10

35.7K 3.5K 14
                                    

Cova sudah tertidur pulas hingga dia terbangun karena mendengar suara aneh dari sampingnya. Disana ibu nya sedang memegang sebuah botol kecil berwarna merah, botol itu tepat berada di depan bibirnya yang sedang bergerak seperti membaca mantra namun Cova tidak mendengar jelas apa yang ibunya katakan.

"Ibu?" Panggil Cova di sela-sela kantuknya. Ibu Cova menghentikan aktifitasnya dan mulai membelai kepala Cova pelan agar dia kembali tidur.

"Kau harus selamat Cova, anakku. Ibu menyayangimu, jadilah kuat. Kau harus kuat, kehidupanmu selanjutnya tidak lah mudah, tapi sekarang kau akan baik-baik saja. Kau harus hidup Cova, demi ibu"

Cova terbangun dari tidur nya terengah-engah, mimpi yang aneh, pikirnya.

Di mimpi itu terlihat ibu Cova sedang membelai sayang kepala nya hingga dia kembali tertidur, namun rasanya sangat nyata setelah matanya terpejam di dunia mimpi dan sesaat setelahnya terbangun di dunia nyata, seolah dia benar-benar ada disana.

"Kau sudah sadar ? Bagus lah" ucap Sean yang duduk di sebelahnya sedang menghangatkan tangannya di depan api unggun.

Cova mendudukan dirinya dan membuka selimut yang menutupi tubuhnya yang ternyata itu adalah jubah Sean.

"Dimana ini ?" Tanya Cova

"Sebuah gua, di luar salju turun sangat deras. Tidak memungkinkan untuk kita kembali malam ini"

"Malam? Berapa lama saya pingsan, tuan ?"

"Sekitar 5 jam, aku tidak tau"

"Dimana Shadow ?"

Cova tidak ada melihat shadow disekelilingnya membuatnya berpikir yang tidak-tidak.

"Anjingmu tidak mau masuk ke dalam, sepertinya dia ingin berjaga di luar. Beberapa saat yang lalu dia juga baru kembali dari berburu"

Cova membuang nafas lega, syukurlah mereka selamat.

"Baju anda basah tuan" ucap Cova melihat kondisi baju kemeja putih Sean basah hingga meneteskan air.

"Tak apa, aku baru saja kembali setelah berpatroli sebentar melihat keadaan dan berniat memburu rusa tapi aku tidak menemukan satu hewan pun kecuali anjingmu"

Sepertinya karena turun salju membuat para binatang bersembunyi di rumah-rumah mereka untuk mencari kehangatan.

"Aku hanya mendapat 2 burung hasil memburu menggunakan busur panahmu" ucapnya lagi sambil membulak balikkan panggangan burung di tepi api unggun.

"Makanlah, kau belum makan apapun" ucap Sean menyodorkan paha burung yang sudah matang pada Cova.

Cova menerimanya dengan senang hati, mereka menyantap makanan mereka dengan hikmat.

Namun, belum sempat dia menggigit makanannya, dengan cepat dia meraba wajahnya dengan tangan satunya. Kain penutup wajahnya hilang, pantas saja wajahnya terasa dingin.

"Kain penutup wajahmu terbang entah kemana, jika kau menutupi wajahmu karena suatu hal, aku minta maaf sudah melihat nya" ucap Sean, pantas saja sedari tadi mereka berbicara Sean terus saja melihat ke arah lain selain dirinya, dia berpikir Cova menutupi wajahnya karena berbagai alasan personal yang sangat dia jaga, sebab wanita itu tak pernah sekalipun melepas penutup wajahnya.

Cova yang paham kesalah pahaman ini pun tersenyum simpul, ternyata dia pria yang gentle, batin Cova.

Cova pun mulai bercerita, saat dia kecil dulu, dia kerap di ajak untuk pergi ke pasar oleh ibu nya mencari bahan-bahan makanan. Karenanya banyak anak-anak desa yang lain mulai mengenalnya dan ingin bermain dengannya. Masa kanak-kanak nya sangat indah, apalagi saat mereka menusuri hutan untuk mencari bunga dan mandi di sungai.

Hingga suatu hari ada seorang anak laki-laki dari keluarga Viscount yang menyukainya dan hal itu membuat para gadis kecil lainnya memusuhi Cova. Kebencian itu di tebar oleh sati gadis kecil yang Cova tidak sebutkan namanya. Dia sudah melupakan kejadian itu, mungkin juga sudah memaafkan gadis kecil itu walaupun saat itu dia berusaha mencekokinya racun dari bunga Lakspur yang menyebabkan otot lemas tidak bisa bergerak selamanya, ditambah lagi dia dibiarkan di tengah hutan sendirian selama 3 hari hingga akhirnya ibu nya menemukan nya dengan bantuan warga desa.

Tidak hanya itu, puncaknya saat gadis kecil itu menyiramkan cairan bunga Pokeweed ke wajahnya yang dapat menyebabkan sensasi terbakar jika mengenai kulit. Untung saja ibu nya dengan cepat mengetahui jenis racunnya dan menciptakan penawarnya dalam satu malam.

Dari sana lah Cova beranggapan sepertinya tampangnya adalah sebuah kesalahan hingga akhirnya dia berusaha menutupinya, kalau bisa selamanya. Jadi mulai saat itu dia tidak pernah lagi keluar hutan dan pergi ke desa, hingga Cassie datang menempati tubuhnya.

"Siapa nama anak itu?" Tanya Sean dingin.

"Saya tidak ingat, tuan" Cova beralasan

Sean menatapnya tajam dengan raut wajah datar, dari sudut pandang Cova yang tengah berhadapan dengan Sean membuatnya sadar, wajah Sean sangat tampan di sinari cahaya kuning dari api unggun. Cova sempat tertegun.

"Anggap lah begitu. Tidur lah, aku akan berjaga" ucap Sean

"Tidak tuan, tuan istirahat lah. Tidur saya sudah cukup"

"Kau wanita, cepat tidur aku akan berjaga di depan gua" Sean lalu beranjak pergi meninggalkan Cova.

Cova menolak dan ikut beranjak mengikuti Sean, dia meraih tangan Sean pelan namun Sean terlihat mengerenyit kesakitan. Cova yang sadar pun dengan buru-buru langsung menyibak baju Sean dan terlihat lah lebam yang cukup parah di punggung pria itu.

Cova terkejut dan langsung menarik Sean untuk duduk kembali di depan api unggun.

"Aku tidak apa-apa! Jangan manjakan luka ku! Ini tidak ada apa-apanya! Nanti sembuh dengan sen- ARGGG!!"

Ucapan Sean terpotong dan tergantikan dengan erangan kesakitan karena Cova menekan bahu nya yang lebam.

"Tidak sakit?" Ejek Cova

Sean menatapnya garang namun Cova tetap santai

Cova mulai mengoleskan salep buatannya ke bahu Sean, membalut dan menyangga tangan kanannya dengan kemeja putih yang dia gunakan. Jadi saat ini Sean bertelanjang dada.

"Jangan banyak bergerak dulu tuan, anda istirahat lah. Biar saya yang berjaga" putus Cova lalu beranjak dari sana namun langkahnya terhenti karena tarikan Sean.

"Tetaplah disini, sudah ada anjingmu di luar. Di luar sangat dingin, dan saat ini hanya tersisa satu jubah saja."

Cova akan bertanya namun urung karena dia ingat jubah tudungnya robek akibat pertarungan dengan ular itu.

Mau tak mau Cova pun meng iyakan dan kembali duduk di depan api unggun bersama Sean.

Percakapan mereka kembali membahas tentang penyihir yang baru mereka kalahkan, Sean mengatakan, dia pernah pernah mendengar jika ada tingkatan penyihir di dunia ini. Jika wujud penyihir nya seperti yang mereka kalahkan tadi sepertinya penyihir itu sudah menyatu dengan hewan kontraknya ntah bagaimana caranya dan itu membuat kekuatannya semakin meningkat, ditambah lagi dia bisa berbicara, membuat kedua orang itu semakin berspekulasi jika yang terkuat masih sangat banyak berkeliaran di luar sana.

 Jika wujud penyihir nya seperti yang mereka kalahkan tadi sepertinya penyihir itu sudah menyatu dengan hewan kontraknya ntah bagaimana caranya dan itu membuat kekuatannya semakin meningkat, ditambah lagi dia bisa berbicara, membuat kedua orang it...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Akrasta: The Return [Terbit]Where stories live. Discover now