Sepuluh

4.9K 291 0
                                    

Keesokan harinya Aira bangun dengan keadaan linglung, dia melupakan kejadian kemarin dan sempat bingung kamar siapa yang dia tempati. Bahkan Aira sempat langsung turun dari ranjang dengan keadaan panik menatap sekitarnya.

Endingnya gadis itu sadar dan ingat bahwa dia kini memang benar-benar berada di dunia novel yang terdengar mustahil dan hanya fantasi.

"Gak sabar buat ketemu peran utama nya njir! Pasti cakepnya masyaAllah," ujar Aira berbicara sendiri di depan cermin sambil merapikan rambutnya yang diikat menjadi satu menyisakan anak-anak rambut di sisinya.

Seperti semalam, gadis itu pagi ini semangat 45 untuk bersekolah hari ini. Tidak seperti biasanya di dunia asli, Aira terkadang malas untuk berangkat sekolah meskipun gadis itu juara satu di kelas.

"Ck! Cantik banget gue anjay!" decak Aira kagum pada dirinya sendiri di depan cermin yang memantulkan kecantikan yang dia miliki, tepatnya milik Aira si figuran.

Tapi tak apa, sekarang Aira sudah menempati raga Aira si figuran, jadi artinya raga itu sudah menjadi miliknya bukan?

"Huffh! Oke semangat akting jadi orang amnesia!" Aira menyemangati dirinya sendiri sebelum beranjak pergi dari kamar sembari membawa tas di bahunya dan sepasang sepatu yang baru dia ambil dari walk in closed.

Kamar Aira si figuran sangatlah mewah dan luas dengan warna interior serba biru muda maupun tua, kamarnya dilengkapi dengan kamar mandi sekaligus walk in closed, tak hanya itu kamarnya juga dilengkapi dengan televisi, meja belajar, sofa dan lemari es kecil yan menjadi tempat penyimpanan minuman maupun makanan dingin seperti es krim, dan stok cemilan Aira pun sangat lengkap di simpan di lemari kecil khusus untuk cemilan. Benar-benar Sultan!

Aira yang baru pagi tadi menjelajahi kamarnya dibuat tercengang dan terus berdecak kagum melihatnya, apalagi saat melihat semua barang-barang mewah yang tersimpan rapi di walk in closed.

Tentu saja Aira tak menyia-nyiakan itu semua, dia sesuka hati memilih sepatu dan aksesoris seperti anting atau jam tangan sesukanya selagi kedua barang tersebut masih boleh dipakai saat di sekolah.

"Selamat pagi semua," sapa Aira saat dia telah sampai di meja makan yang sudah lengkap dengan para anggota keluarganya, sepertinya mereka menunggunya seorang.

"Selamat pagi juga sayang." Balasan tersebut berasal dari kedua orang tua Aira.

"Pagi juga Cil!" Ya siapa lagi itu jika bukan Airon.

"Pagi dek." Dan yang terakhir tak lain Alvaro, jangan lupakan senyuman manisnya yang mampu melelehkan hati Aira yang melihatnya.

Jika bukan Abangnya mungkin Aira sudah masa pendekatan dengan Alvaro.

Aira duduk di samping kedua Abangnya, jadi dia diapit keduanya dengan Mama mereka di kursi seberang dan sang kepala keluarga ada di kursi paling ujung.

"Kalian nungguin aku lama ya?" tanya Aira menatap satu persatu anggota keluarga barunya. Meskipun baru kenal dan terasa asing, gadis itu merasa sudah nyaman berada di lingkup keluarga mereka, entah itu perasaan Aira si figuran atau perasaan asli Aira.

"Gak kok, Abang aja baru dateng," balas Alvaro dengan santai sambil mengelus lembut kepala adiknya. Jangan lupakan tatapan matanya yang teduh mampu membuat Aira salah tingkah.

Aira mengangguk lega. Tapi dia langsung melirik sinis Airon saat Abangnya yang satu itu menyeletuk asal.

"Lama banget asli! Gue aja dah dari tadi di sini sama Mama Papa," ujar Airon dengan santai tanpa menyadari tatapan menghunus tajam nan memperingati dari Alvaro.

"Ron! Jaga gaya bicaranya!" tegur Alvaro mendahului Papanya yang ingin menegur juga.

Mendengar itu sontak Airon meringis sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dia lupa jika sekarang mereka tengah berkumpul dalam satu meja.  Berbeda dengan Aira yang menatap mengejek pada Abang keduanya itu.

"Papa potong uang jajan kamu kalo begitu lagi sama Aya!" Kali ini Bagas yang bersuara membuat Airon semakin meringis, takut karena ancaman Papanya tak pernah main-main.

Sampai sini Aira paham bahwa kedua orang tuanya pasti mengajari kedua abangnya untuk tak menggunakan kosa kata gaul pada Aira maupun saat masih di ruang lingkup keluarga. Tapi dari yang Aira tangkap Abangnya Airon masih menggunakan kosa kata tersebut padanya saat tak ada kedua orang tuanya maupun Alvaro.

"Iya Pa sorry." Raut wajah Airon terlihat memelas sebelum menatap Aira yang hanya diam menyimak.

"Sorry Aya, Abang minta maaf," lanjut laki-laki itu membuat Aira sedikit merasa tak enak. Bagi Aira itu bukan suatu kesalahan dan tak perlu meminta maaf.

Aira tersenyum setelah tadi menatap penuh ejek pada  Airon. "Gak papa bang, aku maafin," balasnya.

"Udah udah sekarang ayo sarapan dulu sebelum nasi gorengnya dingin," ujar Airin yang sedari tadi diam menyela dengan suara lembut khas ibu.

Semuanya mengangguk sebelum mereka melangsungkan sarapan pagi ini dengan hikmat.

"Aya berangkat sama Abang aja gimana?" tawar Airon dengan kosa kata yang lebih sopan dan lembut.

Aya yang baru selesai mengelap mulutnya pun menoleh. "Abang naik apa? Emang kampus Abang searah sama sekolah aku?" tanyanya.

"Masa kam–"

"Ck! Aya gak inget!" potong Alvaro yang mengerti akan jalan pikiran Airon dan apa yang akan adiknya itu katakan.

Seketika Airon menyengir. "Eh iya deh lupa," balasnya menatap Aira sambil cengar-cengir tak jelas. Sedangkan sang empu hanya diam menghela nafas lega karena mereka benar-benar mempercayai jika dirinya amnesia.

"Aya sama Abang aja ya naik mobil, Abang gak yakin kalo kamu bakal baik-baik aja sama nih anak," ujar Alvaro berkata dengan lembut pada Aira yang hanya diam sibuk dengan pikirannya sendiri sambil melihat ke arah Mamanya yang mulai membereskan meja sedang Papanya telah berlalu pergi ke kamar.

Mendengar itu tentu saja Airon tak terima. "Apaan sih loh bang! Aya sama gue buat hari ini!"

"Airon." Suara Airin yang memanggil putra keduanya dengan nada menegur itu membuat sang empu meringis.

"Maaf Ma khilaf," balas Airon yang sudah paham.

Melihat itu Alvaro memutar bola matanya malas. "Makanya kalo ngomong dijaga!" tegasnya yang hanya diangguki malas oleh Airon.

"Lagian kamu kan bawa motor, Abang gak izinin Aya buat naik moto, ayo dek, berangkat sama Abang aja," lanjut Alvaro langsung bangkit dari kursi.

"Tap–"

"Jalan kantor Abang sama sekolah kamu searah, jadi gak papa Ay," potong Alvaro saat Aira akan membalas ucapannya. Suka sekali laki-laki idaman itu memotong ucapan orang lain.

'Sabar sabar Ai' batin Aira menghela nafas pelan.

Pada akhirnya Aira hanya bisa mengangguk. Tanpa bisa menolak dia pasrah saat tangannya digenggam oleh Alvaro dan dibawa keluar rumah setelah pamitan pada Mama mereka, meninggalkan Airon yang beberapa kali berdecak kesal.

Di sisi lain Aira merasa bangga pada dirinya sendiri yang bisa digandeng oleh cogan seperti Alvaro. Ujungnya Aira kesenangan juga, dia hanya sok-sok qn berlagak pasrah padahal aslinya senang.

"Pokoknya nanti kalo pulang hubungin Abang biar Abang jemput!" tegas Alvaro tak terbantahkan saat keduanya telah berada di dalam mobil.

Aira yang menatap laki-laki itu dari samping langsung mengangguk patuh. "Iya bang Varoo," balasnya dengan nada sedikit dipanjangkan. Hal itu membuat Alvaro terkekeh gemas dan reflek mengusap pelan kepala adiknya itu.

'Tenang tenang, gak boleh baper sama Abang sendiri'   rapal Aira dalam hati.

AyataWhere stories live. Discover now