Pitu

5.2K 280 4
                                    

Matahari telah terbenam ke arah ufuk barat semenjak satu jam yang lalu. Akibat kejadian sore tadi Aira sekarang mendekam di dalam kamar baru miliknya akibat malu dengan Mama sekaligus Abang Aira atau Abangnya, ya laki-laki yang tiba-tiba datang dengan tubuh bagian atas telanjang yang membuat Aira terpesona sampai memasang wajah cengo itu tak lain adalah kakak kandung Aira.

Ternyata setelah diberitahu Mamanya, Aira tahu bahwa dia memiliki dua kakak laki-laki yang lebih akrab dipanggil Abang oleh Aira asli, dan Aira pun nyaman dengan panggilan tersebut karena di dunia asli dia tak punya sosok kakak akibat dia yang terlahir semata wayang.

Tak hanya itu, Aira juga sudah tahu nama kedua orang tua barunya sekaligus nama kedua abangnya berkat Mamanya yang tadi sore memberitahunya di kamar. Jadi ceritanya Aira setelah tahu bahwa tadi dia terpesona pada abangnya sendiri, dia langsung pamit pada Mamanya untuk pergi ke kamar dan meminta diantarkan, dan di dalam kamar dengan pengertian Mama Aira menjelaskan semuanya pada Aira. Walau begitu Aira malam ini tetap merasa malu jika bertemu dengan Abang maupun Mama barunya.

Airina Wulandari Wijaya, itu nama Mama Aira sedangkan Papanya Bagaskara Wijaya. Abang pertama Aira bernama Alvaro Georgio Wijaya yang sudah bekerja sebagai CEO di perusahaan yang baru dibangun dengan bantuan Papanya, Aira sungguh kagum saat diberitahu Mamanya bahwa Abang pertamanya itu menjadi CEO muda diusia dua puluh tiga tahun.

'Kalo aja dia bukan Abang gue udah gue gebet!' pikir Aira dengan otak kecilnya, untung saja Mamanya tak dapat membaca pikiran.

Airon Fabiano Wijaya, Abang kedua Aira ini berusia dua puluh tahun, berbeda tiga tahun dengan Abang pertama Aira, dia masih duduk di bangku kuliah semester lima. Abangnya ini lah yang tadi sore membuat Aira hampir saja meneteskan air liur jika saja Mamanya tak membuyarkan lamunannya.

Akibat sudah melihat ketampanan Abang keduanya yang hampir membuatnya meneteskan air liur, Aira jadi sangat penasaran dengan rupa Abang pertamanya yang pasti ketampanannya melebihi Abang keduanya, secara Alvaro merupakan anak pertama.

Sedangkan nama asli Aira di novel adalah Airaya Floranila Wijaya, hampir sama dengan nama Aira . Perbedaan keduanya hanya pada nama akhir mereka, keluarga Aira asli yang tak memakai marga sedangkan Nita menuliskan Aira asli ada marga keluarganya.

Tok tok tok

Tadinya Aira yang sedang mengotak-atik ponsel milik Aira dikejutkan dengan ketukan pintu. "Duh Mama apa Abang ya? Masih malu banget gue kalo ketemu Bang Iron," gumam gadis itu dengan panggilannya pada Airon yang terdengar tak kaku, entah kebetulan atau bagaimana panggilan Aira sama persis seperti panggilan Aira si figuran.

Tok tok tok

Aira memutuskan turun dari ranjang setelah meletakkan asal ponsel yang tadinya dia genggam. "Semoga aja Mama," gumamnya sebelum melangkah mendekati pintu.

Ceklek

"Eh Abang hehe, kenapa bang." Sapaan Aira terdengar kikuk, dari senyumannya yang menyengir pun sudah ketara.

Airon yang sudah tahu bagaimana kondisi Aira setelah diberitahu Mamanya pun paham. Dia memaklumi tatapan asing Aira yang dilayangkan padanya sore tadi.

"Ayok makan malam dulu cil, nanti abis makan malam lo harus mau diperiksa sama dokter," balas Airon membuat Aira mau tak mau mengangguk patuh. Gadis itu tak protes sama sekali dengan panggilan Airon, bocil. Aira pikir mungkin memang sudah kebiasaan Airon memanggil Aira asli seperti itu.

Jika ditanya apakah Aira canggung bersama Airon? Tentu saja jawabannya iya, apalagi Airon tampannya menurut Aira tak wajar seperti di dunia asli, sebisa mungkin Aira tak gugup dan salah tingkah berasa di dekat Abangnya sendiri itu. 'Tapi kan gue Aira palsu' batin Aira.

"Btw Papa udah pulang?" Aira bertanya untuk mencairkan suasana saat keduanya beriringan menuruni anak tangga.

Airon menoleh lalu mengangguk, dengan santai laki-laki itu melingkarkan tangannya di bahu Aira. Respon gadis itu sedikit terkejut bahkan Airon bisa merasakannya, tapi tak berlangsung lama sebelum Aira mencoba rileks. 'Tenang Ai, lo harus terbiasa deket cogan mulu' batinnya menenangkan diri sendiri.

"Kenapa? Lo risih ya?" tanya Airon yang perlahan menyingkirkan tangannya dari batu Aira membuat sang empu menggeleng merasa tak enak.

"Eh gak kok bang, ak–aku gak papa kok, mungkin cuma belum terbiasa aja, maaf ya bang aku lupa sama Abang," jawab Aira menunduk sedih, entah mengapa dia benar-benar merasakan itu. Cara pengucapannya sedikit terbata karena dia belum terbiasa menggunakan aku-kamu jika bersama orang baru seperti kedua Abang barunya.

Airon menggeleng sembari merangkul kembali baju adik satu-satunya itu. "Gak perlu minta maaf, ini juga kan bukan kemauan lo, it's okey kalo lo lupa sama gue, bang Vero dan Mama Papa sekaligus kenangan kita semua, yang penting sekarang lo udah kenal kita lagi, pelan-pelan pasti lo bakal inget lagi kok, abang yakin mungkin lo cuma amnesia sementara," balas laki-laki itu panjang lebar dengan tutur kata lembut.

Aira sendiri yang mendengar itu diam-diam meringis. 'Sumpah gue gak suka rasa bersalah karena udah boongin mereka ini, tapi gue belum siap jujur' batinnya dilanda perasaan tak nyaman.

Tak ingin memperpanjang obrolan sedih mereka, Aira hanya mengangguki ucapan Airon bertepatan dengan keduanya yang telah sampai di meja makan.

Aira sedikit gugup saat melihat keberadaan Mama Airin yang tak sendiri, karena di sana ada pria paruh baya yang masih tampan dan sudah pasti itu adalah Papa Aira.

"Nah ini anaknya udah dateng," seru Airin yang pertama menyadari kehadiran kedua anaknya.

Aira tersenyum kikuk saat Papa barunya yang seingatnya bernama Bagas itu menatapnya dengan wajah datar tapi tatapannya lembut. 'Keknya Papa Aira tipe-tipe Papa dingin plus cuek deh, jadi takut gue kalo gak bisa akrab' batin gadis itu sempat-sempatnya melamun sebentar.

"Duduk Cil," titah Airon dengan perhatian menarik salah satu kursi yang ada di hadapan sang Mama untuk Aira duduki, biasanya memang kursi tersebut yang diduduki Aira.

Setelah memastikan Aira duduk di kursi dengan nyaman, Airon duduk juga di kursi samping adiknya itu. Laki-laki itu bisa dibilang lebih perhatian pada adiknya setelah mendengar penjelasan dari Mamanya, dan Aira tak tahu akan hal itu karena di cerita keluarga Aira figuran tak pernah diceritakan.

"Aya."

Spontan Aira menoleh ke arah Papanya yang memanggil, dia mulai terbiasa dengan panggilan tersebut. "Iya Pa?"

"Kamu lupa sama Papa?" Melihat tatapan teduh dan lembut dari Papanya entah mengapa membuat mata Aira memanas, seolah dia merasakan apa yang dirasakan Papa barunya itu.

"Maaf Pa aku lupa, tapi kata bang Iron pasti aku bakalan inget lagi kok, butuh waktu aja," jawab Aira dengan cepat, tak ingin membuat Papanya itu sedih. 'Maaf, tapi emang saya aslinya gak kenal sama bapak' lanjut gadis itu tentu saja dalam hati.

"Sini sayang," ujar Bagas merentangkan kedua tangannya. Aira yang mengerti pun berdiri dari duduknya dan perlahan masuk ke dalam pelukan hangat pria paruh baya tersebut.

Airin dan Airon menatap pemandangan tersebut dengan haru, tapi Ibu dan Anak itu memilih diam tak ingin merusak suasana mereka.

Bagas mengelus rambut panjang Aira dengan lembut dan pelan. "Nanti mau kan diperiksa dokter biar lebih jelas gimana kondisi kamu? Papa khawatir banget sama kamu Aya, Papa sampe cepet-cepet pulang ninggalin kerjaan Papa karena dikabari Mama kamu tadi sore," ujarnya dengan pelan yang langsung dibalas anggukan oleh Aira yang sepertinya nyaman dengan pelukan Papa barunya itu.

"Maaf Pa udah buat Papa khawatir."

'Nyaman banget, sama nyamannya kayak pelukan Ayah, ah jadi inget Ayah, gimana ya gue di dunia asli?' batin Aira teringat kembali dengan kondisi nya di dunia asli yang kata Aira novel dia tengah koma di sana. Aira tidak bisa membayangkan bagaimana khawatirnya Bunda dan Ayahnya melihat kondisinya seperti itu.

AyataWhere stories live. Discover now