Chapter 21

47 2 3
                                    


Perpisahan, sebuah hal yang tampaknya tidak semua orang siap. Termasuk diriku ini juga yang kukira kuat ternyata bisa remuk juga. Namanya juga kehidupan, kadang tidak sesuai harapan bukan? ekspektasi yang ketinggian nyatanya malah membuatku melayang-layang sampai terjatuh lagi ke tanah. katanya ada yang namanya 5 stages of grief rentetan tahapan seseorang dalam perjalanan move on-nya. Tahapan ini akan kuceritakan satu persatu, dari kisahku. Tahapan yang pertama, penyangkalan. Yah, patah hati yang kesekian ini masih saja aku tetap menyangkal. Rasanya seperti mendapatkan es krim di tengah siang bolong tapi sebelum disantap sudah tersenggol dan jatuh ke lantai. Mau diambil lagi sudah tidak mungkin ia sudah jatuh berceceran di bawah sana tapi hati dan kepala masih berpikir, "tapi kan belum lima menit? apa kuambil saja?" ya, kalau sebenarnya kalau analogi ini digunakan kurang tepat sih, tapi ya begitulah intinya. Penyangkalan terhadap sesuatu yang kukira akan berakhir baik-baik saja naasnya ternyata lebur berantakan. Lagian es krim terlalu manis untuk kisahku yang pahit.

Ngomong-ngomong soal penyangkalan, di otakku seperti berlarian kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak penting. Aku mulai membandingkan diriku dengan Kalia. Bagaimana tidak? manusia itu memang too good to be true. Cantik, cerdas juga lulusan universitas ternama seperti Mas Bhara, sudah kenal dekat lebih lama dengan keluarga, manis dari segala sisi. Ah, aku tidak ada apa-apanya. Tapi di satu sisi, aku juga merasa tidak seburuk itu masih ada yang bisa dibanggakan juga. Yah, tapi memang yang namanya tahu diri itu memang perlu. Kita nggak bisa memaksakan sesuatu yang memang buat kita. Meski demikian, pada tahapan kedua, Anger. Aku masih sering kesal ini semua terjadi, menyalahkan mengapa aku memiliki latar belakang yang berbeda, segala sisi ini berbeda. Seujung kukupun berbeda. Mungkin dia makan steak kalau lagi bosan, aku makan kalau ada perayaan tertentu atau ujungnya beli daging masak sendiri di rumah. Kalau dia tiap malam ke cafe, aku pergi seminggu sekali aja belum tentu. Dia anak hits semua orang kenal dan terpanah, aku hanya anak kutu buku penghuni perpustakaan paling lama sampai penjaganya saja sudah lelah menyapaku setiap hari. Marah dengan keadaan, marah dengan diri sendiri, marah dengan semuanya. Dasar ambigu, nggak jelas ngasih perasaan tahunya belum bisa move on dari masa lalu juga. Belum lagi aku harus menebak-nebak dia cuma bosan atau memang benar tulus. Kadang nggak jelas tiba-tiba perhatian besoknya tau-tau ngilang. Udah diceritain semua taunya dia menutupi banyak hal. Kalau ngikutin arusnya dia terus lama-lama memang bakal tenggelam juga. HUUUFTTTTTT AAAAGGGHHHHH KESELLLLL. Dasar Runa bego, sudah dikasih isyarat tidak mau mengerti.

♫Dunia bukan hanya milikmu seorang. Bodoh yang sama, buatku lelah berulang. Mengagumkan, dinginnya kamu. Menggelikan, ku masih tahan ♫

Donne Maula & Sheila Dara - Peka 

Okelah, dua tahapan itu sangat terdengar frustasi memang. Wajar dong? oke lanjut. Pada tahapan selanjutnya, bargaining. Aku mulai tawar menawar pada semesta. Pada kisah-kisah patah hatiku sebelumnya dan kesusahan dalam kehidupan ini apakah ada imbalannya? apakah ada dari sisi lain yang mungkin akan menjadi lebih baik. Mungkin pada pendidikan, keuangan, atau hal-hal lain di sekelilingku. Kalau aku harus jatuh sekali apakah aku masih bisa menawar untuk sesuatu membahagiakan waktu aku sudah bisa berdiri lagi. Aku mau kehidupan yang lebih baik, segala urusanku dilancarkan, dan nantinya bisa menjalani hidup bersama dengan orang yang paling tepat untukku. Bisa kah? bisa dong?. Ya, tapi kan namanya doa dan harapan nggak selalu dikabulkan sedetik saja. Masuk tahapan selanjutnya, depression. Aku mulai tidak mau makan lagi, bengong-bengong lagi, semakin malas keluar rumah kecuali kuliah. Jadi makin jarang nongkrong karena tempat tongkrongan dulu udah pernah ada bayang-bayangnya disana. Memang kamu luar biasa, setiap sudut yang aku suka jadi nggak pernah aku kunjungi lagi karena ada bayangmu yang hidup disana. Pada akhirnya, kehidupan memang harus berjalan. Tahapan terakhir, acceptance. Aku mulai menerima keadaan, memang dia masih suka berjalan-jalan di pikiran. Tapi itu kenangan baik saja, aku tidak mau menyangkal kalau ini sudah selesai, aku tidak mau marah karena aku dan dia memang berbeda, aku tidak lagi menawar cuma-cuma kepada semesta tentang kejadian ini semua, aku tidak lagi berjalan bagaikan mayat hidup, dan kini aku menerima diriku sendiri. Penuhnya diriku, luka-luka yang ada pada diri ini. Sungai tangisan sudah menyurut, dua titik pada bibirku sudah mulai naik meski belum sempurna. Semua memang perlu waktu, tapi meski demikian aku masih belum tertarik untuk mengenal siapa-siapa. Aku masih belum tahu pasti aku sekuat apa kalau tiba-tiba dia muncul. Narhu masih beberapa kali menyapaku, aku hanya menyapanya dengan senyuman lalu pergi. Mas Bhara, aku tidak tahu, dia mungkin makin sibuk dengan pekerjaannya. Aku memang masih menghilang dari dunia maya. Jadi tidak benar-benar mengerti apakah dia masih sering mengunggah pemandangan di laman instagramnya atau hal lainnya. Hanya ingin ketenangan saja, kembali dengan diriku yang lebih baik mungkin tidak sama persis seperti sebelumnya tapi yang pasti aku baik-baik saja.

Pergi bukan berarti kalah dan menyerah. Aku juga tidak mau menghabiskan diri sendiri untuk terus bertahan pada sesuatu yang tidak pasti dan tidak jelas. Memang benar, perasaan yang tidak bisa dikontrol bisa menjatuhkan. Memang terbukti olehku kalau cinta itu bisa membutakan, aku bahkan asing ketika melihat kembali betapa aku berharap pada perasaan singkat yang belum bisa kupastikan akan berubah menjadi jangka panjang atau tidak. Aku terlalu naif untuk berada di dunia yang rumit ini. Kalau dibilang masih ada perasaan, mungkin ada sedikit. Tapi kalau untuk bersamanya dengan aku yang masih begini dan dirinya sekarang tidak mungkin. Rencana kedepan aku mau fokus dengan pendidikanku, merancang karirku, dan kehidupanku. Menjadi yang lebih baik dari sekarang. Pada akhirnya kakiku sendiri yang bisa menopang dan membawaku pergi jauh. Dia mungkin akan baik-baik saja, aku pun juga demikian. Hanya doa baik yang bisa kusampaikan lewat perantara tanpa harus berbincang langsung dengannya. Aku menerima kalau pada akhirnya semua hanya menjadi kenangan yang berharga.

♫Yang datang dan pergi. Semua yang harus dilalui. Kadang kita perlu tersakiti. 'Tuk menjadi manusia. Akhirnya, ku menyerah. Maafkan ku yang menyela. Jika dahulu ku tak pernah membuatmu bahagia ♫

For Revenge x Stereo Wall - Jakarta Hari Ini

Pada halaman-halaman selanjutnya, aku meminta maaf kalau masih sering ada nyawamu yang tertinggal dalam setiap ingatan dan tulisan-tulisanku. Tidak perlu banyak berpikir mungkin aku akan kembali atau mengambilmu darinya. Mungkin aku cuma rindu sederhana pada kenangan lalu walau kutahu mungkin aku tidak akan pernah ada dihatimu. Semuanya harus berjalan, meski terkadang masih kurasakan kehilangan. 

________

Mau diceritaain perepisode juga ga nih five stages of grief-nya Runa????? biar lebih spesifiik


JAWABB YAKKK!!!! MAACI

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 04 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Karuna dan BharaWhere stories live. Discover now