Boboiboy x Reader | Superhero

- 01

Dari aku membaca namanya, sudah kelihatan betapa jenakanya makhluk itu. Nebulæ, atau sebut saja Nebula—jujur saja, orang Asia Tenggara seperti aku lebih senang menyebutnya Nebula. Makhluk itu biasanya ditemukan di kawasan H II, wilayah diluar tata surya yang bersinar sebab hidrogen terionisasi. Suhunya sekitar sepuluh ribu Kelvin.

Yang aku ajak bertumbuk barusan itu Nebula Trifid di wilayah H II. Ia tercipta dari radiasi UV berenergi tinggi. Seharfiahnya, makhluk ini tidak ada. Pada dasarnya, Nebula bukan makhluk bernyawa; ia sebatas fenomena luar angkasa berupa awan antarbintang yang terdiri dari debu, gas, dan plasma.

Entah kenapa awan itu malah hidup. Aku tidak terlalu menyimak penjelasan dari Kokoci soal Nebula; aku ketiduran sampai—kata Kaizo—liurku menetes ke pipi dan aku mendengkur keras. Jangan salahkan aku. Aku capek. Pagi ini aku kuliah jam delapan sampai tengah hari, lalu banyak sekali warga sipil meminta tolong padaku; ada bapak-bapak yang gerai ritelnya kebakaran, ibu-ibu kecopetan, ada perampokan bank, penyanderaan anak dibawah umur oleh gangster bermotor, pencurian barang branded di tempat pameran, dan lain sebagainya. Ah, brengsek.

Aku bahkan membantu anak SMP keselek duri dari cobek ikan mujaer yang batuknya mirip suara gerungan knalpot motor racing. Ada pula banci tulang lunak di sisian venue utama Jakarta memanggilku karena velg mobilnya rusak. Faktanya, itu teman sekelasku. Setelah aku cek bodi mobilnya, aku berteriak padanya,

"TOLOL, MAKANYA SPOORING MOBIL DI DILER RESMI, JANGAN DI BANDAR CURANMOR."

Memang begitulah lika-liku jadi superhero. Seperti sekarang; ini juga lika-liku menjadi superhero. Aku disuruh melawan Nebula. Makhluk tidak jelas yang mengangkasa dan menyebabkan kehancuran beberapa bidang orbit di sekitar galaksi NGC 293. Dan aku dikalahkan oleh entiti itu.

Aku duduk di kokpit kapal ruang angkasa pribadiku, mencoba mengakses panggilan darurat pada markas TAPOPS. Namun aku tidak bisa. Entiti mahahebat bernama Nebula ini mampu memutus sinyal.

"Si brengsek itu spesies cucut pasir macam apa?! Kurang ajar!" Aku memfungsikan keseluruhan mesin jet pada kapal ini, tak membiarkan Nebula mempertipis jarak padaku.

Aku membelokkan setir ke manuver menukik tajam, hendak menghujam diatas ligatur, bertujuan bersembunyi diantara puing-puing bekas tragedi supernova di sekitar sini.

Namun Nebula lebih dulu meluncurkan sekelebat bayangan plasma yang membentuk jotosan tangan, memukul bagian unit yang pesawat berisi bahan bakar. Panel-panel pesawatnya hancur, sedangkan sisa dari kerangkanya terbakar hebat.

Menyaksikan semut kecil berupa onggokan pesawat ini telah berhasil dimusnahkannya, Nebula meleburkan diri menjadi gas dengan kerapatan rendah, melayang-layang di angkasa raya, dan pergi begitu saja.

Kerusakan terjadi sebanyak delapan puluh lima persen. Mesin jet pesawat modern ini mati. Di GPS, aku menyaksikan adanya kesempatan agar diriku ini bisa selamat; radar mendeteksi keberadaan planet sekitar sepuluh ribu mil darisini. Sebelum pesawatnya kehabisan daya, aku meluncurkan sisa-sisa tenaga propulsi dalam mencapai planet sasaranku. Gaya dorong dari tonjokkan Nebula memang menghantarkanku agar menubruk planet itu, jadi aku tak begitu kesulitan mengarahkan kemudi ke sana dengan bahan bakar pas-pasan.

Dengan kecepatan 2 match, aku melintasi bagian litosfer planet ini. Dan melandas di permukaan tanah tanpa mengeset posisi kepala roket untuk memiring empat puluh derajat agar tak terlalu ekstrim menghantam permukaan planet. Dalam prosesnya, aku kehilangan mayoritas badan pesawat karena tonjokan Nebula, dan ditambah lagi oleh prosedur terbakarnya tubuh pesawat—bro, titanium tak mampu menahan panasnya gaya gesek yang tercipta karena penembusan lapisan udara di planet ini.

Inikah akhir hayatku?

Mengapa aku berakhir begitu tragis. Orang cantik, dermawan, penuh kasih, pantang menyerah, rendah hati, tidak sombong, jujur, berintegritas, disiplin, optimis, loyal, rajin menabung dan bijaksana seperti aku tak pantas berakhir begini!