Bagian 24.

44 8 4
                                    

Annora melihat-lihat sekitar Gramedia, dia mencari sosok yang ingin bertemunya hari ini. Ya, dia Ravindra. Ravindra dan Annora ada kesempatan untuk bertemu hari ini. Akan tetapi, mereka tidak hanya bertemu berdua. Ravindra mengajak satu orang temannya. Karena dalam agama Islam laki-laki dan perempuan yang belum halal dilarang untuk berdua-duaan tanpa didampingi oleh seorang yang mahram.

"Annora," ucap salah satu orang yang berada di dekat Annora. Dia sepertinya mengenali sosok Annora.

"Zahra!" teriak Annora. Lalu mereka segera berpelukan. Dua sahabat ini akhirnya dipertemukan kembali setelah sekian lama berpisah. Mereka sudah lama tidak bertukar cerita bersama. Setelah lama mendekap satu sama lain, mereka segera melepaskan dekapan mereka.

"Apa kabar kamu, Ora?" tanya Zahra.

"Alhamdulillah baik, Za. Kalo kamu gimana?"

"Alhamdulillah baik, Ra."

Zahra menggapai dagu Annora lalu ia mengambangkan senyumnya menatap Annora, "maa syaa Allah, cantik banget."

"Aamiin. Alhamdulillah, Za. Kamu juga maa syaa Allah, cantik sekali." Ucap Annora  yang mencubit sekilas pipi Zahra.

"Bagaimana di Al-Azhar?"

"Alhamdulillah jalan takdir yang Allah berikan selama di sana indah banget, Za."

"Alhamdulillah, Ra. Aku juga ikut bahagia kamu bisa ke sana. Tapi aku juga sedih karena gak ada teman cerita lagi. Jujur, banyak sekali yang ingin aku ceritakan ke kamu, terutama soal ustadz Abdan."

Annora mendengar kata terakhir spontan membelalakkan matanya karena kaget. Ada cerita apa lagi dibalik ustadz Abdan?

"Kenapa ustadz Abdan?"

"Kita duduk di sana? Agar kita bisa banyak bercerita," Zahra menunjuk ke arah tempat yang terlihat tidak begitu ramai. Tempat itu sepertinya cocok untuk Zahra bercerita banyak hal. Mendengar itu Annora mengangguk kecil menyetujui ucapan Zahra. Mereka pun segera menuju ke tempat tersebut.

Sesampainya mereka segera duduk di sana. Ada meja bundar dan 5 kursi yang mengelilingi meja tersebut.  Mereka menduduki 2 kursinya.

"Ayo cerita. Aku akan mendengarkan banyak hal itu," ucap Annora.

"Kamu tahu? Seminggu setelah lulus MA. Ustadz Abdan datang ke rumah. Saat itu aku sangatlah terkejut. Aku pikir ada apa beliau datang ke rumah ku? Namun, aku ingin berprasangka baik. Mungkin saja beliau ada sesuatu yang ingin dibicarakan sama aku. Aku juga berpikir apa beliau ingin meminta maaf, ya? Ternyata di luar pemikiran ku. Dia datang, benar ada kata maaf di awal namu setelah itu dia melamar ku, Ora."

"What lamar?" Annora seketika kaget mendengar penuturan terakhir dari Zahra. Kenapa ustadz Abdan tiba-tiba ingin melamar Zahra?

"Iya, Ora. Dia awalnya minta maaf kalo selama di MA gak menghargai pemberian aku, udah anggap aku gak ada. Bahkan beliau nyesal udah buang makanan waktu itu. Setelah aku gak melakukan hal-hal itu lagi, beliau merasa kehilangan sesuatu, ya itu aku. Beliau merasakan hal aneh juga, dan beliau sadar itu cinta. Lalu beliau berencana melamar setelah aku lulus MA."

"Ya Allah, ternyata benar penyesalan datang di akhir. Akhirnya beliau merasa juga kehilangan kamu, Za. Beliau merasakan ketulusan kamu artinya. Tapi beliau merasakannya setelah kamu memutuskan untuk berhenti dan pergi dari hidup beliau, ustadz Abdan."

"Iya, Ora. Setelah lama aku berhenti dan memutuskan untuk mengikhlaskannya. Aku juga sudah berjanji untuk menutup lembaran ceritanya dan tak akan membukanya kembali."

"Itu artinya, kamu menolak?"

"Iya benar, aku tolak dengan berat hati. Aku juga sudah minta maaf sebelumnya, bahwa aku gak bisa menerima beliau kembali. Jujur waktu itu juga hati ini sakit banget. Padahal beliau orang yang aku harapkan selama ini, tapi aku juga yang menolaknya. Andai saja beliau lebih menghargai aku kala itu, mungkin kami sudah bersama sekarang. Tapi lagi dan lagi, semua telah Allah tetapkan. Aku gak berjodoh dengan beliau artinya."

Annora Untuk Ravindra [On Going]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ