya terkena lemparan bola.

"Ya sorry," ringis Cika mengusap tengkuknya yang tak gatal.

"Jadi beneran lo udah punya cowo Ai?" lanjut Cika bertanya untuk kedua kalinya.

Aira menghela nafas kasar, tak ada niat untuk menutupi dari Cika tapi Aira merasa lancang karena dirinya hanyalah jiwa yang tersesat bukan pemilik raga asli Aira di dunia novel ini. Tapi mau bagaimana lagi, Aira tak bisa mencari alasan lain, lagi pula sesuai di mimpinya waktu itu Aira figuran berkata seolah menyerahkan tubuhnya ke dirinya.

"Hm, lebih tepatnya tunangan," balas Aira dengan sangat pelan.

"HAH? SERIUS LO?"

Plak!

Aira reflek langsung memukul punggung Cika setelah sahabatnya itu merespon terlalu berlebihan. Dan sang empu seketika langsung meringis kesakitan.

"Berisik lo! Gue serius, udah diem! Gue jelasin di kelas! Gue gak mau sampe ada yang denger kalo gue jelasin di sini," tegas Aira diangguki patuh oleh Cika yang masih meringis mengelus punggungnya.

"Sakit njir, sum–"

Baru saja Cika akan memprotes, dari arah belakang ada seorang siswi yang berlari ke arah Cika dan Aira yang membuat mereka bertabrakan dikarenakan siswi tersebut berlari sambil menoleh ke belakang.

Brukk!

Alhasil tabrakan terjadi antara ketiganya, Aira dan Cika yang belum siap dan tak bisa menyeimbangkan tubuhnya pun terjatuh di lantai bersamaan dengan siswi tersebut.

"Anjir!" Umpatan itu berasal dari Aira dan Cika yang kompak mengeluarkan kata andalan.

-------------

Makin kesini makin kesana😭

Next ga nih?

AyataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang