Chapter 32 • Chase Her

10 1 0
                                    

Angin berhembus segar sore ini, meniupkan nafasnya pada setiap makhluk hidup yang dilewati hingga membawa hawa ketenangan berpadu dengan sinar matahari yang sudah mulai bergerak ke sisi barat.

Kaki panjang milik Daniel berjalan tenang, namun sarat akan ketegasan. Melangkah menyusuri dedaunan kering berwarna oranye kecoklatan di tanah hingga menimbulkan suara gemerisik yang rendah, sebelum akhirnya menyebrangi lapangan luas dan sampai pada sebuah bangku kayu panjang, berisikan satu manusia yang meminta untuk bertemu.

"Intinya." Bahkan tanpa salam pembuka, Daniel langsung menembak tujuan tanpa berniat duduk terlebih dahulu.

Si lawan bicara yang awalnya tengah meneguk soda berwarna hitam itu seketika terbatuk keras saat merasakan soda yang ia minum salah masuk pada aliran pernafasannya.

Pengar.

Itu yang dirasakan beberapa saat pada hidung dan kepalanya.

Hingga dirasa pengar tadi membaik, akhirnya ia mendongak, bersandar pada bangku kayu, lalu terkekeh ringan, "Tata krama lo masih jelek juga."

Daniel menghela pelan, lalu tanpa dipersilahkan ia mengambil duduk dengan tetap menyisakan jarak di antara keduanya.

"Gue kira lo gak bakal dateng."

"Kita gak pernah ada dalam tahap bisa basa-basi." Kata Daniel bersikap tenang.

"Ah, lo gak seru!" Celoteh Kenan dengan wajah sok kecewa, "Padahal gue mau membahas sesuatu yang pasti bakal seru buat kita. Buat lo dan gue."

Perkataan Kenan sedikitnya mampu membuat Daniel bereaksi. Dan hal itu mampu ditangkap dengan baik oleh Kenan. Sebagaimana ia mengenal Daniel sejak SMP, nyatanya Kenan sedikit tahu bagaimana untuk menggoyahkan ketenangan yang dibuat oleh Daniel pada dunia luar.

"Daniel, Daniel. Lo gak pernah belajar dari pengalaman ya," Kenan kembali menegak sodanya dengan santai.

"Jangan sok tau."

"Kenyataan." Laki-laki itu bersidekap di depan dada, "Lo tau? Sikap sok tenang lo sama orang lain itu selalu gagal ketika lo berhadapan sama orang yang lo suka,"

Daniel berdecak kesal, "Gue bilang jangan sok ta-"

"Lo suka Ocha, itu jelas. Entah lo sadar atau enggak, lo bersikap impulsif. Lo nunjukin semua secara gamblang, seolah hanya ada Ocha di mata lo. Tapi di sisi lain, lo juga gak berbuat lebih." Tembak Kenan enteng.

"Lo terlalu lemah sama yang namanya perasaan."

Daniel mengiyakan semua yang Kenan ucapkan dalam diam. Memang begitu adanya, dia tidak perlu susah payah membantah. Tapi sayangnya, semua hal yang ia lakukan jujur saja di luar kendalinya.

"Harusnya, dengan sikap lo sekarang, lo bisa maju buat dapetin orang yang lo suka. Sia-sia kalau lo cuma nunjukin perasaan lo tanpa berbuat lebih. Terus yang lo dapet apa? Kegagalan lagi?"

Kali ini, Daniel melirik tajam. Perkataan terakhir Kenan seolah menyindirnya secara terang-terangan bahwa dia adalah seorang pengecut yang tidak tahu harus bagaimana dalam bersikap.

Sialan.

"Lo gak lebih baik dari gue, Kenan."

"Tau." Kenan mengangguk kecil, "Bahkan gue gak masalah ketika orang lain mau menyematkan diri gue sebagai bajingan." Katanya sambil tertawa kecil. "Tapi gue jauh lebih baik dari segi bertindak."

"Gue yakin tujuan lo bukan cuma buat kasih wejangan sok dewasa seperti sekarang. Jadi langsung ke intinya." Daniel mulai merasa jengah.

"Deketin Ocha gih. Ambil langkah secara agresif."

MONOKROM : Epoch Of AvoshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang