Bagian 17.

80 9 6
                                    

"Kita punya cara sendiri untuk bahagia," ucap Ravindra yang memandangi sebuah foto di layar ponselnya. Dia tersenyum begitu tulus, tenang dan damai.

Arkan merotasi kan matanya melihat Ravindra seperti ini.

Mereka sedang di dalam ruangan kerja Ravindra, Ravindra duduk di kursi kebesarannya, Arkan duduk di hadapan Ravindra, sebuah meja kerja menjadi pembatas mereka.

Sekarang jam istirahat, mereka telah selesai makan siang, Arkan seperti biasa saat jam istirahat pasti ke ruangan Ravindra. Arkan menjadi direktur utama dalam perusahaan Ravindra, yang mana jabatannya di bawah Ravindra.

"Assalamu'alaikum."

Azof memasuki ruangan dengan tersenyum bahagia, dia seperti telah mendapatkan kebahagiaan hari ini.

"Wa'alaikumussalam."

Azof juga berkerja di perusahaan Ravindra sebagai direktur pemasaran. Ya, hanya Arkan dan Azof lah yang berkerja di perusahaan Ravindra saat ini.

"Bahagia banget lo," celetuk Arkan.

Azof duduk di sofa seraya menyandarkan kepalanya di kepala sofa, matanya menatap langit-langit ruangan, menarik nafas dengan sangat tenang juga tersenyum tulus.

"Gue habis ketemu cewek yang buat jantung gue bergemuruh hebat."

"Alay," ketus Arkan.

"Sudah dibilang kita punya cara tersendiri untuk bahagia, hal sederhana aja bisa buat bahagia jika itu bermakna," sahut Ravindra lalu meletakkan ponselnya di atas meja.

"Iya deh, sama aja kalian, sama-sama bahagia karena cinta."

"Iri?" Celetuk mereka bersamaan yang spontan menatap Arkan dalam.

"Bukan iri, gue gak bisa kayak kalian."

"Itu karena elo belum nemukan spesial someone aja, Kan," ucap Azof dengan tenang melanjutkan bersandar di sofa seraya membayangkan pertemuannya tadi dengan sosok yang buat dia tentram dan bahagia sekarang.

"Gak mau! Gue gak mau jadi gila kayak Ravindra yang senyum-senyum sendiri hanya lihat foto dia dengan wanita yang jelas-jelas udah jauh banget dari dia, udah 4 tahun juga berpisah. Gue juga gak mau jadi kayak elo yang jadi gila, bahagia gak jelas ketemu orang yang juga jelas-jelas lo gak tau identitasnya," tutur Arkan yang mengeluarkan isi kepalanya. Menurutnya cinta itu membuat seseorang gila, kadang sedih, kadang bahagia, tidak jelas. Arkan sangatlah anti dengan cinta saat ini.

"Kamu gak tau rasanya, gimana nikmatnya jatuh cinta sekarang, bahagia keingat kenangannya, senyumnya, tawanya, binar matanya, dan tersiksa karena rindu." Bela Ravindra, dia berdiri dari kursinya, menghampiri Azof dan duduk di sebelahnya.

"Iya, Kan. Elo gak tau juga gimana rasanya jatuh cinta saat ini, ketika ketemu walau hanya beberapa detik bisa buat elo bahagia. Cinta sama sosok yang gak tau namanya, tempat tinggalnya. Yang elo tau hanya binar matanya, senyumnya." Sahut Arkan.

"Iya deh serah kalian, raja bucin," pungkas Arkan yang berdiri juga ingin duduk di dekat mereka.

Mereka sekarang telah berdekatan  dan duduk di sofa ruangan Ravindra.

"Elo, ketemu lagi?"tanya Ravindra kepada Azof yang masih saja mengulas senyumnya sedari tadi.

"Iya, di tempat yang sama, di kafe itu, ini untuk kedua kalinya."

"Elo gak ada niat buat nyari tau identitasnya?"

"Nanti, tunggu gue wisuda, satu pekan lagi, gue harap dia benar-benar wanita yang akan menemani gue selama hidup gue."

Ravindra tersenyum mendengar ucapan Azof. Azof yang sekarang sudah benar-benar berubah menjadi lebih baik, tidak ada lagi kata pacaran di kamusnya.

***

Annora Untuk Ravindra [On Going]Where stories live. Discover now