- 20

1.4K 207 105
                                    

Kaizo pergi dari Rimbara. Dia mengelana ke sektor-sektor yang tersisa, mengumpulkan bala bantuan. Tapi dari komunikasi terakhirku dengannya, Gur'latan, Quabaq, dan lima puluh stasiun TAPOPS di galaksi tak sanggup menyumbangkan apapun selain sumber daya power sphera dan logistik.

Kaizo masih berharap, ada secercah harapan, dimana kami tak mesti bergantung pada Boboiboy Gamma yang sesungguhnya belum tercipta.

Aku membasuh diri di air terjun dalam kesendirian. Inilah rutinitasku tanpa Kaizo dengan program wajib militernya. Aku tidak mandi, aku hanya mencuci kaki. Mandi tidak akan menjadikan aku kaya, sebab aku sudah kaya melintir sampai tujuh turunan. Sayangnya kekayaanku dinerf. Ah sudahlah, persetan. Aku miskin sekarang, aku tidak punya selembar pun uang cash di dompetku karena aku mendigitalisasi kesemua aktivaku di bank. Dan uang di bank itu, tidak bisa dicairkan; artinya, aku tidak punya uang.

Dalam keseharianku, aku sebetulnya tidak butuh uang. Desa ini memanglah konservatif, tapi mereka memiliki sistem pembayaran. Dan, aku memerlukan makanan. Tidak perlu diperjelas, Gempa yang mengatasi itu; Gempa dan Duri menghasilkan komoditi pangan di kebun mereka, Gempa membeli bahan akomodasinya di pasar tradisional planet ini, Gempa memasaknya, Gempa menghidangkannya di meja makan. Aku tinggal makan. Aku miskin, tapi aku tidak butuh uang. Bagaimana pun jeleknya Arumugam, maksudku Gempa, maksudku Boboiboy, mereka menafkahi aku selama aku menetap disini.

"Apa dia menikahi aku betulan? Kenapa aku tidak ingat, ya?" Tanyaku.

Mechabot memukul punggungku, "Kecubung."

"Hah?" Aku menukikkan alis.

"Kecubung sifatnya bikin mabuk. Kamu kan mencampur kelopak kecubung juga di ramuan kematian buatanmu. Kamu menuangnya ke tom yam punya Arumugam, lalu si Pohon Gaharum itu mencekoki kamu tom yam-nya." Mechabot menyentil jidatku. "Makan tuh, senjata makan tuan. Bisa dibilang, kamu bisa-bisanya menikahi Arumugam juga karena ulah licikmu. Kalau saja kamu tidak meracuni tom yam-nya, kesadaranmu akan tetap menempel di tubuhmu, dan kamu bisa mencegah pernikahannya."

Kupikir aku syok karena aku minum air toilet. Aku menggaruk rambutku, merasa kebingungan, "Benarkah?"

Aku meletakkan telunjuk di bawah bibir, "Oh. Begitu, ya?"

"Kamu berencana menceraikannya?" Tanya Mechabot, was-was.

"Apa mukaku terlihat seperti tertarik menceraikan Arumugam?" Aku balik bertanya, penasaran.

Mechabot mengistirahatkan diri tepi air, diantara ilalang dan serai berdaun memanjang, mirip tumbuhan obat sariawan itu. "Ya."

"Oh benarkah?" Aku menyentuh pipiku. Lalu aku menariknya, mencoba melebarkannya, hingga kedua sudut bibirku juga ikut terangkat, dan alhasil aku membentuk senyum rekaan. "Aku kelihatan jahat?"

"Jujur saja," Mechabot membuang pandangannya ke hilir, "Iya."

Aku terbatuk. "Aku tidak jahat, kok."

Mechabot memperhatikanku cukup lama, "Entah di hari ke berapa setelah kecelakaan pesawatmu terjadi, aku ingat kamu bilang kamu hanya ingin memanfaatkan Arumugam."

"Kamu tidak terima?" Tanyaku.

"Mau kubocorkan suatu rahasia yang sengaja tak kuberitahukan padamu?" Mechabot menyilang tangan, mulai usil.

"Apa?"

"Arumugam. Boboiboy. Atau terserahlah kamu mau memanggilnya apa," Telinga Mechabot mengepak, "Aku mengenalnya sejak lama."

"Ya, tentu. Dia pahlawan generasi lama." Aku menarik kakiku dari air.

"Bukan. Aku berteman dengannya sejak kecil." Mechabot terkekeh.

Boboiboy x Reader | SuperheroWhere stories live. Discover now