37 || 99%

192K 13.3K 7.5K
                                    

🖤Vote dulu sebelum scroll yaa🖤

*****

"Sya! Kak Alga ngapain lo sih?! Lo mau di penjara di sini sama dia hah?! Sadar, Asya!"

"Mikirin apa?" Asya menoleh ketika merasakan tangan dingin yang menyentuh pipi kanannya. Alga berdiri di sebelahnya dengan senyuman. Ia mencubit gemas pipi gadis itu. "Mau jalan-jalan ke luar? Cuacanya bagus."

Asya membalas senyuman itu. Jelas sekali Alga menyayanginya, Asya tau itu. Semua yang Alga lakukan adalah demi kebaikannya. Mungkin ada alasan mengapa Alga menyuruhnya kembali bersekolah di rumah. Asya percaya pada Alga.

"Kak Alga," panggil Asya. "Aku bakal ikutin omongan Kak Alga. Aku berhenti sekolah."

Hening beberapa saat, sampai kemudian Alga terkekeh pelan. Matanya menatap Asya hangat. "Lo nggak perlu mutusin secepat itu. Apapun keputusan lo, gue nggak masalah. Gue nggak mau dianggap ambil hidup lo dan penjarain lo. Pikirin lagi baik-baik. Ya ... sayang?" ia mengusap-usap puncak kepala gadis itu.

Asya membeku. Apakah Alga mendengar ucapan Gisella di gerbang kemarin? Tiba-tiba hati gadis itu menjadi tidak enak. Bagaimana jika itu menyakiti perasaan Alga? Kemarin Alga terlihat tegas dengan perintahnya, tapi kini laki-laki itu berubah. Pasti ucapan Gisella memengaruhinya.

Asya mengikuti Alga melangkah ke luar rumah. Kini ia duduk di kursi sebelah Alga sementara laki-laki itu fokus mengemudi. Merasa diperhatikan, Alga menoleh dan memberikan senyum padanya. Asya tidak mau meragukan Alga, tapi ucapan Gisella terus mengganggu pikirannya. Padahal Alga terlihat begitu tulus.

Gadis itu menghela nafas. Ia memilih memandang ke jendela, menikmati perjalanan. Tiba-tiba gadis itu melebarkan matanya, menatap sebuah papan iklan digital yang menampilkan hamparan pantai dengan pasir putih yang indah.

"Mau ke pantai?" Alga menarik tangan di pangkuannya kemudian membawa tangan itu ke bibirnya, menciumnya lembut. "Kita belum pernah liburan bareng kan?"

Asya mengangguk semangat. Lalu ia menjadi sedih. "Tapi kan Kak Alga sibuk. Aku nggak apa-apa. Kapan-kapan aja pas Kak Alga senggang."

"Gue nggak perduli soal sibuk kalau untuk lo. Semua waktu dan tenaga gue punya lo."

"Kita pergi hari ini," putus Alga lalu memutar kemudinya kembali ke rumah. "Ambil HP gue di kantong celana, tolong telepon Damian."

"Hah?" Asya menatap kantong celana Alga tanpa berani menggerakkan tangannya. Haruskah ia mengambil benda itu di sana?

"Kenapa Kak Alga nggak ambil sendiri?" balas Asya pelan.

"Tangan gue sibuk," balas Alga lalu mengecup lagi punggung tangan Asya yang masih digenggamnya.

Asya berkeringat dingin. Ia meraih ponsel Alga pelan-pelan agar keluar dari saku celana Alga. Asya bernafas lega lalu berniat menghubungi Damian. Tapi perhatiannya teralihkan saat melihat wallpaper ponsel Alga. Bukankah itu foto dirinya saat bersepeda pertama kali di taman?

Asya melirik Alga, pria itu masih fokus menyetir. Kemudian senyuman Asya mengembang. Alasannya semakin kuat untuk tidak meragukan Alga.

*****

Asya melongo, perutnya mulas. Nafasnya tidak karuan saat melihat sebuah pesawat pribadi terpampang nyata di hadapannya.

ALGASYA ; STEP BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang