- 14

1K 181 81
                                    

Aku diliputi sejumput rasa bersalah. Setelah diajak kawin detik itu juga oleh Supra, aku gelapan dan bergelinjang lidah, mencari-cari alasan. Supra berakhir menghela napas, dan dia bilang dia tetap akan menunggu. Untungnya Boboiboy itu menyukaiku dengan sangat. Aku jadi gampang mengontrol situasi.

Sekarang aku berniat pergi mengetuk kamarnya, tapi tidak ada sahutan. Sebelumnya, aku mengira Boboiboy marah. Tapi nyatanya, dia tidak ada di kamar. Aku lalu pergi ke rumah Cendawa bersaudara. Hanya Cendapia yang tak terlihat panik ketika aku bertanya dimana Arumugam. Bahkan Cendaqif dan Cendamad saling bertatapan lalu terkekeh canggung, lalu mereka pura-pura ingin pipis.

Cendapia menggamit tanganku, dan menuntunku ke teras.

"Dimana Arumugam?" Tanyaku.

"Tidak. Jangan sekarang." Ucap Cendapia. "Waktunya tidak tepat."

"Sepenting apa agendanya?" Kataku, tak terima. "Calon istrinya ini ingin menjumpainya. Bisakah kamu mengantarku?"

Cendapia melamun sebentar lalu ia menjawab, "Kakak, kamu perlu tahu. Baiklah. Ikut aku."

Aku mengikuti Cendapia. Kali ini, aku yakin ada perkara serius yang berusaha orang-orang sembunyikan dariku. Dan Cendapia berkeputusan untuk tak menyepakatinya; dia mengajakku, dia ingin aku tahu.

Aku dibawanya ke arah kediaman Tuan Guru Gaharum.

"Sebetulnya bunda melarangku untuk membocorkan ini padamu." Aku Cendapia.

Aku mengangguk. Aku tahu. Gelagat Cendapia dan saudara-saudaranya terlalu mencurigakan bahkan jika dilihat bertelanjang mata oleh orang yang tidak pekaan.

"Bundamu itu terlalu banyak berdusta." Aku berkomentar.

Dan kami sampai di semak-semak berberis diambang batas tanah tegalan menuju padang tundra. Aku disuruh menunduk olehnya. Kami mengintip. Tapi baru saja hendak berjongkok, aku sudah dipelototi oleh figur yang kukenali sebagai Tuan Guru Gaharum. Tidak ada gunanya mengendap-endap, aku mengonfrontasinya saja.

"Apa yang kamu inginkan?" Tuan Guru Gaharum menyambutku dengan garang.

Tadinya aku mau melawannya balik mempergunakan kata-kata kasar dan menyakitkan, namun konsentrasiku terpecah pada sosok dibelakangnya; Boboiboy dan Bunda. Bunda tengah menaburkan kelopak-kelopak bunga pancawarna di satu diantara empat dolmen. Sedangkan Boboiboy tengah menangis.

"Regu Kokotiam?" Aku menerka. Benar. Siapa lagi kalau bukan personil generasi superhero sebelum aku—Kokotiam.

Tuan Guru Gaharum membuang napas kesal. Ia berlalu pergi meninggalkan aku. Cendapia meringis ketakutan, dia lalu mengisyaratkan padaku untuk melanjutkan drama ini sendirian. Cendapia mengikuti Tuan Guru Gaharum di belakangnya, dan mereka berdialog serius sembari pergi darisini. Mereka membicarakan aku. Firasatku mengatakan mereka membicarakan aku.

Aku menapakkan kaki di samping Boboiboy. Aku lalu menyilang tangan. Aku tak ingin membayangkan betapa sakitnya dia. Makanya aku menolak berempati. Tapi aku ingin tetap terlihat peduli; aku ikut berjongkok, dan menepuk pundaknya sekali—siapa tahu itu dapat meringankan beban pikirannya, dan mengembalikan kesadarannya kembali ke tubuhnya.

Nebula menghancurkan orang-orang kuat ini.

Artinya, Kokoci berusaha mencelakakan aku. Secara sengaja.

Secara sengaja, Kokoci memerintahkan aku menyetop Nebula di kawasan rawan begal pesawat. Sehebat apapun aku, aku rasa, bilamana Nebula telah meluluh-lantakkan regu terkuat TAPOPS bahkan sampai membantainya begini, Kokoci semestinya mempersenjatai aku dengan pengetahuan. Kokoci tak menginformasikan padaku bahwasanya Nebula sudah membabat habis lima superhero generasi pertama.

Boboiboy x Reader | SuperheroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang