44 || Sadar

182K 9.5K 7.5K
                                    

"Gue seneng banget bisa bareng lo lagi!"

Gisella merangkul Asya. Kini ia sedang mengajak Asya berkeliling sekaligus memperkenalkan setiap tempat dan sudut kampus mereka. Gisella tidak menyangka, Asya akhirnya kembali menempuh pendidikan dengan cara normal.

"Gimana cara lo bujuk kakak lo, Sya? Bukannya dia protective banget. Kok bisa diizinin kuliah?"

"Kakak aku sayang aku, dia nggak mungkin nolak kemauan aku," Asya tersenyum pongah. "Tampan, mapan, idaman."

Gisella memutar bola matanya malas.

"Tapi waktu SMA dia tetep maksa lo homeschooling, tuh."

"Itu keputusan aku, Sella. Aku yang mau. Justru kakak aku suruh aku mikirin ulang keputusan aku."

"Lo ngebela dia mulu, sesayang itu sama kakak lo?"

Asya mengangguk. "Dia segalanya untuk aku sekarang."

Gisella mengangguk-angguk. Turut senang jika memang Asya diperlakukan baik selama ini oleh Alga.

"Ren! Darren!" di persimpangan koridor, Gisella menyapa seorang laki-laki yang berjalan dengan earphone putih di telinganya. "Sini, sini! Ada Asya!"

Darren berdecak malas. Selama hidupnya, Gisella adalah perempuan paling bodoh, paling tidak peka, paling bobrok. Bahkan sampai sekarang gadis itu masih berusaha membuat Darren bicara dengan Asya meski Darren sudah memutuskan berhenti melakukannya bertahun-tahun lalu.

Ya, hubungannya dan Asya tetap buruk. Darren tidak pernah bicara pada Asya meskipun Asya selalu berusaha mengajaknya bicara. Saat mereka bertiga berkumpul pun, Darren hanya akan menatap Gisella dan mengabaikan kehadiran Asya. Seolah menganggap gadis itu tidak ada di sekitarnya.

Darren itu keras kepala, menyebalkan, berandalan. Tapi dia adalah laki-laki tegas yang kukuh akan keputusannya. Jika ia sudah memutuskan, maka tidak ada satu hal pun yang akan menggoyahkannya. A tetap A, B tetap B. Sekeras itu Darren.

Termasuk pada keputusannya untuk menjauh dari Asya.

Meskipun Darren tidak benar-benar bisa menjauhinya karena Gisella tidak bisa jauh dari Asya sama sekali.

"Gue ada kelas," ucap Darren lalu melangkah meninggalkan mereka begitu saja. Mahasiswa jurusan matematika itu memang sangat sibuk belakangan ini. Karena semasa SMA dia bukanlah murid yang rajin, sekarang Darren cukup kesulitan mengikuti studinya.

"Dih songong banget, kampret," umpat Gisella sebelum menatap Asya kembali. "Yaudah, ayo keliling lagi."

Gisella mengajak Asya mengikuti langkahnya dan kembali memperkenalkan semua tempat di sekelilingnya dengan ceria. Asya mengangguk-angguk, ia jadi mudah menghafal denah kampus ini karena Gisella.

"Kalau kantin ada di mana-mana, tapi kantin paling enak sejauh ini ada di gedung Fakultas Ekonomi Bisnis. Lo harus coba, makanan di sana gila banget enaknya!"

Tanpa basa-basi Gisella menarik Asya menuju tempat yang ia maksud.

Di pertengahan jalan Asya menyadari sesuatu. Bukankah itu fakultas Alga?

Ucapan Gisella sangat akurat. Kantin di sana sangat ramai. Antriannya panjang, bahkan seluruh meja hampir penuh dengan mahasiswa dari berbagai jurusan.

"Khusus untuk penyambutan lo, gue bakal pesenin. Duduk anteng di sini ya, gue bakal agak lama. Lo nonton kartun aja atau apalah biar nggak bosen. Di sini nggak ada monyet, nggak ada kecoa, awas kalau sampe lo pergi pas gue balik!"

Asya tertawa. "Siap, Sella!"

Beberapa waktu menunggu tiba-tiba suasana kantin menjadi lebih pengap. Hiruk-pikuk mereka membuat Asya melirik penasaran. Pada saat yang sama gadis itu melihat seorang pemuda tinggi dengan ketampanan di atas rata-rata memasuki area kantin. Ciri khasnya adalah kedua tindik di telinganya. Asya terkekeh kecil. Bahkan di sini pun Alga tetap populer ya?

ALGASYA ; STEP BROTHER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang