- 25

1.6K 221 111
                                    

"Nebula," Semula, aku menunduk. Kemudian aku bangkit sambil mendongak, mempertunjukkan wajahku pada Nebula serta Taufan yang ada di cengkraman tangannya, dan aku beteriak lantang, "Lepaskan cowok yang gantengnya tidak seberapa itu!"

Nebula bereaksi cepat, ia menunduk dan hendak mengeluarkan napas api.

"Awas, (Nama)!" Diantara makhluk-makhluk kembar itu, Gempa menjadi orang yang paling panik.

Aku mendecak, "Hah?"

Aku menengok sebentar ke belakang, ke arah enam orang Boboiboy untuk memperlihatkan raut wajah penuh keangkuhan, kesombongan, dan segala macam kesongongan, "Lihat, dan pelajari, adik-adikku sayang."

Aku melompat ke moncong Nebula, memijaknya di lubang hidung. Aku melintas di bentang wajahnya, dan berlarian di sepanjang punggung berdurinya. Aku menancap tombakku ke kulitnya—ke dalam dagingnya—dan menjadikannya spot bergelantung ketika ia mengamuk. Aku memproyeksikan dua pedang bermata ganda dengan aliran magi dendritik di ujung bilahnya dan kubuat semburan kelistrikan mengalir cembung ke segala arah secara radial pada gagangnya; jangan ditanya lagi, aku berusaha merumuskan pedangnya Halilintar secara permesinan mempergunakan hukum induksi listrik Faraday. Well, ada bagusnya aku kuliah teknik mesin.

Dan dari bahunya, secara sirkuler aku mengiris-iris tangannya, memutilasi tangan itu ke bentuk potongan slice khas daging sapi di resto all you can eat. Aku bergerak memutari lengan atasnya, ke lengan bawahnya, hingga ke jari-jarinya, dan mendarat di tanah. Daging-daging berunsur gas Nebula berjatuhan dan menguap ke udara. Aku sempat memperhatikannya sekilas; aku kecewa karena ada satu potongan daging yang enggak rapi-rapi amat. Tanganku kepleset sedikit.

Ini waktunya pembalasan.

Mechabot mengeluarkan lagi meriam gamma-nya. Meriam itu memiliki laras bak dingir Mesopotamia. Bertenaga listrik. Dan menghasilkan nuklir.

"Sebentar. Kita test drive dulu." Aku mencharge meriamnya, membiarkan amunisinya diolah oleh mesin pembakar di dalamnya. Aku tidak akan sekonyong-konyong meletuskan gamma. Aku takut salah langkah. Aku mengalokasikan sedikit energi, dan mencoba menembak dengan skala kecil.

Aku membidiknya ke sembarang rute, aku tak begitu signifikan dalam menentukan direksinya. Tembakan cahaya mencerat, ke langit, membelah garis tegak lurus sumbu Rimbara bak solid-state laser dengan kecepatan kilowatt terbaik sepanjang sejarah pertarungan aerodinamika. Cahaya itu menabrak satelit Rimbara—satelit yang homolog terhadap matahari—dan menghancurkannya. Aku menyebabkan destruksi parah di satelit itu.

Aku memusnahakan ... setengah bola matahari Rimbara.

Kubuat matahari itu jadi sabit secara permanen. Oh, tidak. Aku tak bermaksud begitu, sumpah!

Aku menggigit bibir. Baiklah aku akan minta maaf setelahnya, itu pun jika aku masih hidup. Pokoknya, aku minta maaf, aku tidak punya niatan buruk. Aku hanya mencoba-coba peluncuran gamma agar tidak terjadi kesalahan teknis atau hambatan-hambatan mekanis lainnya.

Nebula sampai memfokuskan diri untuk menyaksikan apa yang terjadi di angkasa raya sana; mentari itu nyatanya terpecah-pecah, dan menjadi meteorit bagi Rimbara. Meteornya melaju menuju permukaan inceptisol di Rimbara, menembusnya hingga ke lapisan kerak. Bagusnya, invasi tak disengaja itu malah menguntungkanku. Nebula jadi terluka habis-habisan karena diserang dari udara.

Aku menyiapkan gamma. Aku telah siap sepenuhnya. Aku mengisi pembakaran total, sampai Mechabot mengalami overheat bahkan sebelum ia memuntahkan gamma. Kulitku di bagian tangan, dimana disanalah aku mengontrol temperatur dan spektrum ledakannya, terasa kebas dan terbakar. Aku kepanasan, padahal aku belum sama sekali memulai proses fusi nuklir.

Boboiboy x Reader | SuperheroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang