Xtra

2.6K 263 118
                                    

Aku tidak tahu kenapa Ice senang sekali tidur, dan ia selalu meminta ditemani. Sebetulnya itu bukan bahasan yang cukup menarik untuk dipikirkan. Namun ada perihal lain. Aku juga tak paham, mengapa tiap kali aku tidur dengan Ice dan memeluknya sepanjang malam—karena Ice bilang ia akan mati kalau aku melepaskannya barang sedetik pun—di pagi harinya, selalu ada fenomena abnormal; kancing piyamaku selalu lepas.

Seperti misalnya sekarang ini. Aku mengancingi piyama tidurku, merapikan diri untuk pergi sarapan. Setelah selesai, aku hendak beranjak dari ranjang. Aku berniat mandi, gosok gigi, keramas, dan menyiapkan ketujuh Boboiboy yang belakangan ini suka berpecah padahal tidak sedang dalam pertarungan apapun. Boboiboy punya alasan bagus. Minggu lalu aku sakit tipes. Tulangku rasanya remuk-redam. Aku hanya mengonsumsi bubur bayi dan susu. Makanya Boboiboy berpecah; Ice bertugas mendampingiku tidur di kasur sebab Ice takut aku digigit nyamuk demam berdarah—aku tahu its kinda akal bulusnya saja, aku sangat paham Ice hanya menginginkan presensiku sebagai gulingnya—sedangkan Halilintar mengelola dapur, Beliung berbelanja kebutuhan sehari-hari, Blaze jadi konselor soal gizi seimbang dadakan, Rimba menungguku di tepi kasur dan menghibur, dan Solar mendedikasikan hidupnya menjadi bapak rumah tangga; ia menyapu, mengepel, mencuci, menjemur baju. Oh ya. Gempa. Gempa selalu kebagian sial. Ia berangkat ke TAPOPS dan bekerja.

Kebiasaan berpecah itu lalu berkelanjutan hingga kini. Nevermind. Aku jadi banyak terbantu.

Aku beranjak berdiri, namun tanganku dicekal. Aku tidak tahu ini kelakuan Boboiboy yang mana. Aku diseretnya ke pelukannya. Dan ketika aku menengadah untuk mengidentifikasi pelaku, itu Beliung.

"Nggak Taufan, nggak Beliung. Kalian sama aja." Aku berkomentar pedas. "Minggir!"

Tapi Beliung tak mau mematuhiku. Tangannya malah merayap ke sikuku, dan berakhir di leherku. Ia dengan pelan dan hati-hati, meluputkan kancing piyamaku.

"Hah?!" Aku menarik diri. "Jadi ini ulah kamu!"

Beliung duduk bersila di ranjang. Rambutnya acak-acakkan karena ia tidur di sofa dan belum sempat bersih-bersih—ranjang kami selalu penuh! Mereka bergantian tidur denganku.

"Yang tadi malam itu perbuatan busuknya si Ice." Beliung merengek. "Dia tak benar-benar tidur, tahu."

Aku menutup wajah. Astaga. Mereka ... mereka ada tujuh. Dan hari ke harinya ... aku selalu memperoleh laporan yang seperti ini.

"J-jangan sentuh aku. Kalian sudah terlalu banyak menyentuhku!" Aku membentak sebab aku merinding luar bisa. Jari-jari jahilnya selalu menjadikan aku jantungan. Bahkan aku masih susah jalan. Akibat ulahnya Blaze malam jumat kemarin.

Krieeet

Pintu kamar meneroka dari luar. Aku menyaksikan Gempa masuk. Ia berjalan tergopoh-gopoh. Gempa lalu duduk di tepi ranjang, "Boleh aku tidur sebentar, (Nama)?"

"Kamu jangan cari muka di depan (Nama)." Beliung memprotes.

Gempa baru pulang dari kegiatan mencari nafkah. Katanya kemarin malam, ia disuruh melawan Nebula Trifid lainnya di kawasan H-II dengan Sai dan Shielda. Dan ia baru pulang pukul enam tepat.

"Syuh! Pergi sana Beliung. Kamu sudah kebagian jatah tidur disini dua kali dalam semingguan ini." Aku mencibir sambil mengibaskan tangan.

Beliung cemberut hebat. Beliung berdiri dan memutari kasur, lalu mengecupku singkat di kening, "Aa mau mandi dulu ya, Neng Geulis."

Sejak kuajak orang ini ke negaraku, dia jadi banyak tingkah.

Beliung menutup pintu. Aku beralih pada Gempa. Aku menyelimutinya hingga ke dada.

"Mas? Capek banget, ya? Tidur aja. Nanti aku bangunkan satu jam lagi." Aku mengelus rambutnya. Ih. Lembut. Aku sampai bingung, Gempa itu kalau keramas, pake shampo apa. Gempa mengangguk lemah. Ia terlarut-larut dan tidur. Lucu banget, embul banget, imut banget. Pengen kubawa pulang ke rumah!

Boboiboy x Reader | SuperheroWhere stories live. Discover now