Chapter 15

44 2 12
                                    

Are you really gonna talk about timing in times like these?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Are you really gonna talk about timing in times like these?

And let all your damage, damage me

And carry your baggage up my street

And make me your future history

Big Red Machine ft. Taylor Swift - Renegade

***

Malam yang menyesakkan, sakralnya malam yang berubah menjadi sendu yang memberatkan dalam perjalanan pulang. Semakin banyak aku mencoba mengingatnya, semakin muncul pikiran semua lelaki sama saja. Tapi aku punya andil untuk dikatakan salah disini. Aku yang mempersilahkan dirinya untuk berada disini, memperbolehkan hatiku untuk diberi makan dengan harapan dari matanya yang sendu itu. Mata yang membiusku lebih dalam dari mereka. Semua lakumu padaku sejak kali pertama bertemu. Tawa yang pertama kali terdengar sangat tulus dan ucapan di bawah pohon harapan. Awalan yang tidak pernah kuduga.

Pikiranku berlari-lari, dalam lajunya kereta yang membawaku kembali. Ada secercah bayanganmu yang tertinggal. Kamu berdiri di setiap gerbong, menggebu tiap kali uap menyeruak, dan cafetaria bukan lagi jadi tempat pelarian setelah kamu mengatakan teh hangatnya adalah kesukaanmu. Semua sudut yang mendingin karena pendingin yang semakin menusuk ke tulangku, selimut itu tidak ada artinya lagi setelah pelukmu. Kaca-kaca penuh pemandangan sekedar pajangan setelah melihat senyumanmu yang manis. Mungkin aku sudah mulai gila untuk membandingkan setiap sudut dari kereta yang membawaku denganmu. Tapi Solo adalah kotamu, dan kereta juga bagian darimu. Dua poros perasaan yang membingungkan, menyukai juga membenci setiap inci yang mengingatkan padamu. Bahkan, ketika aku sadar tidak ada hak untuk melakukan itu.

Bukankah akan lebih menyakitkan bila semua ini tidak ada arah dan tujuannya?

Pada akhirnya kita sama-sama tahu, hubungan tanpa status yang katanya untuk menjaga satu sama lain hanya akan membuat kita berdua sakit secara bersamaan.

Kamu dan aku sama-sama mengatakan tidak akan menyakiti satu sama lain.

Padahal yang kita lakukan justru semakin melukai satu sama lain.

.Kalia, dan paras manisnya yang menggema dalam pikiranku. Dirinya yang menempati masa lalu lelaki yang kini berkutat dalam pikiranku. Usia mereka juga tidak jauh beda. Aku jelas tidak ada apa-apanya.

***

"Kenapa jadinya cuma nambah satu hari aja? katanya mau lama-lama?" tanya Mamaku sebelum dirinya berangkat bekerja.

Teh hangat itu kuminum dengan perlahan, rasanya seperti ketika waktu di Solo. Bahkan, teh hangat kesukaan Mamaku berasal dari kotamu. "Nggak papa, kalau mau pergi lagi gampang masih libur. Kayanya mau ke Jakarta, ketemu Kak Echa aja." jawabku. Mama mengangguk lalu aku mencium tangannya dan mengantarkan ke depan. Ayah juga sudah berangkat. Hanya tersisa aku dan kucing-kucingku di rumah.

Karuna dan BharaWhere stories live. Discover now