- 06

1.1K 183 61
                                    

Aku tahu ini mimpi, tapi aku tak bisa bangun dan mensettingnya sesuka hati. Padahal ini rekaan buatan otakku, padahal akulah tuan rumahnya. Tapi aku tidak berkapabilitas mengendalikannya.

"Serius, (Nama)? Kamu memberantas lanun-lanun itu? Tanpa banyak usaha, kamu bilang?" Kokoci melongo. Kacamatanya melorot sedikit ke pangkal hidung.

Aku memang banyak drama, tapi kali ini aku tidak menaburi bumbu apapun dalam pengakuan barusan; aku membasmi perompak luar angkasa yang disinyalir sisa-sisa pengikutnya si Vargoba sendirian.

Aku mengangguk bangga, seraya membusungkan dada.

"Begini ceritanya. Mereka ingin menginvasi bumi saat aku hendak berangkat ke kampus. Kebetulan aku baru membaca seri komik Marvel mengenai bangsa Kree, aku agak ngefans dengan Ms. Moonstone." Aku menceritakan latar belakangnya. "Aku terinspirasi darisana. Aku meniru gaya bertarungnya Ms. Moonstone. Aku tak tahu dengan satu hentakan pengacau gravitasi, aku bisa mengatasi sekawanan bandit bertopeng wajah nyamuk itu."

Kokoci memerhatikan, lalu memecah lamunannya ketika aku merampungkan kalimatku. Ia lekas bicara, "Aku teringat pahlawan kita, Yaya. Dia juga pemanipulasi gravitasi. Dia salah satu dari regunya Boboiboy yang—"

Aku memutar mata malas, lalu menyilang tangan di dada. Mulai lagi.

"—bekerja pada kami sebagai aparatur support. Nah, sesungguhnya chemistry Yaya dan Boboiboy itu bagus sekali. Mereka mampu—"

Kalau begitu nikahkan saja keduanya. Satu sudut bibirku tertarik, membentuk setengah senyuman. Oh, tidak bisa ya. Dua-duanya sudah mati. Aku lalu mengalihkan pandang ke sembarang arah, sambil berjuang menyembunyikan tawaku dari jangkauan pandang Kokoci.

"—menunaikan misi dengan result melebihi ekspektasiku. Aku bangga pada tim itu. Hah, (Nama). Mereka sangat memorik di ingatanku. Yaya. Dia sangat baik. Aku bahkan mendengar desas-desus timnya Yaya dan Boboiboy pernah menggalang dana untuk Adudu. Kalau tidak salah, nama gerakannya 'BuBaDiBaKo'. Buat baik dibalas kok—"

"Aku dan Yaya berbeda. Jika aku disana, aku akan bertanya, 'Berapa ringgit yang kamu butuhkan?'. Aku kaya." Aku memotong. "Aku juga tak butuh tim. Aku hebat. Sebutkan organisasi gelap mana lagi yang kamu ingin hancurkan, Komander. Aku akan solo."

Aku maju, mendekati Kokoci, mengintimidasi komander itu, "Katakan saja padaku, penjahat mana lagi yang menjadi tembolok bagi TAPOPS. Akan kusolo mereka."

Setelah berhasil meluapkan kekecewaanku, aku berbalik pergi, dengan tidak mengindahkan panggilan-panggilan yang dilontarkan Kokoci padaku. Aku menyingkirkan diri ke perpustakaan. Aku bukan seorang kutu buku. Aku hanya memanfaatkan pangkatku untuk mempergunakan lokasi ini sebagai markas tidurku. Disini, aku tidak bisa dicari. Bila orang membutuhkanku, mereka akan mengetuk pintu kabinku, sedangkan aku bersembunyi di spot surgawi ini; Wifinya kenceng.

Aku ingin tidur di pojokan sudut baca, namun sialnya aku bertemu seseorang.

Aku tersenyum menyapa.

"Pagi. Paman Amato." Aku berbasa-basi.

"Pagi." Ia menyambut. "Kamu senang baca buku?"

Tidak. Aku benci belajar. Untungnya aku sudah pintar darisananya, jadi aku tak perlu takut dicap tolol. "Ya. Aku mencintai buku lebih besar dari cintaku pada fans-fansku."

"Senyumanmu mengatakan apa isi kepalamu." Amato tergelak.

Senyumku meluntur, dan aku beralih serius, "Seperti apa contohnya, Paman?"

"Makian. Kutukan. Umpatan. Kebencianmu terhadap buku. Dan ... harimu buruk, ya?" Terka Amato.

Sial.

Aku menggeleng sambil meluncurkan senyuman buatan lainnya, "Tidak."

Boboiboy x Reader | SuperheroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang