Chapter 20

33 3 8
                                    

"Ku tahu memang cinta kita tak direstui. Namun, ku sedang berjuang untuk tunjukkan
Bahwa ku pantas untukmu. Memang tak bisa kupungkiri, banyak kekuranganku. Namun, tak pernah ada kata menyerah. Sadar ku disepelekan, aku dianggap kecilTapi tak apa-apa."

Rony Parulian - Mengapa

***

Gadis itu yang memang ada dari masa lalunya. Gadis yang mungkin nantinya akan jadi pemenangnya. Memilikinya dan bersama disisinya sepanjang nafasnya yang berhembus. Menemani lebih lama dari parfum yang ada di setiap titik nadi lelaki itu. Ekspektasiku yang akan hilang sejalan dengan kepergiannya itu dan mungkin perasaanku pada siapapun juga akan menghilang. Mungkin tidak ada lagi Bhara, Narhu, atau nama-nama lain yang mungkin akan muncul. Berhembus hilang lebih cepat dari udara yang menemani malam ini, udara yang menghidupkanku dengan suara mesin-mesin rumah sakit yang lebih setia menemani dari siapapun itu.

Mungkin benar, semua ada tanggal kadaluarsanya. Sudah tidak ada rasanya, lebih baik dibuang dan disingkirkan. Kembali ke penemuan awal yang selalu dikira tidak akan pernah salah. Tapi jangan pernah ajak dia melihat indahnya pohon rindang dari gereja ayam kesukaanku atas nama Rangga dan Cinta, jangan ajak dia makan di pinggiran kota semalaman suntuk menyantap sate yang kau pikir akan lebih keren dari seorang Rangga untuk Cintanya, jangan sesap kopi itu dengan embel-embel penjelasan dari barista karena aku mungkin akan mengerjaimu seperti yang dilakukan Cinta pada Rangga. Jangan taruh semua itu pada wanita itu maupun siapapun yang ada dalam hidupmu. Jangan duduk dan berjalan di bawah pohon rindang penuh harapan seolah menginginkan ada di masa depan. Berhentilah untuk melihat kabarku dari instagram penuh pemandangan-pemandangan indah itu. Nyatanya semua itu tak seindah yang pernah kau berikan padaku. Mungkin aku hanya dapat memahami sisi indah dari lensa kameramu bukan dari mata coklatmu itu. Bawa dia kemanapun pergi, setelah kepergianku dibawah sirine dari kotamu ke kotaku. Perjalanan malam itu yang menegangkan dan sendirian. Bersembunyi dari siapapun termasuk dua orang terpenting dalam hidupku.

"Hai?" tanya seseorang padaku, mataku yang terpejam terbuka. Narhu, dia datang. Lelaki yang kukira akan melupakanku juga. Setelah semua orang mengatakan dia yang sebenarnya paling jahat.

Aku hanya tersenyum tipis, tidak mampu berkata-kata terlalu banyak dengan kondisiku yang sangat lemas. Dengan kemampuan bernafas yang sangat terbatas padahal sudah dibantu dengan alat. Dia mengambil kursi dan duduk di samping ranjang rumah sakit. Menatapku dalam diamnya, tatapannya yang teduh. Makan malamku datang, aku tidak menggubris. Tidak ada nafsu makan sama sekali. Narhu berusaha memintaku untuk makan walaupun sedikit saja. Sampai akhirnya aku mengangguk.

"Kamu bagaimanapun juga tetap harus makan kan?" ucapnya, sambil pelan-pelan menyendokkan bubur itu dan menyuapiku.

"Bunga itu juga dari kamu?" tanyaku. Menatap bunga yang ada di diatas meja dibawah TV. Indah sekali, berwarna biru. Warna kesukaanku.

Narhu tidak menjawab, ia hanya tersenyum tipis. Sangat tipis hampir tidak terlihat. "Makan yang banyak ya, biar cepet sembuh." ucapnya padaku. Tak selang berapa lama setelah ia memastikan makanan ku habis, ia pulang dan kembalilah aku sendirian.

***

"Aku sungguh sangat bermimpi. Untuk mendampingi hatimu. Aku masih terus bermimpi. Sangat besar harapanku 'tuk hidup berdua denganmu" 

Astrid - Terpukau

Menyadari bahwa kini aku sudah benar-benar sendiri. Hanya dengan ditemani tirai yang bergoyang kecil karena pendingin dalam ruangan ini. Kepalaku kembali ke masa lalu, masa-masa indah walau sebentar bersama Sang Bhara. Narhu mungkin berada disini raganya tadi. Namun, kusadari tidak pernah benar-benar ada untuknya. Perasaan itu tidak hadir, seperti kejujuranku yang diungkapkan sebelum semuanya hancur berantakan. Mengapa? sosok yang kuharapkan memilih menjauh?. Bukankah dia bisa menjelaskan lebih tentang hubungannya yang memang sudah lama kandas dari gadis itu jika memang benar-benar sudah berlalu. Rasanya ingin menahan, dan ingin kau tahan agar pergi ini tidak menyakitkan seperti ini. Tapi apa guna, berbeda pun mungkin yang namanya perpisahan pasti akan ada yang terluka. Mungkin memang tidak selalu dapat memiliki. Tapi kalau boleh ada sekali lagi, dikehidupan lain sekalipun aku masih ingin mencoba sekali lagi. Meski pergimu tanpa adanya upaya mengajarkan terlebih dahulu cara untuk merelakanmu. Hanya dirimu yang mampu memukaukan netraku, entah apa yang membawaku dan merasukiku. Aku masih mau melihat ada usaha diantara kita berdua. Mungkin kamu yang menyebabkan sakitnya, tapi kalau boleh memilih obatnya. Pilihanku juga tetap di kamu. Sama seperti bunga biru yang terus menatapku dari kejauhan sana. Aku masih mau kamu ada tetap disana, menunggu untuk kembali bertemu.

 Aku masih mau kamu ada tetap disana, menunggu untuk kembali bertemu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Karuna,

Gadis yang kutemui tidak terlalu lama tapi memberikan bekas. Kebodohanku sendiri yang membiarkannya pergi menjauh. Lebih jauh daripada burung-burung yang hinggap diatas hamparan pohon yang mengitari gereja ayam tempat pertama kali pertemuan kami. Lebih jauh dari perjalanan singkat yang indah dari malam hingga pagi itu. Lebih pahit dari kopi yang kami coba di kedai kopi tempat dua tokoh fiksi kesukaannya memuai perasaan dua belas purnama yang lalu. Tempat yang selalu ingin kukunjungi lagi hanya untuk mengingat kembali sudut yang pernah ada dirinya. Kali pertama aku mencari jejak-jejak dari tulisan-tulisan indah dari jemari kecilnya yang terasa sangat pas dalam genggamanku.

Dalam banyak diam dan kata-kata yang terbatas, sebenarnya tidak menginginkan dia menghilang. Ingin mengambil seribu kesempatan yang ada. Bunga indah berwarna biru, kesukaannya. Mungkin akan menemaninya sebentar setelah kepergianku. Bunga itu akan mati, kembali menjadi remahan-remahan yang tidak tersisa walau rasanya mungkin masih sering terasa. Tidak akan mudah lenyap begitu saja. Seperti perasaan yang tulus darinya untukku yang mungkin kurang mampu membalasnya.

Bohong kalau dikatakan masih ada masa lalu itu, dia tidak ada. Tidak pernah ada, raganya yang masih sering berkeliaran namun rasanya tidak ada. Berbeda denganmu yang mungkin raganya takkan pernah ada dalam pandangan mataku lagi tapi perasaannya selalu menetap disini. Di sudut-sudut tempat yang pernah kita kunjungi, di pelataran dan taman-taman kesukaanku. Di istanaku sendiri.

Boleh kukatakan, kita adalah dua insan yang tepat berada dalam lingkup waktu yang salah. Aku sudah berjalan jauh, tapi mungkin sekelilingku belum. Maaf, aku kurang pandai dalam mengenalkan dirimu kala itu. Namun, bila nantinya ada kesempatan lagi untukku darimu setelah mematahkan hatimu berulang kali. Kujanjikan akan kupastikan kamu akan diterima dalam lingkunganku yang mungkin tidak akan mudah seperti pada awalan ini. Kupastikan kamu tidak akan pernah menangis lagi. Perasaan-perasaan terpendam ini yang mungkin tidak pernah kamu dengar. Datangku mungkin sementara, sebentar sampai kamu tidak terbangun dalam tidurmu hanya untuk menaruh bunga itu dan mengelus kepala dan melihat teduhnya wajahmu walau dalam lelapmu itu. Pergi sebentar Runa, halaman-halaman selanjutnya aku masih berharap kamu ada.

***

"Bilang, bilang pada merekaKita ini pantas 'tuk bersamaDan yakinkan, yakinkan merekaBahwa kau bahagia dengankuKu 'kan tunjukkan, tunjukkan pada duniaCintaku mampu bahagia bersamamu"

Rony Parulian - Mengapa

Karuna dan BharaWhere stories live. Discover now